Bab 1 - Malam Panas
“Kenapa… kenapa kamu pergi? Kenapa kamu meninggalkanku?” racau seorang pria yang berada dalam pelukan Daisy.
Pintu ditutup dengan menggunkaan kaki Daisy. Ia tak bisa tidur, saat mau ke dapur mengambil air minum ada yang mengetuk pintu. Maka itu Daisy membukanya, terkejut ketika seorang pria masuk dan langsung memeluknya.
“Mas, kamu mabuk?” tanya Daisy memastikan, tanpa ditanya jawabannya sudah jelas ada. Bau alkohol yang menyengat jelas terasa. “Ayo Mas ke kamar,” ajak Daisy.
Daisy menuntun pria tersebut ke sofa terdekat. Kini Daisy tahu siapa pria yang ada di hadapannya. Pria itu bernama Devian Vander Armani anak pertama dari Arie Armani, tempatnya bekerja itu. Setelah berhasil membuka tuxedo tersebut Devian kembali mendekati Daisy dan menilai wanita itu dari atas sampai bawah.
Tanpa pikir panjang Devian menempelkan bibirnya di bibir milik Daisy. Dengan perlahan Devian melumat bibir Daisy. Wanita itu ingin meronta untuk dilepaskan, tetapi ia kalah dengan tenaga Devian yang sangat kuat.
Hisapan kuat di bibir Devian, membuat Daisy tanpa sengaja membuka mulutnya. Kesempatan itu tidak Devian biarkan begitu saja. Kini Daisy sudah duduk di sofa dan tangan Devian berada di sofa menahan tubuhnya.
"Ahh.." Ciuman Devian sangat memabukkan bagi Daisy, sehingga membuat Daisy tanpa sengaja mendesah karena kehabisan pasokan oksigen.
Awalnya Daisy kaget, namun ia tak bisa menghindar bahwa ciuman yang diberikan Devian padanya cukup memabukkan baginya. Hal itu membuat Daisy lupa siapa Devian dan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sebelah tangannya tidak lagi di atas sofa, melainkan di tengkuk Daisy untuk memperdalam ciuman mereka. Devian benar-benar membuat Daisy melayang hanya karena ciuman Devian. Bahkan tanpa Daisy sadari, tangannya sudah tidak lagi meronta untuk dilepaskan melainkan meremas tangan Devian erat.
Devian berhenti dan menatapnya dengan kedua mata coklat miliknya. Daisy pikir Devian sudah berhenti, tetapi pria itu malah tersenyum miring dan kembali mencium Daisy dengan sangat cepat dan dalam.
Tidak sampai disitu kini bibir pria itu sudah berpindah ke rahangnya, mengecupnya keras hingga ke leher jenjangnya. Mata Daisy menutup, tubuhnya menggeliat dalam sentuhan Devian. Pria itu menarik tangannya dari kedua tangan Daisy lalu meletakkannya di bahu wanita itu. Ciumannya turun hingga ke leher Daisy membuat tangan Daisy yang terbebas segera meremas bahu Devian.
"Akh!" pekik Daisy saat Devian membuatnya terlentang di atas sofa. Tanpa memperdulikan pekikkan Daisy, Devian melanjutkan ciumannya hingga turun ke d**a wanita itu. Ia mencium Daisy dengan keras hingga meninggalkan bekas.
"Ahh," desah Daisy setelah Devian menarik bibirnya dan menatap kedua mata Daisy tajam.
Devian kembali menciummnya dengan kuat dan dalam. Daisy mencoba untuk mendorong d**a Devian karena ia tidak mau hal ini berlanjut, akal sehat Daisy sadar bahwa ia tidak boleh melakukannuya dengan Devian. Tetapi pria itu malah menahan tengkuknya dan memperdalam ciumannya.
Devian menciumya cukup lama dan sangat dalam. Ciuman yang cukup lembut itu perlahan membuat Daisy menutup matanya dan menikmatinya. Ciuman Devian perlahan turun ke rahang Daisy. Mengecupya sekilas lalu beralih ke leher Daisy saat jemari gadis itu sudah meremas rambutnya erat.
"Ahh, Mas," desah Daisy saat Devian mengecup lehernya kuat meninggalkan bekas di sana.
Ciuman Devian kembali naik ke bibir Daisy. Kali ini ia tidak mencium Daisy dengan lembut melainkan dengan keras dan menuntut hingga tanpa Daisy sadari Devian sudah mengangkatnya dan membawanya ke atas ke kamar milik pria itu dengan masih berciuman. Dalam keadaan mabuk pria itu masih saja bisa menggendong Daisy.
Devian membaringkan Daisy di atas ranjang tanpa melepas pagutan keduanya. Di atas Daisy, Devian mengusap rambut wanita itu lalu perlahan ciumannya turun ke d**a Daisy. Sebelah tangannya pun bergerak membuka kaos yang dipakai wanita itu, hingga menunjukkan bra berwarna hitam yang digunakan Daisy. Sebelah tangan Devian bergerak mengusap bukit kembar Daisy.
"Ahh..," desah Daisy saat Devian meremasnya lembut.
Ciuman Devian kini sudah berpindah di belahan d**a wanita itu. Meninggalkan tanda di sana, lalu Devian membuka kemejanya membuat Daisy terpesona dan memegang d**a bidang milik Devian. Pria itu menelusupkan tangannya ke punggung Daisy dan membuka kaitan bra wanita yang sedang menggeliat keenakan karena ciumannya itu. Begitu terbuka, ia langsung membuang bra Daisy sembarangan.
"Kamu sangat seksi," kata Devian saat menatap tubuh bagian atas Daisy yang polos. Sebelah tangannya langsung naik dan membelai bukit kembar Daisy dengan lembut. “Jangan tinggalkan aku,” ucap Devian disela ciumannya. “Tetap di sisiku, aku tak akan pernah melepaskanmu,” lanjutnya lagi.
Setelah itu Devian meremasnya pelan dan mendaratkan ciumannya di sana. Daisy melengkungkan tubuhnya saat Devian mencium dadanya dengan kuat. Sebelah tangan Devian tidak lagi menopang tubuhnya, tetapi sudah berada di bukit kembar Daisy yang satunya sambil memainkannya.
Perlahan, ciuman Devian turun hingga ke perut Daisy. Sebelah tangannya bergerak membuka celana jeans pendek yang mampu menutupi setengah paha wanita itu.
“Mass, jangannn,” cegah Daisy dengan menahan tangan Devian yang ingin terlalu jauh.
Devian menyentuh itu, akal sehat Daisy kembali sadar. Menurutnya ini salah, pria itu sedang mabuk dan tidak sadar atas apa yang dilakukannya. Ia hanyalah orang asing, pria itu saja tidak tahu siapa dirinya sebenarnya.
Namun, Devian tidak peduli dengan larangan Daisy. Pria itu tetap saja melakukannya. Walaupun mabuk, tenaga Devian masih saja kuat dan Daisy tidak bisa menghindar. Selain karena tenaganya yang kalah, ia juga terlena akan permainan pria itu. Pada akhirnya, mereka berdua pun memulai permainan inti malam itu. Malam yang begitu panas karena Devian terlihat begitu berhasrat menyerang tubuh Daisy.
Permainan mereka berakhir saat Devian sudah tidak lagi sanggup dan akhirnya ambruk di atas ranjang setelah melakukan pelepasan berkali-kali. Sementara Daisy, terlihat sedang mengatur napasnya yang masih tak beraturan sambil melihat pria yang ada di sampingnya. Baru saja seminggu bekerja sudah mendapatkan hal yang tak terduga.
Wanita itu menilai wajah tampan milik Devian, setelah puas melihat wajah pria itu Daisy melihat tubuh telanjang milik Devian. Tadi ia belum sempat melihat semuanya dan menilainya, ia suka dengan tubuh Devian. Semuanya masuk ke dalam kriteria yang diinginkannya. Setelah napasnya mulai teratur, Daisy turun dari ranjang dan mulai memakai kembali bajunya yang berserakan di lantai.
Satu pertanyaan di dalam benak Daisy apakah pria itu akan mengingat perbuatan mereka malam ini? Setelah selesai memakaikan kembali pakaiannya, ia menarik selimut untuk menyelimuti tubuh telanjang Devian dan menghidupkan pendingin ruangan.
***
Saat Daisy sedang menyiapkan makanan Devian turun dari kamarnya. Baru saja turun, tetapi pandangan mata Daisy dan Devian bertemu. Pria itu kaget saat melihat Daisy, walaupun mabuk Devian mengingat apa yang terjadi tadi malam. Apalagi saat ia bangun dengan keadaan tidak menggunakan apa-apa. Devian mengingat dengan jelas perempuan yang tidur dengannya, namun ia tidak tahu siapa wanita tersebut.
“Ada apa dengan lehermu, Daisy?” tanya Dion Nadeem Armani – adik Devian yang membuat Daisy seketika menyentuh lehernya.
“Ada binatang kecil di kamarku dan menggigitku,” jawab Daisy berbohong. Daisy sedikit melirik Devian sehingga pandangan keduanya bertemu. Devian langsung tahu bahwa itu akibat perbuatannya.
“Apa untuk sementara kamu mau tidur di kamar atas? Kamu bisa memakainya kalau kamu mau, masih ada yang kosong,” usul Dion. Daisy langsung saja menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Tidak perlu, aku akan membersihkan kamarku nanti,” jawab Daisy tegas. Setelah memastikan semua makanan sudah tersaji, Daisy mendekati Dion. “Ingin makan apa den?” tanya Daisy agar dia bisa meletakkan makanan di piring pria itu.
“Roti saja.” Daisy langsung menyiapkan roti untuk pria tersebut. “Jangan memanggilku seperti itu, panggil saja Dion. Lagi pula umur kita sepertinya tidak terlalu jauh,” kata Dion dengan ramah.
“Jangan, saya ta—“
“Tak apa, anakku yang memintanya ikuti saja!” potong Kamilia.
Akhirnya Daisy menganggukkan kepalanya. “Baik Dion,” balas Daisy sambil tersenyum.
“Devian, mungkin kamu baru melihatnya. Ini pelayan baru menggantikan Ruth, kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa meminta padanya. Apakah kamu tadi malam mabuk? Aku melihat tuxedomu ada di sofa depan,” kata Kamila.
“Ya,” jawab Devian cuek.
“Kamu ingin makan apa den, saya akan me—“
“Saya bisa melakukannya sendiri, kerjakan saja pekerjaanmu yang lain!” potong Devian dengan ketus. Daisy sedikit kaget dengan penolakan tersebut. Namun Daisy bisa paham dan segera pergi dari sana.