Bab 11 - Pertengkaran

1610 Kata
“Kamu semakin membuatku kesal Devian, turun aku ingin keluar,” kata Daisy dengan ketus. Daisy ingin mendorong Devian namun pria itu menahannya dan ia tak bisa melawan Devian. Pria itu mencium bibir Daisy, namun wanita itu memberontak karena tak mau dicium oleh Devian. “Devian ku mohon lepaskan aku, Deviann!” lirih Daisy disela ciuman Devian yang sudah berpindah ke lehernya. “Aku akan melepaskanmu, jika kamu memberitahuku apa yang membuatmu marah seperti ini padaku.” Devian terus saja menciumi setiap inci tuuh Daisy. Kaki wanita itu sudah dinaikkannya ke atas dan dibukanya dengan lebar agar tangannya bisa bermain dimilik kepemilikan Daisy. Wanita itu benar-benar tak bisa lepas dari kungkungan Devian, karena pria itu sangat mengikatnya. Namun Daisy tak juga bereaksi ataupun membalas setiap sentuhan yang dilakukan oleh Devian sehingga membuat pria itu sangat frustasi dan kesal. “Apa kamu menghindar dariku karena perjodohan dengan Fiona?” tanya Devian akhirnya sambil mendongakkan kepalanya menatap Daisy. Pria itu masih saja menindih Daisy agar wanita itu tidak menghindar darinya. “Aku tid..” “Jujurlah Daisy jangan berbohong! Aku mau kamu jujur, supaya aku tahu apa yang membuatmu seperti ini. Aku tidak tahu jika kamu tak mengatakannya padaku. Aku tak suka kamu menghindariku seperti ini,” ujar Devian dengan kesal. Daisy memilih diam saja dan mengalihkan pandangannya. “Ternyata benar, kamu marah karena itu,” lirih Devian pelan sambil turun dari atas tubuh Daisy. Ia berdiri di hadapan wanita itu. Daisy memilih untuk bangkit agar duduk di tepi ranjang menatap Devian. “Aku tak bisa menghindar, kamu jelas tahu apa pembicaraan di ruang makan tadi. Aku sudah berusaha untuk menolak, ‘kan? Aku juga nggak suka ada perjodohan, tapi apa menurutmu aku ada peluang untuk bisa menolaknya? Aku harus bagaimana sekarang? Aku nggak menginginkan perjodohan itu, aku hanya membutuhkanmu Daisy bukan yang lain.” Daisy mendongakkan kepalanya lalu menatap Devian dengan tak suka. “Tapi kamu hanya membutuhkan kehangatanku saja, ‘kan? Aku seperti wanitamu yang lainnya yang hanya kamu inginkan untuk tidur denganmu, ‘kan? Aku tak bisa berharap banyak den..” “Apa yang sedang kamu bicarakan?” tanya Devian tak suka. “Aku sudah pernah bilang sama kamu, kalau aku nggak pernah berp…“ “Omong kosong! Aku nggak percaya sama kamu,” kata Daisy dengan sarkas. “Bagaimana supaya kamu bisa percaya sama aku? Kamu yang memintaku untuk tidak memberitahu pada orang tuaku tentang hubungan kita, ‘kan? Aku nggak punya pilihan lain selain menerima. Setidaknya sampai pertunangan saja, setelah bisnis berjalan aku akan mengakhiri hubungan itu. Aku janji sama kamu, aku akan mengakhiri pertunangan itu setelah bisnis mereka berjalan.” “Lalu mereka mengancam keluargamu tentang bisnis itu dan semakin mengikatmu? Kamu sungguh bodoh jika melakukan hal itu. Hubungan bisnis itu terikat, sangat. Kamu jelas tahu bagaimana itu. Di lingkungan kalian jelas sangat biasa akan hal itu, menikah hanya karena urusan bisnis. Lalu berselingkuh dengan pria atau wanita lain di dalam pernikahan. Apakah kamu juga mau seperti itu denganku? Kamu pikir aku tidak tahu? Apa kamu pikir aku bodoh?” tanya Daisy sarkas. “Lalu aku harus bagaimana sekarang?” tanya Devian dengan nada tinggi. “Kamu mau aku jujur pada mereka tentang kita? Apa itu yang kamu inginkan? Aku akan mengatakannya sekarang!” “Aku tak akan berharap banyak dalam hubungan ini Mas,” lirih Daisy dengan pelan. “Hubungan kita terlalu cepat dan singkat, tidak ada pengenalan yang baik diantara kita selain kita menghabiskan malam yang panas dan menggilakan bukan? Kamu memberikan penawaran supaya aku bukan hanya sekedar pelayan biasa. Tapi melayanimu juga di ranjang. Kamu belum mengenal siapa aku yang sebenarnya begitupun juga dengan aku yang nggak kenal kamu dengan baik Mas. Kita bisa bersama hanya karena kita saling membutuhkan nggak lebih. Jadi percuma kamu mengatakan hubungan ini kepada mereka, kita saja tak yakin apa lagi mereka. Aku baru mengenalmu hanya beberapa saat bukan?” tanya Daisy dengan lekat dan Devian hanya menatapnya dengan lekat tanpa bisa menjawab. “Lalu apa yang kamu harapkan? Kamu mau bilang mempunyai hubungan yang seperti apa kamu punya denganku kepada mereka?” tanya Daisy lagi. “Bagaimana bisa kamu serius dengan hubungan ini? Apa yang kamu harapkan dalam hubungan ini? Pertunangan? Pernikahan? Kamu yakin berpikir sampai sana dan menginginkan hal itu denganku? Kamu pikir itu mudah untuk dilakukan? Atas dasar apa kita melakukannya? Hanya karena kamu sedang suka denganku karena aku bisa memberikanmu permainan yang gila? Lalu di saat kamu bosan, maka hubungan kita juga akan berakhir bukan? Karena dari awal hubungan kita hanya sebatas itu tidak lebih. Jadi jangan berharap banyak atas hubungan kita. Aku saja yang terlalu sensitif dengan berita pertunanganmu. Lakukan saja apa yang mau kamu lakukan, aku tak peduli. Lakukanlah apapun yang kamu inginkan,” kata Daisy dengan tegas. Pada akhirnya Daisy memang benar-benar terjerat pada sosok Devian. Apa perasaannya kini sudah berubah? “Kamu mau kemana?” tanya Devian sambil menahan lengan Daisy yang hendak pergi itu. “Lepaskan, aku nggak ingin kita semakin bertengkar karena ini.” Devian menggelengkan kepalanya. Daisy berjalan hendak meninggalkan kamar Devian, namun pria itu kembali menahan Daisy dengan memeluknya dari belakang. “Jangan pergi, jangan seperti ini Daisy. Aku juga bingung harus bagaimana sekarang. Aku benar-benar membutuhkanmu,” mohon Devian, kali ini nada bicara pria itu sangat berubah. “Kalau Mas Devian membutuhkanku untuk melayani di ranjang seperti sebelumnya kasih tahu saja. Tapi untuk nggak malam ini ya Mas, aku lagi nggak bisa melayani Mas Devian. Aku pamit dulu ya Mas,” lirih Daisy. Daisy tak mendengar Devian memohon sampai seperti itu. Namun entah mengapa Daisy tak bisa menerima Devian dengan mudah kali ini. Daisy tetap dengan pendiriannya yang ingin keluar. Ia melepaskan tangan Devian dari perutnya dan setelah itu berjalan keluar. Daisy saja bahkan tak menoleh ke belakang untuk melihat Devian lagi seperti yang sering dilakukannya sebelumnya. *** “Bu Dian, apakah malam ini aku boleh izin? Keadaanku sedang kurang baik, apa Ibu bisa menggantikanku untuk malam ini saja? Mungkin setelah tidur aku bisa jauh lebih baik.” Daisy langsung saja ke belakang menemui Dian agar malam ini ia tidak melayani keluarga Armani, karena ia tidak mau bertemu dengan Devian kembali. Entah mengapa perasaannya seketika memburuk setelah bertengkar dengan Devian. Bertengkar dengan Devian seakan mereka memang mempunyai hubungan serius. Padahal hubungan mereka tidak seperti itu. “Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan? Yakin dengan tidur saja? Apa perlu aku membawamu ke rumah sak..” “Tak perlu Bu, aku yakin hanya dengan beristirahat sebentar saja. Maaf jika aku terus merepotkanmu,” lirih Daisy. “Tidak apa, beristirahatlah. Aku akan menggantikanmu, semoga lekas pulih,” ujar Dian tulus sambil menepuk bahu Daisy. Setelah itu Daisy naik ke atas menuju kamarnya berada. Kali ini ia langsung mengunci kamarnya agar Devian tak masuk ke dalam kamarnya. “Dimana Daisy?” tanya Kamila saat Dian yang menggantikan Daisy untuk menata makan malam. “Sedang kurang sehat Nyonya, maka itu aku menyuruhnya untuk beristitahat saja.” Devian bisa mendengar jawaban dari Dian itu. Ia jadi merasa khawatir, tadi wanita itu masih baik-baik saja. Benarkah Daisy sakit atau wanita itu sedang menghindarinya kembali? “Mama senang bisa melihatmu pulang dengan cepat seperti ini, kita jadi bisa makan malam bersama,” ujarKamila pada anak sulungnya. Padahal Devian pulang cepat karena ingin bertemu dengan Daisy. Namun wanita itu malah menghindarinya. Devian pikir tadi ia bisa bersenang-senang dengan Daisy supaya ia bisa melupakan masalah perjodohannya. Ternyata ia salah, Daisy malah berbalik marah padanya karena alasan tersebut. Devian enggan menjawab Mamanya itu. “Ingat, besok malam kamu juga harus pulang dengan cepat. Besok pertemuanmu dengan Fiona bersama keluarganya, jadi jangan menghindar atau kamu akan tahu akibatnya,” kata Arie dengan tegas. Seketika perasaan Devian semakin memburuk. Pria itu kesal ketika diungkit kembali mengenai hal itu. Devian menyentak sendok yang dimilikinya dengan kuat sampai piringnya terbelah dua. Pria itu menatap Arie dengan kesal. “Devian,” panggil Kamila. Wanita paruh baya itu takut jika anaknya kelepasan dan emosinya naik sehingga melawan suaminya. Devian bangkit berdiri lalu pergi dari sana, ia memilih naik untuk kembali ke kamarnya. Ia bahkan belum menyentuh makanan tersebut sama sekali. “Kenapa kamu harus membahasnya lagi? Devian pasti ingat itu, kamu nggak seharusnya membuatnya kembali marah. Kenapa kamu nggak bisa membaca situasi? Sudah baik dia mau ikut makan malam bersama dengan kita. Tak biasanya Devian pulang cepat dan bergabung, tapi kamu membuatnya hancur. Tolong perbaiki sikapmu dan jangan selalu membuat anak-anakmu nggak nyaman denganmu ataupun di rumah ini. Kamu nggak bisa dekat dengan anak-anakmu,” kata Kamila dengan kesal. “Apa kamu menyalahkanku? Aku hanya mengingatkannya nggak ada maksud lain. Dia saja yang sangat sensitif dan langsung marah. Kamu mau meninggalkanku kembali seperti tadi pagi?” tanya Arie dengan kesal. Kamila menghela napasnya panjang lalu bangkit berdiri. Ia benar-benar pergi kembali dari sana dan meninggalkan Arie bersama Dion. “Apa kamu juga akan meninggalkan Papa seperti tadi pagi? Kamu tidak menyusul Mama dan saudaramu?” Kali ini Arie bertanya pada anak bungsunya. “Apa Papa menginginkan aku pergi juga?” tanya Dion dengan menatap pria itu dengan lekat. Walaupun Dion tak suka dengan Arie namun Dion kasihan dengan Arie yang tidak bisa menjawab itu. Arie kembali fokus pada makanannya. Namun Dion tidak pergi meninggalkannya. Entah mengapa Arie merasa membutuhkan Daisy untuk bertanya pada wanita itu lagi seperti tadi pagi. Devian naik ke atas menghampiri kamar Daisy sebelum ia ke kamarnya. Ia ingin menanyakan kabar wanita itu terlebih dahulu. Namun saat Devian mengetuk pintu kamarnya berkali-kali, tak ada jawaban yang diberikan oleh Daisy. Pintunya juga sudah terkunci, setelah beberapa kali Devian mencoba namun hasilnya tetap sama. Akhirnya Devian tak memaksakan Daisy lagi untuk membukakan pintu. Pria itu menghela napas panjang dan kembali ke kamarnya. Ia berpikir Daisy membutuhkan waktu untuk sendiri saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN