Bertemu pacar gebetan

1102 Kata
Lina duduk di depan meja riasnya, menatap wajahnya yang begitu cantik nan glowing, padahal ia baru saja mandi dan belum memakai makeup apapun. Kulitnya putih bersih tanpa cela, alisnya yang sedikit tebal dengan bulu mata lentiknya, hidung kecil nan mancung dengan bibir bawah tebal berisi, ia seperti gadis keturunan timur tengah yang cantik rupawan. Lina menatap lekat wajah cantik itu, bahkan ia mengakui kelebihannya ini. Akan tetapi, untuk pertama kalinya, ia menghela nafas berat menatap wajahnya itu. Rasanya, wajah cantik ini tidak akan berguna sama sekali saat ia berada diantara Rizal dan kekasihnya nanti. Ia sudah biasa membayangkan, posisinya nanti setelah bertemu mereka. Untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan percaya diri, wajah cantik rupawan yang ia miliki sama sekali tidak berpengaruh pada Rizal. Mungkin karena kekasihnya jauh lebih cantik darinya, dan tentu saja kekasih dokter Rizal jauh lebih cerdas darinya. Jika dibandingkan dengannya yang hanya mengandalkan kecantikan fisik semata. “Hah… Kenapa aku jadi gelisah begini? apa aku batalkan saja, ya? aku tidak yakin kalau perasaanku akan kuat melihat mereka,” gumannya. Lina tampak murung dan tidak bersemangat. Ia kembali termenung, tapi detik kemudian ia seperti mendapatkan ide cemerlang. Dengan cepat ia meraih ponselnya dan menelpon seseorang. “Ya, halo. Leo…?” *** Rizal memarkir mobilnya, ia keluar dan membuka pintu mobil untuk kekasihnya. Winda pun turun dari mobil dengan senyuman bahagia di bibir. Hari ini adalah makan malam terakhir bersama Rizal, karena besok ia sudah akan bertolak ke Kanada. Ia pun jadi lebih bersemangat karena, sore ini ia akan bertemu dengan salah satu pasien Rizal yang katanya sangat ingin bertemu dengannya. Winda pun setuju-setuju saja, toh setelah bertemu dengan pasien itu mereka akan melanjutkan kencan. Rizal berjanji akan menghabiskan malam berdua dengannya, hal itulah yang membuat Winda terlihat sangat bersemangat. “Ayo, sayang. Kita masuk.” Rizal menggenggam tangan Winda lalu menggandengnya masuk ke dalam restoran. Keduanya pun berjalan menuju meja yang sudah Rizal pesan sebelumnya. Rizal senagaja memesan meja yang sedikit lebih privasi karena ia akan bertemu dengan Lina, dimana ia tahu kalau Lina memiliki kesehatan mental yang labil, sehingga ia harus sedikit berhati-hati. Rizal pun duduk di samping Winda yang terlihat tidak ingin berpisah jauh darinya. Meskipun Rizal bukan termasuk pria yang suka mengekspos adegan mesra di depan umum, kali ini ia memakluminya, Winda menjadi semakin lengket dan manja kepadanya karena waktu mereka untuk bersama tidak lama lagi. Setelah beberapa lama menunggu, Winda terlihat mulai bosan. “Kenapa pasienmu itu lama sekali sih, sayang? kamu janjiannya jam berapa memangnya?” tanyanya mulia tidak sabar. “Sabar dulu, dong. Paling sebentar lagi dia datang, kita tunggu dia sebentar lagi, ya?” bujuk Rizal. Ia lalu membelai rambut hitam kekasihnya itu dengan lembut. Tampak sekali Rizal sangat menyayangi Winda, begitu perhatian, ia tipikal pria yang sangat setia. Dari arah pintu masuk, Rizal melihat gadis yang begitu familiar berjalan ke arah mereka. Tersenyum manis ke arahnya. Tapi siapa pria yang menggandengnya itu? apakah Alex? Setelah jarak mereka semakin dekat, jelas terlihat jika pria yang berjalan bersama Lina itu bukan Alex, melainkan orang lain. Siapa pria ini? Seketika Rizal tidak suka. “Sayang, itu mereka datang,” Rizal memeberikan isyarat kepada Winda. “Hai, dokter. Maaf sudah membuat Anda menunggu,” sapa Lina sambil menjabat tangan Rizal lalu kemudian berpindah ke Winda. Winda terlihat sedang mengingat sesuatu saat melihat Lina. Ia tidak yakin, tapi kesan wajah Lina yang sangat cantik itu, membuatnya teringat kepada gadis cantik yang menabraknya dulu. Sedangkan Lina yang langsung mengingat kejadian itu saat melihat Winda hanya berpura-pura tidak ingat apa-apa. “Halo, Kak, saya Lina pasiennya dokter Riza,.” sapa Lina memulai percakapan. “Hai, bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Winda memastikan ingatannya. “Oh, maaf tapi sepertinya saya lupa, Kak. kapan ya, tepatnya? Soalnya saya gampang lupa,” ucap Lina beralasan. Ia hanya tidak ingin terkesan terlalu memikirkan seseorang yang dekat dengan Rizal. Meskipun Jantungnya bergemuruh melihat wajah tampan Rizal dan senyum hangat yang memperlihatkan gigi putihnya yang rapi, Lina mencoba untuk tetap bersikap normal. Ia tidak ingin kekasih Rizal mencurigai sesuatu. Tanpa sadar, ia mengeratkan pegangan tangannya di lengan pria yang sedang berdiri disampingnya saat itu, pria itu menoleh ke arahnya sambil tersenyum. “Hmm, kalau tidak salah beberapa hari yang lalu, kita bertabrakan di restoran,” Winda mencoba mengingatkan kembali kejadian itu. “Oh, iya, Kak. Saya baru ingat. Wah, ternyata dunia ini sempit, ya. buktinya kita ketemu lagi dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Kakak cantik ini kekasihnya pak dokter,” puji Lina sambil berpura-pura terkesan, ia pun terpaksa tertawa secara natural, ia berharap aktingnya bagus. “Iya, juga. Ayo duduk dulu. Oh iya, pria tampan ini pasti pacarmu?” tebak Winda. “Oh, kenalkan , dia Leo. Teman baru saya,” ucap Lina. “Hai, saya Leo.” Leo pun menjabat tangan Winda dan Rizal sambil tersenyum ramah. Mereka duduk dan mulai melihat-lihat daftar menu yang akan mereka pesan. Rizal sejak awal hanya terus terdiam, matanya tak lepas dari Leo. Ia mengamati gerak gerik Leo diam-diam. Kenapa pria itu busa bersama Lina? apakah Lina kembali berkencan selama proses pengobatannya? Seharusnya Lina tidak menjalin hubungan dengan siapa pun dulu, setidaknya sampai ia sembuh total. Rizal terus berpikir. Entah kenapa hatinya menjadi kesal dan resah. “Sayang, kau belum memilih makanan,” ucap Winda saat Rizal hanya terdiam sambil menatap Leo dengan intens. “Oh, iya. Maaf. Aku mau memesan apa yang kau pesan saja. Samakan dengan pesananmu, ya?” ucap Rizal tergagap. Ia terkejut menyadari jika ia telah dengan terang-terangan memperhatikan pria di hadapannya itu. “Oh ya Lina, sekarang kegiatanmu apa saja?” tanya Winda. “Saya di rumah saja, Kak.” jawab Lina. “Oh, kamu tidak kuliah atau ikut casting? Kamu itu sangat cantik , loh. Tau tidak, saat pertama kali melihatmu, aku sampai khawatir dan cemburu kepada Rizal. Takut jika dia melihatmu dia akan jatuh cinta padamu, ha..ha…!” Winda tertawa, Lina juga terpaksa ikut tertawa agar suasana tidak canggung. “Ah, kakak bisa saja. Aku gak cantik kok. Kalau aku secantik itu, semua pria pasti akan jatuh cinta padaku. Tapi buktinya tidak. Ada satu pria yang tidak terpengaruh sedikitpun denganku. Dan itu membuatku sedih, kak.” Tanpa sadar Lina mencurahkan isi hatinya. “Oh, ya? kau yang sabar, ya. Kalau laki-laki itu tidak terpengaruh, berarti dia itu tipe pria setia. Kalau dia belum punya pasangan, aku sarankan kejar saja dia,” ucap Winda menyarankan. “Oh, begitu, ya. Ah, sayangnya dia sudah punya pacar. Aku jadi semakin sedih…” ucap Lina. “Kamu yang sabar, ya.” Kedua wanita itu malah asyik ngobrol sampai tidak menyadari jika para pria di samping mereka itu saling menatap dengan tatapan tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN