Bab 2 - Ingatan

1678 Kata
Devian membuka pintu kamarnya dengan kasar lalu menutupnya dengan keras membuat Daisy yang sedang membersihkan tempat tidur kaget terperanjat dan segera berbalik. “Hah, kamu mengejutkan Mas. Maaf kalau saya masuk ke dalam kamar tanpa memberitahu, saya pikir den Devian sudah pergi tadi. Saya akan keluar se—“ “Tetap di sini, aku ingin bicara sama kamu sebentar!” potong Devian dengan dingin. Pria itu duduk di salah satu sofa yang ada di sudut ruangan miliknya. “Kemarilah!” perintah Devian membuat Daisy mendekat dan berdiri di depan pria itu sambil menundukkan kepalanya. Wanita itu tak berani melihat ke arah Devian. Sedangkan pria itu akhirnya menilai Daisy dari atas sampai bawah. Daisy memiliki bentuk tubuh yang bagus, di beberapa bagian membesar dan itu sungguh menggoda. Apa lagi Devian mengingat apa yang ada di balik pakaian yang digunakan Daisy. Jujur saja tadi malam Devian menikmati permainan tersebut dan ia menyukai tubuh Daisy. “Aku ingat apa yang terjadi tadi malam di sini,” kata Devian dengan tegas sambil menatap Daisy. Wanita itu terkejut dan membalas tatapan Devian. “Benarkah?” tanya Daisy tak yakin. “Tapi saya tidak mengg—“ “Ya aku tahu!” potong Devian dengan cepat, pria itu tahu apa yang ingin disampaikan oleh Daisy. “Aku mabuk tadi malam, aku nggak sadar. Saat aku mabuk pasti melakukan hal yang gila, tapi apa kamu tak masalah? Maksudku, say—“ “Tak apa Mas eh den, saya bisa paham!” potong Daisy. “Saya tidak akan mempermasalahkan hal itu. Kamu sedang mabuk, kamu tidak benar-benar ingin melakukannya bukan? Saya janji tidak akan membahas ini ataupun bilang pada siapapun. Biar saja kita berdua yang tahu atau kamu bisa melupakannya, anggap saja tidak ada yang terjadi tadi malam,” kata Daisy dengan cepat. “Benarkah?” tanya Devian tak yakin. “Jujur aku tidak menyesal melakukannya, kamu sangat pintar dan tubuhmu bagus. Aku menginginkannya.” Daisy terkejut mendengar hal itu. “Benarkah? Tapi seharusnya saya tidak melakukan itu, saya hanya pelayan di sini. Saya harusnya bisa menghindar tadi malam, tapi saya tidak bisa melakukannya,” ungkap Daisy. “Kamu bisa merahasiakan ini dari kedua orang tuaku, ‘kan?” tanya Devian dan Daisy dengan cepat menganggukkan kepalanya. “Saya janji akan merahasiakan ini, lupakan saja yang terjadi tadi malam Tuan. Saya tidak ak—“ “Kalau aku membutuhkan bantuanmu untuk itu bagaimana?” potong Devian. “Apakah kamu bersedia? Kamu tidak marah? Apakah kamu mau membantuku?” tanya Devian beruntun membuat Daisy membelakkan matanya karena terkejut. Tiba-tiba pintu kamar Devian terbuka dengan sangat keras sehingga membuat Daisy dan Devian terkejut. Lalu keduanya kompak menoleh ke arah pintu. “Kamu di sini ternyata, aku mencarimu kemana-mana,” ucap Dion sambil berjalan mendekati Devian dan Daisy. “Ada apa? Apa yang terjadi dengan wajah kalian berdua, seperti se—“ “Anda nggak bisa mengetuk pintu sebelum masuk? Jangan sembarangan masuk! Ini kamar saya bukan kamarmu! Anda harus tahu batasan dan punya sopan santun!” teriak Devian dengan keras sambil bangkit berdiri. “Bang ta—“ “Keluar dari kamarku sekarang!” potong Devian sambil mendesis marah. “Ayo keluar,” ajak Dion sambil menarik tangan Daisy dan membawanya keluar dari kamar Devian. Pria itu membawa Daisy kini masuk ke dalam kamarnya. “Mungkin kamu kaget melihat sikap Devian, tapi dia memang seperti itu. Dia suka marah dan berteriak, dia dingin pada semua orang. Dia bertahan di rumah ini karena ancaman Papa, kalau bukan karena itu dia tidak tinggal di rumah ini. Maka rumah ini menjadi tempat singgah saja, dia hanya ada di pagi hari dan pulang tengah malam. Kamu harus tahu itu. Kamu juga baru melihatnya, karena dia sangat gila bekerja. Dia baru pulang dari perjalanan bisnis,” jelas Dion dan Daisy tersenyum kecil menanggapinya, ia tidak tahu mau menjawab apa karena dirinya tak bertanya sama sekali mengenai itu. “Apa kamu perlu bantuanku den?” “Jangan panggil aku seperti itu, tadi sudah kukatakan bukan?” tanya Dion tak suka. “Maaf saya lupa, baiklah kamu perlu sesuatu Dion?” Koreksi Daisy, Dion tersenyum senang mendengar Daisy memanggil namanya. “Aku suka seperti itu,” ungkap Dion jujur. “Satu lagi pakai kata aku dan kamu jangan saya. Aku sangat tak suka,” pinta Dion lagi. Daisy terdiam sejenak lalu menganggukkan kepalanya. “Oh ya, aku ada pertemuan sebentar lagi dan aku ingin kamu membantuku untuk menyiapkan keperluanku seperti pakaian. Aku bingung memakai pakaian seperti apa nanti, kamu bisa membantuku? Aku akan menemani Papa dalam pertemuan bisnis, kira-kira pakaian apa yang cocok untukku?” Daisy mulai melihat pakaian yang menggantung dengan rapi, sementara Dion melihat ekpresi wajah Daisy yang begitu serius mengamati. “Bagaimana dengan ini?” tanya Daisy setelah memilih pakaian tersebut. Dion melihatnya lalu menganggukkan kepalanya. “Bagus, aku akan memakainya.” Dion langsung saja melepaskan pakaian tanpa peduli keberadaan Daisy di sana. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Daisy kaget membuat Dion berhenti. “Apa ada yang salah?” tanya Dion bingung dan Daisy menghembuskan napasnya kasar. “Aku akan menunggu di luar.” Daisy segera keluar dari ruangan tersebut dan menunggu di kamar pria itu sambil membersihkan tempat tidur berukuran besar itu. Tak butuh waktu lama, Dion keluar dan berdiri di hadapan Daisy. “Bagaimana?” tanya Dion. Daisy tersenyum senang melihatnya dan mendekati Dion, jarak keduanya sangat dekat bahkan Dion bisa merasakan hembusan napas Daisy. Karena wanita itu kini sedang memperbaiki dasinya yang belum rapi. “Sudah rapi, kamu sangat tampan,” puji Daisy sambil melihat Dion dari atas sampai bawah. “Benarkah?” tanya Dion sambil tertawa, pria itu sempat menahan napas saat Daisy berada di dekatnya. “Aku tampan karena kamu memilih pakaian yang tepat untukku. Untuk seterusnya kamu harus memilihkannya untukku.” “Oke,” jawab Daisy cepat. “Beritahu saja apa keperluanmu, aku akan melakukannya,” lanjut wanita itu lagi. “Kamu juga cantik, kamu tidak cocok bekerja sebagai pelayan. Bagaimana kalau kamu menjadi sekretarisku saja?” tanya Dion membuat Daisy mengernyitkan keningnya. “Apa ada yang salah dengan pekerjaanku?” tanya Daisy dan Dion menggelengkan kepalanya. “Pekerjaanmu tak salah, kamu yang tak cocok berada di pekerjaan ini. Kamu terlalu cantik untuk menjadi seorang pelayan, sepertinya kamu pintar. Kamu bisa memilihkan baju yang bagus untukku,” puji Dion dan Daisy tertawa. “Itu karena aku masih muda, aku terbiasa melihatnya di jaman sekarang. Mungkin pelayan yang lain sudah tidak muda jadi kamu tak bisa percaya pada mereka, benar?” Dion menganggukkan kepalanya. “Kamu ada benarnya juga. Kenapa kamu mau menjadi pelayan?” tanya Dion penasaran. “Aku membutuhkan uang.” “Kamu bisa bekerja denganku.” Daisy tertawa. “Tak perlu, aku suka dengan pekerjaan ini. Lagi pula ini yang sesuai denganku. Kamu pergi jam berapa? Kamu bisa terlambat, aku akan membersihkan kamarmu setelah kamu pergi.” “Syukurlah kamu mengingatkanku, baiklah terima kasih Daisy. Sampai bertemu nanti.” Dion berjalan keluar kamarnya dan meninggalkan wanita itu. Daisy melanjutkan pekerjaannya yaitu membersihkan kamar Dion beserta dengan membawa pakaian kotor pria itu. Sebelum turun ke bawah ia masuk ke dalam kamar Devian untuk dibersihkan. Ia sudah tidak melihat Devian berada di kamar tersebut. Wanita itu berniat mengganti seprai tempat tidur milik Devian. Daisy bisa melihat ada bekas cairan cinta keduanya melekat di sana. Melihat hal itu Daisy mengingat apa yang terjadi tadi malam. “Apa yang sedang kamu pikirkan?” Kini Daisy dikejutkan dengan Devian yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya menggunakan handuk putih yang melekat di pinggangnya. Kini Daisy kembali melihat d**a bidang pria itu, tadi malam ia menyentuhnya dan merasakannya. Melihat rambut Devian basah semakin menunjukkan kesan seksi dari pria itu. “Kamu melihat apa?” tanya Devian lagi membuat Daisy akhirnya sadar. “Maaf den, saya tidak tahu kalau kamu masih ada di dalam. Saya pikir tadi kamu sudah pergi, saya ingin membersihkan kamarmu.” “Ya, aku harus mandi lagi karenamu,” ungkap Devian membuat Daisy mengernyitkan keningnya bingung. “Maksudnya?” tanyanya. “Silahkan bersihkan, aku tidak akan menganggumu.” Devian membuka lemarinya untuk mengambil pakaiannya. Pria itu membuka handuknya sehingga Daisy kembali melihat pria itu kembali telanjang seketika membuat Daisy memekik. “Apa yang kamu lakukan!” Daisy menutup matanya dan Devian berbalik semakin menunjukkan kepunyaannya yang berdiri pada Daisy. “Bukankah kamu sudah melihatnya tadi malam? Kamu juga sudah merasakannya, kenapa harus malu?” Daisy menggelengkan kepala tak percaya, ia langsung saja berjalan beranjak keluar. Namun Devian menahannya dengan mencekal tangannya. “Kamu mau pergi kemana?” tanya Devian pelan, kini jarak keduanya sangat dekat. Daisy bahkan bisa merasakan bau mint dari mulut Devian. “Kamu tak menginginkannya? Bukankah tadi kamu juga bilang bahwa kamu tak bisa menolaknya?” Kini tangan Devian menggenggam tangan Daisy dan diarahkan pada kepunyaannya. Daisy kaget ketika tangannya memegang kepunyaan Devian yang terasa besar dan sudah menegang. “Saya tid—“ “Kamu bisa merasakannya lagi, kalau kamu mau!” potong Devian dengan cepat. Jantung Daisy berpacu dengan sangat cepat saat ini. “Den say—“ Perkataan Daisy terhenti, ia membuka mulutnya sedikit dan memejamkan matanya ketika Devian menyentuh titik sensitifnya. Daun telinga Daisy kini menjadi sasaran bibir Devian, pria itu menjilatnya dengan intens di sana. “Kamu menikmatinya, saya tahu. Maka itu kamu tak menghindar dan meninggalkanku bukan?” tanya Devian di sela jilatannya, tangan pria itu juga kini memegang tengkuk Daisy dan mengecup leher jenjang wanita itu. “Bahkan tadi malam aku meninggalkan bekas di sini.” Devian kembali meninggalkan jejak dengan menghisap leher Daisy sehingga meninggalkan bekas kemerahan. “Arghh!” pekik Daisy membuat Devian tersenyum senang. Dengan cepat Daisy mendorong Devian dengan keras membuat keduanya berjarak. “Den, maaf.” Setelah mengatakan itu Daisy langsung saja keluar dari kamar pria itu. Devian kali ini tidak menahan Daisy, ia tersenyum penuh arti dan membiarkan pelayannya itu keluar. Devian senang karena berhasil menggoda Daisy, ia berjanji tidak akan melepaskan Daisy. Sedangkan Daisy di luar memegang dadanya yang berdetak dengan sangat cepat. Napasnya tak beraturan karena Devian. Daisy memang harus terlibat dengan kedua pria tersebut. Daisy mendapat tugas mengurus Dion dan Devian secara bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN