Kesempatan Bersama

1061 Kata
Mereka berdua kembali ke tempat tadi dan melihat kedua wanita cantik itu menunggu. Tapi, tidak seperti sebelumnya, atmosfer di sekitar mereka terasa sedikit tegang. Lina terlihat menunduk sedangkan Winda tampak menikmati makanannya dengan raut wajah suram. “Kamu kenapa lama sekali?” tanya Lina kepada Leo. “Wah, apa kau menungguku?” Leo senang karena Lina ternyata tidak sabar menunggunya. “Tentu saja, aku sudah mau pulang. Masa aku pulang naik taksi padahal kita datang bersama?” jawab Lina. “Oh, begitu, ya. Baiklah, kita pulang sekarang. Kami permisi, ya. terima kasih atas jamuannya,” ucap Leo sambil tersenyum melirik Rizal. “Iya, sama-sama. Hati-hati di jalan…” balas Winda. Lina hanya tersenyum sebentar lalu melirik ke arah Rizal yang hanya menatapnya tanpa ekspresi, lalu melangkah pergi sambil menggandeng tangan Leo. Setelah keduanya pergi, baik Winda maupun Rizal sama –sama terdiam. Tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Mereka sibuk dalam pikiran masing-masing. “Rizal, ayo kita pergi. Makananku sudah habis,” ucap Winda, ia sejak tadi memperhatikan kekasihnya itu banyak terdiam. “Ayo, kita pulang,” ucap Rizal sambil beranjak dari tempatnya. Winda pun menggandeng tangan Rizal berjalan keluar dari restoran. Mereka masuk ke dalam mobil dan melaju. “Aku tidak tahu kalau pasienmu secantik itu, aku harap hatimu tidak berdebar jika melihtanya. Apalagi cara dia memandangamu tadi, aku tidak suka. Dia sepertinya suka padamu,” ucap Winda. “Kau tidak seharusnya mencurigaiku. Bukankah selama ini kau percaya padaku? kenapa kali ini kau berbicara padaku seperti itu?” Rizal terdegar tidak suka Winda mulai cemburu tidak beralasan. “Iya, aku percaya padamu. tapi tidak dengannya, Rizal. Aku khawatir dia akan berusaha menggodamu dengan kecantikannya itu dan kau akan…” “Jika kau berkata seperti itu, bukankah kau sedang meragukan cintaku, Winda? Lina memiliki ganguan mental, dia mengidap bipolar. Kedua orang tuanya mempercayakan aku untuk menyembuhkannya, dan itu yang akan aku lakukan. Lina adalah putri kesayangan orang yang aku hormati. Orang tuanya juga tahu kalau aku memiliki kekasih dan sebentar lagi akan menikah. Kau tahu kado apa yang akan diberikan orang tua Lina kepada kita nanti? Tiket honeymoon selama seminggu ke Negara yang kita ingin kunjungi. Jadi, tidak ada alasan untuk mencurigai Lina dan keluarganya, Winda. kau harus memahami hal ini.” Rizal menjelaskan panjang lebar. Ia tidak mengerti kenapa Winda tiba-tiba mencurigainya. Setelah melihat Lina. “Baiklah, maafkan aku. Tadi itu aku syok melihtanya. Dia begitu cantik sampai dia bisa menggaet pengusaha kaya seperti Leo dengan mudah. Kalau tidak salah, Leo itu sudah memiliki tunangan. Aku takut kau juga akan seperti dia dan melupakan cinta kita…” “Hus, bicaramu semakin ngawur. Sebaiknya kau diam dan jernihkan pikiranmu. Sekali lagi aku tegaskan, kalau cintaku tidak akan berkurang secuilpun meskipun yang datang adalah bidadari, apa sekarang kau sudah percaya?” Rizal menekankan. “Terima kasih, aku sekarang percaya sepenuhnya kepadamu, sayang. Maafkan aku, ya. Sikapku ternyata terlalu impulsif,” ucap Winda sambil menggenggam tangan Rizal dan menciumnya. “Oh ya, rencana kita jadi, kan?” tanya Winda mengingatkan tentang acara nginap bersama sebagai bentuk perpisahan karena ia akan pulang ke Kanada besok. “Apakah kita perlu melakukan itu? bagaimana kalau tempat kita menginap nanti digrebek oleh petugas satpol PP. Kita kan belum menikah, tidak lucu, kan kalau diarak satu kampung dan dinikahkan paksa. Kalau aku sih senang-senang saja, tapi aku khawatir dengan nasib orang tuamu yang semua harapan mereka terhadapmu? Mereka pasti akan sangat sedih,” ucap Rizal, ia terus melajukan mobilnya. “Ha..ha, aku pikir kalau aku saja yang bisa bicara ngawur, ternyata dokter tampanku yang satu ini juga suka mengarang drama. Mana ada kita grebek, sayang. Kita kan tidak akan nginap di motel atau nyewa kamar kos. Kita nginapnya di hotel berbintang, dong. Di sana penjagaannya sangat ketat. Tempat orang-orang kaya selingkuh, dan bermain api dibelakang pasangan sah mereka. Yang berwajib tidak bisa mencapai tempat seperti itu,” ucap Winda menjelaskan. Terkadang ia merasa jika menyangkut masalah seperti ini, Rizal sangat terbelakang. “Aku tidak tahu kalau ternyata kau ahli dengan hal seperti ini, Winda.” ucap Rizal sedikit tidak suka. “Ah, itu karena aku selalu membaca artikel yang membahas masalah ini, sayang. Makanya aku banyak tahu. Ya, meskipun apa yang aku katakan tadi itu juga belum pernah aku buktikan, sih. Makanya, kita jadi kan, aku penasaran apakah artikel yang aku baca benar atau tidak,” ucap Winda, ia terus berusaha agar Rizal setuju dengan rencananya. “Ya sudah, kita coba cari hotel dulu. Tapi ingat, kita hanya akan benar-benar tidur. Bukan untuk melakukan hal yang aneh-aneh seperti yang tergambar jelas di kepalamu itu,” ucap Rizal. “Ih, memangnya aku perempuan apaan. Aku tidak berpikir sampai ke sana kok. Kamu saja yang terlalu kegeeran, dasar,” ucap Winda tidak terima. Wajahnya ditekuk karena kesal, Rizal tersenyum. Ia lalu membelai rambut Winda sambil terus fokus menyetir. “Kau coba check in hotel, ya?” ucap Rizal. “Siap, sayang…!” jawab Winda penuh semangat. Setelah beberapa saat, mobil mereka masuk ke halaman sebuah hotel berbintang yang cukup mewah. Sesampainya di depan lobi hotel, mereka turun dan menyerahkan mobil kepada pelayan untuk diparkirkan di parkiran khusus hotel. Dengan d**a yang berdebar, keduanya pun masuk sambil bergandengan layaknya sepasang suami istri. Meminta kunci kamar ke resepsionis lalu berjalan masuk ke lift menuju kamar hotel pesanan mereka. Lift berhenti di lantai 20, mereka keluar dan berjalan menuju kamar nomor 321. Winda terus saja tersenyum, ia merasa senang sekali akhirya ia dan Rizal akan memiliki waktu intens hanya berdua. Ia sebenarnya sudah menyiapkan pakaian khusus untuk menggoda pacarnya ini, tapi sepertinya ia tidak yakin akan berhasil. Rizal mendekatkan kartu kunci kamar lalu membukanya. Akan tetapi saat mereka akan melangkah masuk ke dalam kamar. tiba-tiba pintu kamar yang ada di depan kamar mereka terbuka. Seorang wanita dengan wajah babak belur dan pakaian yang berantakan keluar dari kamar itu. Rizal dan Winda terkejut. Apalagi saat seorang pria juga keluar dari kamar yang sama lalu tiba-tiba menampar wanita malang itu dengan kasar. Tak pelak, wanita itu pun jatuh tersungkur tepat di depan Rizal. “Ahk…!” pekiknya kesakitan. Rizal pun dengan cepat menolong wanita itu untuk berdiri. “Apa anda baik-baik saja?” tanyanya khawatir. Wanita itu mengangguk pelan. Rizal menatap ke arah pria bertampang garang itu lalu melangkah menghampirinya. “Maaf, Pak. Ini memang bukan ranah saya untuk ikut campur, tapi seharusnya kau tidak menyiksa seorang wanita sampai seperti ini.” ucapnya memberikan peringatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN