Bab 4 - Godaan LDR

1141 Kata
Semenjak pulang dari Aussie hampir satu tahun yang lalu, Ardi langsung menempati posisi yang bagus di salah satu perusahaan terkemuka di pusat kota. Ia bahkan digadang-gadang akan menduduki posisi CEO lantaran banyak yang mengakui betapa hebatnya pria tersebut. Sayangnya ia difitnah melakukan sesuatu hal ilegal oleh seseorang yang tak menyukainya atau lebih tepatnya merasa terancam dengan keberadaan Ardi. Imbas dari fitnah tersebut, Ardi untuk sementara dimutasi dari kantor pusat ke kantor cabang yang berada di pinggiran kota. Jaraknya cukup jauh dan memakan waktu hampir empat jam perjalanan menggunakan mobil pribadi dari pusat kota. Jika menggunakan kendaraan umum, bisa dipastikan lebih dari itu. Sebenarnya Ardi bisa saja mengundurkan diri. Toh masih banyak perusahaan yang sangat ingin merekrutnya dengan jabatan yang bagus pula. Namun, jika Ardi melakukannya … berarti ia kalah. Ardi sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak akan kalah terlebih jabatan CEO sudah di depan matanya. Ardi merasa dirinya hanya perlu melangkah sedikit lagi. Fitnah yang membuat Ardi harus dihukum sementara menjadi kepala cabang yang letaknya jauh dari pusat kota ini, sebenarnya sudah diluruskan. Namun, Ardi harus tetap mengemban tugas barunya ini setidaknya enam hingga dua belas bulan. Ardi pun setuju. Tidak masalah menjadi kepala cabang sebentar karena setelah itu … ia akan diangkat menjadi CEO. Ya meskipun Ardi harus LDR dengan Anya, wanita yang cinlok dengannya di kantor pusat. Wanita yang dikencaninya hampir satu tahun ini. Bahkan, wanita itu sudah Ardi lamar tepat sebulan yang lalu. Itu sebabnya kontak wanita itu Ardi simpan dengan nama calon istri. Ya, Anya adalah calon istrinya. “Halo Anya,” sapa Ardi pada Anya di ujung telepon sana. “Gimana … kamu udah selesai lihat-lihat kantor barunya?” tanya Anya. “Udah dan biasa aja, tapi seenggaknya nggak sampai seburuk yang saya bayangkan, sih.” Ditugaskan di pinggiran kota sebenarnya membuat Ardi merasa terbuang. Ia membayangkan lingkungan yang jauh dari kata nyaman. Namun, setelah melihat sendiri membuatnya sadar kekhawatirannya tidaklah terbukti. “Pasti lokasinya jauh ke mana-mana, ya?” “Enggak se-buruk itu, kok. Cuma yang pasti jarak kita yang jauh,” balas Ardi. “Ah, aku benci LDR,” balas Anya. “Kamu pikir saya nggak? Tapi ingatlah, satu tahun itu nggak lama.” Semenjak resmi dimutasi, Ardi selalu meyakinkan diri kalau waktunya di sini akan terasa singkat, sesingkat empat tahunnya di luar negeri untuk bekerja sekaligus mendalami dunia bisnis. “Sehari pun bagiku terasa lama. Pasti kerasa banget perbedaannya apalagi kita yang terbiasa sama-sama terus.” Anya terdengar sedih. “Anya tenanglah, selesai dengan tugas di sini … saya bakalan balik lagi dan tentunya kita bisa sama-sama seperti biasa.” “Iya, Ardi. Aku paham, kok.” “Anggap aja LDR ini sebagai ujian sebelum hubungan kita naik ke jenjang yang lebih tinggi. Jangan lupa, tahun depan kita akan menikah,” kata Ardi mengingatkan. “Kamu bisa aja bikin aku happy lagi. Padahal tadi udah badmood banget saking sampai detik ini aku masih nggak rela LDR,” ucap Anya. Jeda sejenak. “Terus tempat tinggal gimana? Udah ngecek apartemen yang bakalan kamu tempati di sana?” tanya wanita itu kemudian. Ardi terkekeh sejenak. “Apartemen? Di sini saya nggak akan tinggal di apartemen.” “Karena nggak ada, ya?” tebak Anya. “Ada, tapi jaraknya lumayan. Sekitar satu jam waktu tempuhnya antara apartemen dan kantornya, tapi saya nggak se-kurang kerjaan itu buang-buang energi cuma buat pulang-pergi antara kantor dan apartemen,” jelas Ardi. “Tentu saya lebih memilih tinggal di rumah kontrakan yang jaraknya cuma lima menit dari kantor,” sambungnya. “Ya udah, di mana pun itu asalkan jangan ada perempuan yang menggoda kamu.” Ardi malah tertawa. “Aku serius, Ardi. Salah satu kekhawatiran aku yang harus LDR sama pacarku yang tampan … ya takut ada perempuan yang genit sama kamu.” “Haha. Kamu tenang aja, Anya. Kamu juga, semoga nggak ada laki-laki yang berani genit sama kamu selagi saya di sini.” “Enggak akan ada yang berani. Apalagi hampir semuanya tahu kita mau nikah,” jawab Anya. “Serius deh Ar, di sana ceweknya cantik-cantik nggak?” “Cantikan kamu, kok.” Ini adalah jawaban andalan para pria untuk mencari aman. “Pokoknya duda tampan yang satu ini milikku. Awas aja kalau ada yang berani genit.” “Kamu bisa aja,” balas Ardi. “Bila perlu jelasin sama mereka kalau kamu bukan sekadar duda, melainkan udah mau nikah sama aku. Ah, punya pacarnya se-ganteng Ardiansyah Kusuma Wardana memang wajar banget kalau aku posesif gini. Apalagi godaan LDR itu nggak main-main.” Ardi tertawa lagi. “Kamu mau banget saya dibilang kepedean, ya? Belum tentu ada yang deketin saya, kok. Apalagi di sini saya adalah atasan mereka semua, yang ada sungkan.” “Oke deh oke. Terus kamu masih tinggal di hotel, Mas?” “Masih, mungkin mulai besok saya resmi tinggal di rumah kontrakannya. Untungnya kontrakannya nggak kosongan, jadi saya nggak perlu bawa perabotan. Cuma bawa badan sama pakaian aja.” “Aku masih nggak nyangka. Ini pasti mimpi banget bagi kamu ya, Ar? Dari tinggal di apartemen mewah di Aussie, lanjut pindah ke apartemen yang mewah juga di pusat kota. Tapi sekarang … kamu harus terdampar di pinggiran kota.” “Saya nggak mau mengambil pusing, Anya. Saya akan menikmati segala prosesnya tanpa penyesalan apa pun. Terlebih ini bukan kemerosotan. Ini hanya jalan untuk sesuatu yang lebih besar dan akan saya dapatkan.” “Barusan itu aku hanya bercanda, kok, Ar. Aku dukung kamu apa pun yang terjadi,” ucap Anya. “Ngomong-ngomong kita sambung lagi nanti, ya. Aku aslinya lagi sibuk.” “Keren ya calon istri saya ini. Lagi sibuk pun masih sempat nelepon. Kalau begitu lancar-lancar ya, Anya. Love you.” “Love you too, Sayang.” Selesai bicara dengan Anya, kini Ardi meletakkan kembali ponselnya. Detik itu juga ia kembali teringat kalau sedang mengikuti Eva. Terlalu asyik mengobrol dengan Anya membuatnya benar-benar lupa. Bahkan, Eva bersama dua anak kecil tadi … sudah menghilang entah ke mana. Sial, saya kehilangan jejak…. Tunggu, memangnya untuk apa Ardi mengikuti Eva? Sekalipun lima tahun lalu mereka tinggal bersama lantaran terikat pernikahan kontrak, tapi hari ini mereka tidak punya hubungan apa pun. Mereka juga sudah punya kehidupan masing-masing dan sebaiknya jangan pernah saling mengungkit yang telah berlalu. Saat ini Eva dan Ardi tidak lebih dari dua orang asing. Jadi, kamu sungguh telah menikah dan punya anak kembar, Eva? Selama bertahun-tahun tidak pernah bertemu, bahkan Ardi hampir tak pernah memikirkan Eva, stalking melalui media sosial pun tidak pernah. Jangankan stalking, media sosial Eva saja Ardi tak tahu. Anehnya, kenapa Ardi merasa terganggu dengan apa yang dilihatnya tadi? Seperti ada semacam tidak rela kalau Eva sudah menikah apalagi memiliki anak. Padahal dirinya sendiri sudah punya calon istri dan berencana menikah. Apa-apaan ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN