Bab 10 - Menghindar

1462 Kata
“Kamu seharusnya tidak harus bersikap sekasar itu padanya. Kamu harus lebih lembut dan memberikan dia kesempatan untuk berpikir sejenak, kamu terlalu terburu-buru,” tegur Kamila pada suaminya, Dion yang ada di sana hanya mencoba mendengarkan tanpa perlu ikut campur dalam masalah yang ada. “Mau sampai kapan aku memberinya waktu? Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Selama ini kita sudah memberikannya waktu, akan semakin lama jika diberi waktu lagi karena hasilnya masih sama. Dia juga tidak punya kekasih untuk dikenalkannya pada kita. Dia hanya punya perempuan yang bisa diajaknya tidur sesuka hatinya saja.” Daisy sempat terdiam ketika Arie mengatakan hal itu, bukankah ia salah satu wanita yang diinginkan oleh Devian untuk memuaskan hasrat pria itu saja? Bukankah selama ini ia terhubung dengan Devian karena mereka punya hubungan saling menguntungkan untuk memuaskan hasrat satu dengan yang lain? Apa yang harus diharapkannya lebih atas hubungan sesaat itu dengan Devian? “Apa kamu mau jika Devian menikah dengan wanita seperti itu? Wanita yang hanya mementingkan hasrat saja? Jelas wanita seperti itu hanya bisa menggoda dan menginginkan uang Devian saja. Mereka pasti dari keluarga yang tidak sebanding dengan kita, apa kamu mau punya menantu wanita seperti itu? Devian akan jadi penerusku nanti, aku juga ingin dia punya istri yang keadaannya juga baiknya sama seperti kita supaya keluarga kita semakin terpandang di depan orang lain. Aku tak mau jika Devian menikahi wanita yang sembarangan dan merusak citra keluarga kita,” ujar Arie dengan tegas. “Bukankah cinta tak memandang siapa yang harus dicintai Pa?” tanya Dion akhirnya. “Jika Devian tidak mencintai istrinya yang kaya raya, tapi dia bisa jatuh cinta pada wanita yang sederhana bagaimana? Apakah kebahagiaan Bang Devian juga harus kita pikirkan?” Entah menagapa kini pria itu ikut campur, dia tak suka dengan pendapat Arie yang membedakan seseroang dari kasta yang dimilikinya. “Cinta akan datang seiring dengan berjalannya waktu, di dalam pernikahan juga akan bisa jatuh cinta bukan? Contohnya aku seperti Mamamu, bukankah kami seperti itu?” balas Arie tak mau kalah. “Tapi tak semua berakhir seperti kalian Pa, kisah semua orang jelas berbeda. Papa juga harus paham akan itu, beri Bang Devian waktu. Siapa tahu dia bisa menemukan wanita yang diinginkannya?” Arie tidak menjawab, ia hanya menganggap apa yang di pikirkannya jauh lebih baik. Dion menghela napasnya panjang dan menghabiskan sarapannya hanya setengah saja, lalu bangkit berdiri. “Kamu mau kemana Dion? Kamu belum selesai sarapan,” cegah Kamila. “Aku akan berangkat kerja Ma, sepertinya aku tak bisa bertahan lebih lama di sini. Aku sedikit memikirkan tentang Bang Devian, mungkin setelah Bang Devian menikah aku akan menjadi sasaran selanjutnya, ‘kan? Jika aku tidak membawa wanita yang kucintai secepatnya ke rumah ini mungkin aku akan berakhir dijodohkan sama seperti Bang Devian. Kami mempunyai takdir yang sama di keluarga Armani ini,” ungkap Dion sedikit sarkas. Daisy saja kaget dengan Dion yang tiba-tiba bersikap seperti itu. Ini kali pertama bagi Daisy melihat Dion bersikap seperti itu. “Aku pergi Ma.” Dion mencium pipi Kamila dan setelah itu ia pergi dari sana. “Kamu membuat sarapan kita selalu tak bisa tenang. Kamu juga membuat anak-anak tak bertahan di rumah. Kamu yang membuat anak-anak kita jauh dari kita, kamu egois dan mau menang sendiri. Kamu selalu memikirkan dirimu sendiri tanpa memikirkan keinginan anak-anakmu. Kamu ingin anak-anak kita membenci orang tuanya?” Semua tuduhan itu Kamila lontarkan pada suaminya sendiri. “Aku tahu yang terbaik untuk anakku.” “Apa yang kamu tahu? Coba ku tanya apa makanan kesukaan Dion dan Devian apa kamu tahu?” Arie tak bisa menjawab pertanyaan itu. “Jelas kamu tak tahu, karena kamu tak pernah tahu tentang anakmu, ‘kan? Kamu tidak ikut mengurus dan membesarkan mereka. Aku yang selalu ada untuk mereka dan membesarkan mereka. Apa pernah kamu bertanya bagaimana sekolah dan keadaan mereka? Tidak! Kamu selalu memikirkan dirimu sendiri dan keuntunganmu. Kamu Papa yang buruk Mas, seharusnya kamu nggak bersikap seperti itu pada anak-anakmu. Lihat Dion saja bahkan tak suka denganmu, padahal kamu tahu bagaimana sikap Dion selama ini. Kamu benar-benar mengecewakan, terserah kamu sajalah. Aku capek sama kamu kalau kayak gini.” Kini Kamila yang mengikuti jejak kedua anaknya untuk pergi meninggalkan meja makan. Kini hanya Arie saja yang bertahan di meja makan tersebut seorang diri. Hanya saja Daisy masih di sana untuk membereskan makanan yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. “Apa menurutmu saya salah Daisy?” tanya Arie tiba-tiba membuat wanita itu jelas terkejut ditanyai pendapat oleh Tuannya itu. “Tuan yakin bertanya sama saya?” tanya Daisy tak yakin. “Ya, aku yakin bertanya denganmu. Aku ingin mendengarkan bagaimana pendapatmu tentang itu, aku rasa kamu mendengar permasalahannya, ‘kan?” Daisy menganggukkan kepalanya pelan. “Maaf Tuan, saya tidak ada maksud mau ikut campur. Hanya saja yang dikatakan den Devian dan den Dion ada benarnya. Seharusnya keinginan dan kebahagiaan seseorang itu tak bisa di atur oleh orang lain. Karena keinginan dan kebahagiaan seseorang hanya bisa dirasakan dan di atur oleh pemilik hidupnya sendiri saja. Karena yang menjalani dan merasakan dia sendiri bukan orang lain. Mungkin orang lain hanya melihat dan menilai tapi tidak merasakan. Kebahagiaan seseorang tidak bisa diukur dengan apa yang terlihat, namun kebahagiaan itu hanya bisa dirasakan. Jadi saya berpikir biarkan den Devian memilih kebahagiaannya sendiri, saya tahu niat Tuan Arie baik. Tapi apa yang kita nilai baik belum tentu sama dengan pemikiran orang tersebut. Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk bisa sama dengan kita,” jawab Daisy bijak. “Berarti menurutmu saya salah? Padahal saya hanya menginginkan anak-anakku mendapatkan orang yang tepat dan saya ingin mereka bahagia.” Daisy tersenyum. “Coba Tuan pikirkan kembali, apakah itu benar untuk kebahagiaan mereka atau hanya keinginan Tuan semata. Maaf jika saya lancang Tuan, terkadang kita memakai alasan orang lain untuk menyelamatkan diri kita sendiri tanpa kita sadari. Maka itu coba Tuan Arie pikirkan baik-baik sekali lagi tentang itu. Yang dibilang Tuan Dion juga ada benarnya, bahwa tidak semua bisa sama seperti kisah Nyonya dan Tuan walaupun sebenarnya saya tidak tahu bagaimana kisah Tuan dan Nyonya. Tapi saya yakin kebahagiaan seseorang sudah punya jalannya sendiri.” Kini Arie tidak lagi menjawab ataupun bertanya pada Daisy. Pria itu hanya diam, Daisy kembali melanjutkan pekerjaannya membereskan meja tersebut. Arie dengan tiba-tiba bangkit berdiri membuat Daisy memberhentikan pekerjaannya agar ia membiarkan pria paruh baya itu untuk pergi terlebih dahulu. “Terima kasih sudah menjawab pertanyaanku Daisy,” ucap Arie sambil menepuk bahu Daisy dan tersenyum. “Sama-sama Tuan, apa sudah selesai sarapan?” Arie menganggukkan kepalanya pelan. “Sudah, terima kasih atas pelayannya. Saya pergi, tolong sampaikan pada Kamila.” Sebelum pergi Arie meremas bahu Daisy sebagai ucapan terima kasihnya. Daisy menganggukkan kepalanya paham dan tersenyum membalas Ayah dari Devian dan Dion itu. Setelah Arie pergi, wanita itu menghela napasnya panjang. Ia merasa lega setelah pria itu pergi, ia kaget ditanya seperti itu. Daisy jadi berpikir tentang Devian sekarang, ia tak tahu harus bersikap bagaimana dengan Devian nanti. *** “Aku merindukanmu.” Daisy terpekik kaget saat tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Ia sedang membersihkan kamar Devian, karena tadi pagi ia tak sempat. Maka itu Daisy membersihkannya di malam hari sebelum pria itu pulang. Namun siapa yang sangka jika ternyata Devian pulang lebih awal. Daisy tidak tahu jika pria itu sudah pulang, kapan masuknya dan jam berapa pulang. “Kenapa kamu sudah pulang Mas?” tanya Daisy tak suka sambil melepaskan pelukan Devian padanya. Ia mendorong Devian agar menjauh darinya dan kini wanita itu berbalik menatap Devian tak suka. “Kenapa sepertinya kamu tak suka dengan kedatanganku? Kamu sedang kesal? Apa yang kini menjadi masalahmu?” tanya Devian penasaran. “Aku nggak punya masalah apa-apa. Aku hanya nggak suka kamu mengejutkanku seperti tadi.” Daisy berusaha mengalihkan dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Namun hal itu dipakai oleh Devian untuk memeluk Daisy kembali dari belakang. “Lepas Devian, jangan seperti ini. Bagaimana kalau ada yang melihat kita?” Pria itu mengernyitkan keningnya bingung. “Kamu kenapa?” tanya Devian saat Daisy melepaskan pelukannya. “Ini kamarku, aku juga sudah menutup pintu dan menguncinya. Tidak akan ada yang melihat kita, bahkan kita sudah melakukan hal lebih. Kenapa sekarang kamu takut kita ketahuan? Kamu bukan karena takut, tapi kamu mengindariku, ‘kan?” tanya Devian dengan penuh selidik. “Aku tidak menghindarimu, buat apa aku menghindarimu. Aku hanya sedang tidak ingin diperlakukan seperti itu.” Daisy kembali mengerjakan pekerjaannya, namun sebelum Daisy melakukannya Devian menahan lengan Daisy dan mendorong wanita itu sehingga berbaring di atas tempat tidurnya. Devian langsung saja menindih Daisy dan mengangkat tangan wanita itu ke atas agar Daisy tidak mendorongnya untuk menolaknya. “Katakan, ada apa denganmu sebenarnya? Aku tahu kamu sedang menghindariku, apa aku melakukan kesalahan?” tanya Devian dengan lekat, pandangan keduanya bertemu bahkan napas mereka saling menerpa di wajah masing-masing. Daisy terpaku dengan tatapan Devian padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN