Bersitegang

1323 Kata
“Loh, sayang. Kenapa makannya cuma diliatin saja. Ayo dimakan!” Winda kembali menegur Rizal karena sejak awal ia tidak bicara. “Ah, iya,” ucap Rizal. “Sayang, kamu kenapa?” bisik Winda ditelinga Rizal. Posisi mereka yang sangat dekat terlihat seolah berciuman, Lina hanya bisa berpura-pura tidak melihatnya, ia memaksakan diri untuk fokus ke makannya dan berusaha mendinginkan hatinya yang tiba-tiba panas. “Tidak apa-apa, ayo kita makan saja,” ucap Rizal mengelak. Winda tersenyum lalu menggenggam tangan Rizal dengan erat. Seolah ingin memperlihatkan kepada dua orang di hadapannya itu kalau ia sangat mencintai Rizal. Mereka pun mulai menyantap makanannta masing-masing, Rizal sesekali melirik ke arah Lina dan Leo bergantian sambil mengunyah makanannya. “Lina, kamu mau ini?” Leo menawarkan lauknya kepada gadis itu. “Ah, iya boleh. Loh, kau tidak suka?” tanya Lina. “Aku sebenarnya kurang suka makan cumi, kamu ambil saja, aku belum menyentuhnya, kok,” ucap Leo penuh perhatian. “Ya sudah, deh. Makasih. Sini berikan padaku” ucap Lina sambil tersenyum ke arah Leo. Pria itu pun dengan senang hati memberikan lauknya kepada gadis cantik yang menjadi incarannya kali ini. Sungguh, ia merasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia tidak menyangka akan mengenal sosik gadis yang sangat cantik ini. Hingga rasanya ia akan langsung melamarnya saja. Dan jika kencan pertama mereka berjalan dengan lancar, ia akan sungguh berterima kasih kepada Cindy. “Kamu juga makan, dong. Jangan kasi ke aku semua. Nanti aku jadi gendut.” Lina berusaha keras mengubah suasana hatinya yang gamang melihat kemeseraan Winda terhadap Rizal. Mencoba akrab dengan pria yang barus saja ia temui tadi, sesaat sebelum berangkat ke tempat ini. Untung saja, saat menelepon Leo, pria itu sedang bersantai di rumahnya. Sehingga semuanya berjalan sesuai yang ia harapkan. “Gak apa-apa kalau gendut. Cantikmu tidak akan memudar hanya dengan perubahan bentuk tubuh. Jadi makan yang banyak,” ucap Leo. Lina hanya tersenyum paksa mendengar rayuan penuh perhatian Leo kepadanya. “Tapi dia tidak bisa makan udang berlebihan, kulitnya akan memerah karena ale rgi. Jika kau belum terlalu mengenalnya, jangan bertindak diluar batasanmu!” tiba-tiba Rizal bersuara. Hening, tidak ada balasan untuk ucapan yang baru saja Rizal katakan. Winda menatap kekasihnya dengan tatapn penuh tanda tanya, begitu juga dengan Lina yang juga terkejut mendengar ucapan Rizal yang terdengar seperti seseorang yang sedang cemburu. Tapi tentu saja itu mustahil. Sedangkan Leo, yang hanya terseyum sinis. “Wah, kau terdengar sangat melindunginya. Atau kau merasa cemburu?” sindirnya dengan tajam. “Aku dokternya, tentu saja aku harus melindungi pasienku dari hal-hal yang akan merugikannya baik secara fisik ataupun mental.” Rizal membela diri. Ia tidak suka dianggap cemburu di depan kekasihnya, apalagi tudingan tidak benar. Suasananya menjadi canggung. Perasaan Lina mejadi tidak enak, jantungnya yang berusaha mati-matian ia redam kembali bergemuruh hebat. Tidak ingin larut dalam susana canggung itu, ia lalu beranjak dari tempatnya. “Ah, maaf, aku ke toilet sebentar,” ucap Lina lalu melangkah pergi menuju ruang belakang. Setelah Lina pergi, ketiganya masih terdiam. Rizal yang memang sejak tadi terlihat tidak suka dengan Leo hanya menatap pria itu dengan tatapan dingin. Sedangkan Winda yang merasa sikap Rizal sedikit aneh ke Leo mulia merasa curiga, apalagi mendengar sindiran Leo tadi. “Ah, ayo makan. Nanti makannya keburu dingin,” ucapnya berusaha mencairkan susana. Meskipun ia merasa ada yang aneh, ia tetap berusaha bersikap normal. Ia tidak ingin menampakkan rasa tidak enaknya hanya karena Leo menuding Rizal dengan hal yang tidak mungkin. Ia melirik ke arah Rizal yang masih tampak duduk kaku tanpa ekspresi, hatinya jadi bertanya-tanya, sejak tadi kekasihnya ini memikirkan apa? kenapa sikapnya langsung berubah 180 derajat saat melihat Lina datang bersama pria itu? Ia seakan sangat membenci pria itu, padahal ia sangat yakin, tidak mungkin Rizal cemburu. Sementara itu Lina masih berdiri mematung menatap wajahnya yang sangta tegang di depan cermin, suasana apa itu tadi? kenapa dokter Rizal seperti terang-terangan memperlihatkan rasa tidak sukanya kepada Leo? Apa dia mengatahui sesuatu tentang pria itu? ini memang tidak mungkin, tapi kenapa sikap dokter Rizal seperti orang yang sedang cemburu? “Lebih baik aku pergi saja. Sejak awal seharusnya aku tidak datang dan berada diantara mereka. Hah… aku pikir dengan membawa Leo bersamaku akan membuat suasana sedikit santai, dan aku merasa tertolong, tapi malah kacau begini,” gumannya sambil merapikan riasannya. Setelah merasa siap, Lina pun keluar dengan menghela nafas panjang. “Loh, kak, kemana mereka berdua pergi?” tanya Lina saat ia tidak melihat keberadaan Rizal dan Leo di meja makan. “Itu, tadi Rizal mengajak Leo bicara. Mereka pergi ke arah sana,” jawab Winda sambil meminum wine yang ada di hadapannya. “Oh, begitu rupanya. Memangnya mereka kenal, ya? ” tanya Lina, ia sengaja bersikap polos seolah semua baik-baik saja. Toh di melihat Winda baik-baik saja. Tapi tiba-tiba Winda menatapnya dengan serius, Lina menjadi was- was. “Hah… LIna, jujur saja. Apakah kau menyukai Rizal,?” Syok, tentu saja. Lina sangat terkejut mendengar ucapan tiba-tiba Winda. Ia menatap wanita itu dengan wajah tegang. Entah ia yang salah dengar atau apa, tapi sepertinya wanita ini bisa dengan cepat menyadari perasaannya? Bagaimana bisa? “Ah..?! e.. a-aku… tidak…” Lina tergagap karena panik dan gugup. Otaknya seketika kosong, Ia tidak tahu harus menjawab apa dan bagaimana menyikapi pertanyaan Winda. Semua terasa begitu tiba-tiba, sehingga menutup semua pjalan pikirannya untuk berdalih dan menciptakan alibi. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Gawat! “Ah, jangan panik bergitu, aku hanya bercanda kok, he..he…” seloroh Winda sambil terkekeh. Hah? Apa-apaan wanita ini? “Huh… kakak jangan bercanda seperti itu, dong. Mana mungkin saya berani menyukai pak dokter. Apalagi beliau sudah punya Kakak,” akhirnya bisa juga ia beralasan. “Iya, kau memang tidak boleh menyukainya. Karena hanya aku yang berhak untuk Rizal. Dia milikku dan hanya aku yang pantas untuknya, kau mengerti, kan?” tiba-tiba raut wajah Winda berubah dingin. Lina kembali terkejut, ia menatap Winda yang juga sedang menatap tajam ke arahnya. “Terus terang, setelah melihatmu, aku menjadi sangat takut Rizal akan berpaling. Apalagi aku menyadari sikapnya yang tiba-tiba dingin setelah melihtamu dengan Leo bersama. Aku jadi berpikir apakah kekasihku ini cemburu? Tapi aku yakin, dia tidak mungkin cemburu. Aku sudah harus ke Kanada besok, aku minta padamu, tolong jangan melakukan sesuatu yang bisa membuatnya terkesan padamu. Karena aku sangat khawatir, kecantikanmu itu bisa membuatnya luluh. Meskipun itu hal yang tidak mungkin karena dia adalah Rizal, dia sangat mencintaiku, dan lagi dia pria yang sangat setia. Tolong ingat perkataanku ini. Hanya aku yang pantas untuknya karena kami sama-sama terpelajar.” Tutur Winda , setelah itu wanita itu kembali menyantap makannya dengan santai. Apa-apaan itu tadi, apa wanita yang ada di hadapannya ini baru saja menghinanya dengan menyindir tentang pendidikan? Kenapa dia bisa bicara sombong seperti itu? Lina menatap Winda dengan tajam, ia tidak terima dengan ucapannya yang terdengar merendahkannya. “Kalau Kakak merasa dokter Rizal adalah pria yang setia, seharusnya kau tidak perlu mengatakan semua hal itu padaku. Karena walau bagaimana pun caraku menggodanya, jika dia memang mencintaimu, dokter Rizal tidak akan berpaling. Seharusnya yang dokter Rizal khawatirkan itu adalah dirimu, kau mulai tidak mempercayai kekasihmu sendiri,” balas Lina dengan telak. Winda hanya menatapnya dengan geram. Sementara itu, Rizal terlihat berbicara dengan Leo. Raut wajah mereka sama terlihat tegang. “Kau seharusnya tidak terang-terangan menampakkan wajah cemburumu itu di depan kekasihmu sendiri,” sindir Leo. “Jaga ucapanmu, k*****t. Aku tidak tidak cemburu. Aku hanya tidak suka kau mengacaukan konsentrasi Lina untuk sembuh. Aku minta kau jangan ganggu dia setidaknya sampai dia sembuh,” ucap Rizal menjelaskan. “Hah, justru keberadaanku akan membantunya bisa sembuh lebih cepat. Kau tidak perlu khawatir, aku sepertinya jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Ia sangat cantik, jantungku bahkan sampai sekarang masih berdebar. Aku ingin memilikinya,” ungkap Leo. Rizal menjadi kesal mendengarnya. “Awas saja jika kau menghancurkan usahaku untuk menyembuhkan gadis itu, sialan kau…!” Rizal meninju lengan sahabatnya itu lalu pergi meninggalkannya. “Hei, Rizal! Akui saja, kau itu cemburu…!” teriak Leo sambil mengejarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN