Bab 3 - Tawaran

1827 Kata
“Hai, kamu lagi apa?” tanya Dion yang baru saja pulang. “Aku sedang menyiapkan makan malam. Apa kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Daisy ramah membaut Dion tersenyum senang. “Aku ingin mandi, bisa menyiapkan air hangat untukku?” tanya Dion sambil membuka jas miliknya. Daisy menganggukkan kepalanya lalu pergi ke dapur sejenak. Setelah itu Daisy langsung saja naik ke atas dan Dion membuka kemeja serta kaosnya sambil memperhatikan Daisy yang sudah berada di kamar mandi. Dion menilai Daisy dari belakang, sebagai pria normal Dion menyukai Daisy. Daisy menungging tanpa sadar sehingga Dion semakin tergoda, terutama Daisy mempunyai b****g yang cukup padat dan indah. Dion masuk ke dalam kamar mandi dan mendekati Daisy. Lalu Dion sengaja berdiri tepat di belakang Daisy. “Apa kamu sudah punya pacar?” tanya Dion membuat Daisy terkejut. Wanita itu bergerak mundur ke belakang dan mengenai Dion sehingga Dion harus memeluk pinggang Daisy agar wanita itu tak terjatuh. “Maaf, aku tak sengaja,” kata Daisy tak enak hati. “It’s okay. Kamu belum jawab pertanyaan aku, kamu udah punya pacar?” tanya Dion masih memeluk pinggang Daisy. Jarak keduanya sangat dekat, tubuh keduanya saling menempel. “Untuk apa kamu tahu itu?” tanya Daisy bingung. “Jawab saja.” “Aku belum punya pacar,” jawab Daisy gugup membuat Dion tersenyum lebar. Dion mengelus pipi lembut milik Daisy. “Sepertinya aku menyukaimu,” bisik Dion sambil mengecup telinga Daisy. Tangan Daisy terkepal menahan dirinya, lalu Daisy mendorong Dion dengan cukup kuat sampai pria itu bergerak mundur. “Maaf,” lirih Daisy. Setelah mengatakan itu Daisy berjalan keluar dari kamar Dion. Ia langsung saja menutup pintunya dan menghela napasnya dengan kasar. Daisy mencoba menenangkan dirinya tanpa ia sadari bahwa Devian melihatnya keluar dari kamar Dion dan bersikap seperti itu. Devian baru saja pulang. “Apa yang kamu lakukan di kamar Dion?” tanya Devian sarkas membuat Daisy terkejut. “Den Devian” pekik Daisy terkejut. “Ke kamarku sekarang!” perintah Devian. Pria itu masuk ke dalam kamarnya lalu Daisy mengikuti Devian. “Tutup pintunya,” kata Devian lagi dan Daisy mengikuti perintah Devian. Pria itu duduk di tepi ranjang dan Daisy mendekati Devian. Saat Daisy mendekat Devian langsung saja mendudukkannya di atas pangkuannya membuat Daisy terkejut. “Den, apa yang mau ka---” “Panggil aku seperti kamu memanggilku tadi malam!” potong Devian “Tidak ada kata saya, tapi kata aku. Tidak ada kata den di saat kita berdua, apa kamu lupa bagaimana tadi malam kamu memanggilku, hm?” tanya Devian sambil menatap Daisy tajam. Bahkan Daisy sampai tak berani menatap wajah Devian. “Saya tidak bisa sep--” “Bisa, kamu bisa melakukannya!” potong Devian cepat. “Dengan Dion saja bisa, kenapa denganku tidak? Coba ulangi, bagaimana kamu memanggilku tadi malam?” tanya Devian lagi. Pria itu memegang dagu Daisy agar menatapnya. Daisy dengan takut-takut menatap Devian. “Mas Devian?” lirih Daisy membuat Devian tersenyum. “Ya seperti itu, panggil aku seperti itu di saat kita berdua. Lalu aku mau kamu menjadi kekasihku, aku mau kamu menjadi teman tidurku. Sepertinya aku akan membutuhkanmu nanti terutama di saat aku membutuhkanmu di ranjang.” “Maksudnya bagaimana?” tanya Daisy bingung. “Apa perkataanku belum cukup jelas? Kamu bukan hanya sekedar pelayan biasa untukku. Tapi kamu harus melayaniku juga untuk hal yang lain. Aku ini majikanmu, kamu harus melayani semua hal apapun yang ingin kulakukan. Kamu harus menjadi teman tidurku, kamu milikku. Permainanmu malam itu tak bisa kulupakan sama sekali. Aku membutuhkanmu,” desis Devian. Melihat mata Devian yang menatapnya tajam dan tangan Devian yang mencengkram pahanya membuat Daisy takut. “Tapi Mas, aku hanyalah se…” “Tidak ada penolakan Daisy Lynelle,” desis Devian membuat Daisy takut saat Devian memanggil namanya lengkap. Bahkan Daisy tak pernah memberitahu nama lengkapnya pada Devian. Bagaimana bisa Devian tahu? Terdengar suara ketukan di pintu membuat Daisy langsung saja bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu lalu membukanya. “Ada tamu untuk den Devian di bawah,” kata Dian sebagai kepala pelayan. Devian yang mendengar itu langsung saja bangkit berdiri dan mendekati Daisy. “Siapa?” tanya Devian. “Calon tunangannya den Devian datang,” jawab Dian membuat Daisy yang mendengar terkejut. Daisy langsung saja menatap Devian. Baru saja Devian mengajaknya untuk menjalin hubungan, namun pada faktanya Devian sudah mempunyai tunangan. Devian berdecak kesal lalu keduanya turun ke bawah. Saat di bawah sudah ada seorang wanita cantik bersama dengan kedua orangtua Devian. Wanita itu sangat cantik, rambutnya pendek, kulitnya putih dan tinggi, badannya juga sangat proposional. Daisy yang melihat wanita itu merasa insecure. “Untuk apa kamu datang ke sini?” tanya Devian tak suka. Namun wanita itu tak goyah sama sekali, wanita itu masih saja terus tersenyum. “Devian, jaga bicaramu,” tegur Arie. “Fiona akan ikut makan malam dengan kita. Lagi pula dia sebentar lagi akan menjadi bagian keluarga kita. Fiona akan menjadi istrimu sebentar lagi, kalau kalian akan tunangan,” tegas Arie. “Harus berapa kali saya mengatakannya? Saya tidak akan menikah dengannya, tak akan ada yang bisa paksa saya untuk melakukan hal itu. Kenapa harus saya? Biarkan saja dia menikah dengan Dion, anak anda bukan hanya satu,” desis Devian. “Tapi kamu yang akan menjadi penerus perusahaan bukan Dion!” tegas Arie membuat Kamila menatap suaminya. “Jadi harus kamu yang menikah dengan Fiona, bukan Dion,” lanjut Arie lagi. “Saya tidak akan melakukannya,” tegas Devian sambil kembali naik ke atas menuju kamarnya. “Bawa makan malamku ke kamar,” kata Devian dengan nada memerintah. Sebelum pergi menyiapkan makan malam tersebut, Daisy mendengar Arie meminta maaf pada Fiona. Saat masuk Daisy tak menemukan keberadaan Devian. Daisy menyiapkan makanan itu di atas meja. Tiba-tiba Devian keluar dari kamar mandi lalu duduk di sofa. Devian tak menggunakan baju, hanya celana pendek selutut saja. Daisy memegang nampan yang dibawanya dengan erat melihat pesona Devian itu. “Sudah selesai den. Nanti kalau sudah selesai panggil saya saja,” kata Daisy namun Devian menatapnya dengan tajam. “Apa ada yang masih kurang den?” tanya Daisy bingung. “Panggilanmu,” tegur Devian membuat Daisy membekap mulutnya sendiri. “Maaf Mas,” lirih Daisy. Devian menarik Daisy dan kembali mendudukkannya di pangkuannya. “Mas, jangan seperti ini,” tolak Daisy hendak berdiri namun Devian kembali menahannya. “Aku paling tak suka dibantah dan ditolak,” desis Devian. “Bagaimana dengan tawaranku tadi. Tidak ada penolakan Daisy,” tegas Devian membuat Daisy terdiam sejenak. “Kalau tidak ada penolakan lalu buat apa kamu bertanya lagi?” tanya Daisy dengan berani membuat Devian tersenyum mendengar pertanyaan Daisy. “Tapi bagaimana bisa aku menerimanya? Kamu sudah punya calon istri. Kamu akan menyakitinya, kamu akan menikah dengannya.” “Aku tak peduli dia akan sakit hati atau tidak. Kamu juga sudah mendengarnya tadi, kalau aku tak mau menikah dengannya. Pernikahan kami hanya karena bisnis, kamu nggak bisa menolaknya. Aku tahu kamu membutuhkan uang, ‘kan? Aku akan membayarmu setiap kali kamu melayaniku. Tenang saja aku akan membayarnya dengan bayaran yang tinggi. Aku bisa saja menjebakmu. Aku bisa mengatakan bahwa kamu menggodaku dan pada akhirnya kamu dipecat. Bukannya kamu baru satu minggu bekerja di sini? Bagaimana?” ancam Devian membuat Daisy takut. Di satu sisi Daisy mengakui bahwa ia tepesona dengan Devian yang begitu menggoda. Daisy tak bisa pungkiri hal itu, Devian mempunyai sesuatu yang bisa membuatnya gila. Tapi Daisy terlalu takut dan ia tahu bahwa hal ini tak benar. “Bagaimana bisa aku melakukan hal itu? Aku hanyalah seorang pelayan. Aku ha--” “Kamu akan tetap menjadi pelayanku, tapi kali ini statusmu sedikit berbeda!” potong Devian. “Kamu juga harus menjadi melayaniku di ranjang. Aku tahu kamu juga menginginkannya. Aku tahu kalau kamu menikmatinya malam itu. Bukankah kamu juga menginginkannya?” goda Devian dengan mengelus paha Daisy dan ia menaik turunkan alisnya. “Aku juga menginginkanmu, aku pikir kita berada dikeinginan yang sama.” Kali ini tangannya sudah masuk menyentuh titik sensitf milik Daisy membuat wanita itu memejamkan matanya. Devian tersenyum senang ketika Daisy sudah mulai menikmati sentuhannya. Tanpa dijawab Devian tahu apa jawaban Daisy. Devian segera menggendong Daisy lalu membaringkannya di atas ranjang miliknya. Daisy membuka matanya dan menatap Devian dengan tatapan sayu. Devian tersenyum dengan lebar melihat Daisy yang terlihat begitu menginginkannya. “Siap bermain denganku malam ini?” tanya Devian dan Daisy menganggukkan kepalanya pelan. Devian segera membuka pakaian Daisy dan permainan malam itu dimulai. Daisy tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, ia benar-benar terjerat ranjang panas majikannya. Daisy menikmati setiap sentuhan yang diberikan Devian padanya. Suara lenguhan terdengar dari mulut Daisy membuat Devian semakin bersemangat. Devian sangat tahu bagaimana cara menyenangkan Daisy dan membuat wanita itu sampai kehilangan akal. Keringat keduanya kini mulai bercucuran, cukup panas dibandingkan permainan sebelumnya. Kini keduanya bermain dengan kesadaran yang penuh. Kini Devian bisa merasakan lebih gila lagi karena Daisy juga ternyata pemain yang sangat handal. Milik Daisy seakan menjepit miliknya. Sampai akhirnya Devian mendapatkan pelepasannya lalu ambruk di atas tubuh Daisy. Keduanya berpelukan, Daisy membiarkan Devian berada di atasnya. Tangannya terulur mengelus puncak kepala milik Devian membuat pria itu tersenyum. Setelah napasnya mulai teratur, Devian menggeser tubuhnya untuk berbaring di samping Daisy. Keduanya melihat langit-langit kamar Devian dengan keadaan masih tak menggunakan apapun. “Apa kamu sering melakukannya dengan pacarmu?” tanya Devian. “Aku tak punya pacar,” jawab Daisy dengan cepat. “Mungkin dengan mantan pacar? Kamu sangat nikmat dan hebat, aku tahu kalau kamu juga cukup pintar. Jadi aku pikir kamu mungkin sering melakukannya,” kata Devian membuat Daisy terdiam sejenak. “Mungkin sama dengan kamu Mas, apa kamu juga sering melakukannya dengan wanita lain? Melihat bagaimana kamu melakukannya denganku tanpa beban, sepertinya kamu sudah terbiasa melakukan hal ini,” kata Daisy membuat Devian tertawa. “Aku memang sering melakukannya, tapi tidak dengan sembarangan orang. Mungkin aku tak akan melakukannya lagi dengan orang lain, karena aku sudah punya kamu. Aku akan melakukannya seterusnya denganmu, aku janji,” kata Devian membuat Daisy terkejut dengan pernyataan Devian itu. Daisy bahkan sampai menoleh ke samping untuk melihat apakah Devian berkata dengan sungguh atau tidak. “Kenapa? Kamu nggak percaya? Aku tak butuh wanita lain untuk menemaniku, aku hanya akan membutuhkanmu mulai dari sekarang. Aku akan melakukannya hanya denganmu,” kata Devian lagi dengan tegas. Daisy bahkan sampai terpukau dengan perkataan Devian itu. Ia tak tahu kenapa Devian mengatakan hal itu, di satu sisi Daisy takut jika Devian mempunyai niat lain padanya. “Apa aku boleh bertanya sesuatu Mas?” tanya Daisy pelan. “Mau tanya apa?” tanya Devian dengan semangat sambil memiringkan tubuhnya dan menggunakan tangannya untuk menopang kepalanya. “Siapa yang pernah tinggalin kamu Mas? Siapa orang yang kamu maksud pada malam itu?” tanya Daisy. “Maksudnya? Aku tak paham.” “Saat kamu mabuk, kamu mengatakan untuk tidak pergi meninggalkan kamu. Terus kamu bilang kenapa kamu pergi? Siapa yang kamu maksud pada malam itu Mas? Siapa yang pergi meninggalkan kamu?” tanya Daisy serius membuat Devian yang mendengarnya terkejut. Devian seolah terpaku dan tak tahu mau menjawab apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN