“Mas, jawab aku. Siapa dia? Pacar kamu? Selain punya calon tunangan kamu juga punya pacar? Kamu bilang kamu hanya akan melakukannya denganku, tapi kamu sendiri masih punya kekasih? Kamu sangat jahat Devian! Aku tak mau merusak hubungan seseorang. Aku juga nggak mau terkena penyakit karena kamu melakukan pada banyak wanita. Aku nggak bisa seperti ini,” tegas Daisy. Pria itu langsung saja menahan Daisy yang hendak bangkit itu.
“Aku mabuk, aku tak sadar bagaimana aku tahu siapa yang sedang kupikirkan saat itu?” tanya Devian sekaligus membela dirinya. “Aku terbiasa mengatakan hal yang aneh di saat mabuk, percayalah padaku. Aku nggak mempunyai kekasih atau siapapun itu, hanya kamu satu-satunya yang kuinginkan tidak yang lain. Termasuk tunangan yang tak kuharapkan itu. Aku berani bersumpah kalau kamu mau aku melakukan hal itu,” pungkas Devian dengan tegas. “Aku tidak hanya mau kamu menjadi pelayan yang melayaniku, bagaimana kalau menjadi kekasihku juga?” tanya Devian membuat Daisy terkejut.
“Kamu gila?” tanya Daisy tanpa sadar.
“Kamu terkejut? Aku serius ketika mengatakannya. Bagaimana kalau kamu jadi kekasihku?” tanya Devian lagi membuat Daisy terdiam. “Mungkin kamu masih belum percaya, mungkin kamu masih ragu karena ini terlalu cepat. Tapi aku mengatakannya dengan serius, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap. Aku hanya menginginkanmu, tak pernah sebelumnya aku seyakin ini pada seorang wanita,” tegas Devian.
“Tapi bagaimana bisa? Kamu sedang tidak berbohong bukan? Kalau kamu ketahuan berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Kini Daisy berbicara dengan tegas, ia tak peduli dengan statusnya sebagai pelayan. Devian tak menganggapnya sebagai pelayan, namun pria itu menginginkannya lebih. Itu berarti ia punya hak untuk bersikap lebih bukan?
“Ya, aku akan membuktikannya padamu. Aku pria yang tidak punya kekasih. Mungkin aku mempunyai banyak wanita di masa lalu, tapi saat ini hanya kamu saja. Aku selama ini hanya bermain pada mereka, aku janji hanya akan menginginkanmu saja. Apa kamu juga akan melakukan hal yang sama?” Daisy menganggukkan kepalanya dan kembali berbaring di atas d**a pria itu.
“Ya aku juga hanya akan mengandalkanmu saja. Jika kamu setia aku akan melakukannya, tapi jika kamu bermain di belakangku aku akan melakukan lebih dari pada itu,” ancam Daisy membuat Devian tertawa kecil.
“Kamu sangat menakutkan,” goda Devian. “Tapi entah kenapa aku ingat permainanmu malam itu. Aku sangat menikmatinya,” ungkap Devian dengan jujur. “Aku terkejut melihatmu ada di rumah pagi itu. Aku saja terkejut saat bangun dengan keadaan tidak menggunakan apa-apa, lalu aku mengingat apa yang terjadi malam itu. Maka itu aku langsung mengenalmu.”
“Aku pikir kamu akan lupa, ternyata aku salah.”
“Apa kamu menyesal melakukannya?” tanya Devian dengan serius.
“Jika aku menyesal, maka aku tidak akan di sini sekarang bersamamu,” jawab Daisy ketus.
“Kamu benar.” Devian kini mengubah posisinya dengan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Daisy.
“Apa kamar ini kedap suara?” Kini Devian menatap Daisy.
“Apa kamu takut ada yang mendengarkan kita?” Daisy menganggukkan kepalanya pelan.
“Aku tidak tahu apa kata mereka tentangku saat mereka tahu aku tidur denganmu. Aku belum siap untuk menerima akibat apapun itu. Kamu harus bisa menahan diri di depan mereka.”
“Aku akan berusaha, entah kenapa aku tak bisa menahan diri saat melihatmu. Aku langsung membayangkan kamu tak menggunakan apa-apa di balik pakaian yang kamu gunakan,” ungkap Devian dan Daisy berdecak.
“Nafsu dan isi kepalamu sepertinya harus di siram dengan air supaya sadar.” Devian menatap Daisy kini dengan menaikkan alisnya.
“Sepertinya kamu lebih berani sekarang, sebelumnya kamu tak seberani ini,” goda pria itu.
“Kamu menginginkanku lebih, sudah pasti itu mempengaruhi. Apa kamu ingin kita membatalkan semuanya?” Tantang Daisy membuat Devian geram. Pria itu menarik puncak bukit kembar milik Daisy sebelah kanan membuat wanita itu memekik.
“Jangan membuatku kesal atau aku akan menghukummu,” ancam Devian.
“Kamu benar-benar gila.”
“Ya aku gila karenamu,” kata Devian dengan tegas.
“Kamu tidak takut menjalin hubungan seperti ini?” Entah mengapa Daisy suka dengan pembicaraan mereka malam ini.
“Takut kenapa? Aku tidak takut akan apapun, hanya saja saat ini kita harus menyembunyikannya. Sampai semuanya siap, lalu aku akan bilang pada orangtuaku.” Daisy terkejut saat mendengarnya.
“Kamu ingin mmeberitahu orangtuamu? Untuk apa? Hubungan kita tak seserius itu bukan?” tanya Daisy.
Ia tak yakin dengan hubungannya dengan Devian akan berhasil. Yang ia tahu saat ini keduanya memang punya hubungan, hanya saja seperti saling membutuhkan untuk b******a tidak lebih. Daisy takut terlalu jauh berharap pada hubungan ini. Walaupun ia juga tak yakin untuk tidak jatuh dalam pesona Devian Vander Armani.
“Bukankah setiap wanita ingin kepastian?” tanya Devian membuat Daisy terdiam sejenak.
“Aku akan keluar sebentar lagi, kalau terlalu lama di sini mereka bisa curiga. Terutama Dian, dia sangat memperhatikanku,” kata Daisy mengalihkan sambil memejamkan matanya sejenak.
“Apa kamarmu tak nyaman? Aku bisa meminta Mommy untuk memindahkanmu di kamar sebelah,” usul Devian membuat Daisy membuka matanya.
“Apa kamu mau aku pergi sekarang? Kamu sangat jahat Devian jika memang menginginkan itu. Kamu menyuruhku pergi di saat kamu sudah mendapatkan keinginanmu.” Devian berdecak.
“Kamu sangat sensitive sekali Daisy,” balas Devian tak mau kalah. “Aku hanya bertanya, apa itu salah?” Lanjutnya lagi.
“Jika kamu meminta itu, kamu akan menunjukkan pada mereka kalau kita punya hubungan. Kita tidak cukup dekat di depan mereka untuk seorang Devian meminta kamar untuk seorang Daisy bukan? Kecuali Dion yang memintanya itu masih masuk akal. Aku menyukai kamarku, tenang saja.”
“Apa kamu dekat dengan pria itu?” Daisy mengernyitkan keningnya.
“Siapa maksudmu?” tanyanya.
“Siapa lagi nama pria yang kamu sebutkan barusan.” Daisy menghela napasnya kasar.
“Kamu bisa mengulang namanya, dia adikmu. Kenapa sepertinya susah sekali mengatakan Dion,” sindir Daisy.
“Jadi apakah kamu dekat dengannya?” tanya Devian lagi, ia tak menanggapi perkataan Daisy barusan. Hal itu membuat Daisy memikirkan apa yang terjadi tadi dengannya dan Dion. “Apa kamu memikirkan pria lain saat bersamaku?” tegur Devian membuat Daisy akhirnya sadar.
“Tidak begitu, biasa saja. Dia hanya sering memintaku membantunya, itu bagian dari pekerjaanku,” jawab Daisy dengan cepat, ia berusaha bersikap biasa saja agar Devian percaya.
“Jangan terlalu dekat padanya, karena aku tak suka berbagi. Aku tak suka kamu dekat dengannya, jadi jaga jarak. Kamu hanya milikku, kamu harus tahu itu.”
“Ya, aku ingin tidur sebentar diamlah.” Daisy memiringkan tubuhnya hingga membelakangi pria itu. Devian langsung menarik Daisy mendekat sehingga dadanya menempel di punggung Daisy. Kepunyaan Devian tepat berada di b****g kenyal milik wanita itu.
“Jika seperti ini aku tidak akan bisa tidur, kamu sedang mencobai dirimu sendiri jika seperti ini. Aku tahu kamu masih menginginkannya lagi bukan?” Daisy tak jadi memejamkan matanya, karena ia bisa merasakan kepunyaan Devian kembali menegang.
“Apa kamu masih bisa?” tanya Devian dengan ragu.
“Hmmm, dari pada tidurku terganggu melihatmu gelisah.” Kini Daisy berbalik dan Devian langsung saja mencium bibir wanita itu.
Pada malam itu mereka kembali mengulangnya, Daisy pikir Devian melakukannya cukup sekali saja karena mereka sudah melakukannya lebih sebelumnya. Namun ia salah, karena Devian terus saja memompanya sampai dini hari. Daisy bahkan sampai tidak bisa membalas Devian dan membiarkan pria itu yang bekerja sendiri menyerangnya. Daisy hanya bisa menerima dan mengerang setiap Devian memompanya dengan keras.
***
Daisy terbangun dari tidurnya, ia segera melihat jam yang ada di dinding. Wanita itu langsung saja bangkit dan turun dari ranjang. Devian terbangun karena aksi Daisy itu. Dengan cepat ia memakaikan kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Semuanya sudah tidak sesuai dengan apa yang di rencanakannya. Daisy pikir ia bisa turun sebelum pagi, tetapi ternyata ia salah.
Semuanya gagal karena Devian terus saja menyerangnya, ia kelelahan dan membuat wanita itu terlambat bangun. Daisy sedikit takut, jika ia turun dan ada yang melihatnya. Sebisa mungkin Daisy memperbaiki penampilannya, walaupun sebenernya ia tak yakin dengan penampilannya.
“Kamu baru bangun?” tanya Devian saat ia membuka matanya sedikit, ia masih mengantuk dan ingin tidur lagi.
“Iya, aku terlambat bangun dan ini semua karenamu,” jawab Daisy dengan ketus. “Jika aku terkena masalah aku akan menyalahkanmu.” Setelah mengatakan itu Daisy keluar dari kamar Devian.
Sedangkan Devian tersenyum kecil lalu melanjutkan tidurnya. Dengan perlahan Daisy turun ke bawah, bahkan wanita itu juga mengendap-endap seperti pencuri supaya tidak ketahuan. Ia melihat lampu di bawah masih mati. Daisy merasa lega. Namun saat ia berbalik hendak ke kamarnya namanya dipanggil membuat Daisy terdiam mematung, jantungnya berdetak dengan sangat cepat.
“Daisy, kenapa kamu turun dari atas?” tanya Dian Daisy membalikkan badannya dan melihat Dian memperhatikannya. Wanita paruh baya itu menilai Daisy dari atas sampai bawah. “Penampilanmu juga sangat berantakan,” kata Dian dengan curiga. Daisy tersenyum tak enak hati sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.
“Aku baru bangun dan belum mandi, maafkan aku. Aku memang habis dari atas, dari kamar den Devian. Tadi malam den Devian memintaku untuk membangunkannya pagi ini. Aku terlambat bangun, aku takut akan buat den Devian terlambat jadi aku segera naik. Tapi ternyata acaranya batal, jadi den Devian tidak jadi pergi,” jawab Daisy sambil tersenyum.
“Benarkah?” tanya Dian tak yakin.
“Iya, Den Devian saja kaget melihat penampilanku. Aku sangat buruk bukan?” tanya Daisy dengan tertawa. “Aku pergi sebentar untuk mandi, aku akan kembali setelah itu.” Lanjutnya lagi.
Dian masih saja melihat Daisy yang baru pergi, ia seperti tidak yakin dengan perkataan Daisy. Tapi ia juga tak bisa bertanya pada Devian. Tak ada satu orangpun yang bisa mendekati seorang Devian. Namun saat pria itu meminta pertolongan pada Daisy membuatnya sedikit aneh. Tapi Dian tidak mau terlalu memikirkan, ia kembali melanjutkan pekerjaannya.