Bab 7 | Hanya Orang Asing

1019 Kata
-Aku dan kamu hanya dua orang asing, yang ditakdirkan oleh semesta menjadi 'kita', berharap menjadi saling cinta, agar bisa mengukir akhir yang bahagia.- *** "Kamar gue yang kanan, lo yang kiri," ucap Fares begitu masuk ke apartemennya, membuat Ayya menatap pria itu tanpa suara dan mengangguk malas. Toh, dia sudah memprediksi akan seperti itu, lagi pula dia tidak ingin sekamar dengan Fares sedang kebiasan tidurnya tidak memakai baju belum bisa ia hilangkan. "Baiklah. Selamat istirahat." Ayya berlalu meninggalkan Fares menuju kamarnya. "Ngga usah banyak ngarep dari pernikahan ini. Gue bakal cari cara biar kita bisa cerai secepatnya." ucapan Fares menghentikan langkah Ayya, wanita itu menatap tajam Fares yang sangat ringan dengan ucapannya. "Pernikahan bukan untuk main-main, Fares! Itu sama aja kaya kamu mempermainkan Tuhan. Seharusnya kalo kamu biarin aku buat bilang yang sebenernya ke Om Dimas dan Tante Sekar, kita bisa aja ngebatalin semuanya." "Dan bikin orang tua lo kecewa di saat mereka bahagia banget pas gue ngelamar lo ke rumah? Lo mau jadi anak yang ngecewain?" Fares memotong ucapan Ayya, membuat gadis itu langsung bungkam. "Itu lebih baik dari pada mereka harus tau gimana sebenernya ini terjadi." "Lo yang dari awal main-main sama gue, Ayya. Jadi bakal gue tunjukin gimana main-main yang sebenernya sama gue." Fares menyeringai, lalu mendekat pada Ayya dan meraih dagu gadis itu. "Inget. Semua ini ngga bakal bertahan lama." Fares kembali mengingatkan, membuat Ayya menatap sengit Fares. Lalu menghempaskan tangan pria itu di dagunya. "Inget juga. Aku ngga mau jadi janda di usia muda. Jadi, jangan mikir kamu bisa dengan gampang nyelesein semua ini. Aku ngga akan biarin itu, Fares." Ayya menatap tajam Fares, lalu meninggalkan pria itu menuju kamarnya. Fares di tempatnya hanya bisa menyunggingkan senyum sinis, tidak menyangka jika Ayya memiliki keberanian untuk menentangnya. Dia pikir, wanita itu akan diam saja dan tunduk karena mencintainya. "Ngga mau jadi janda di usia muda. Cih, alasannya logis juga. Kita lihat aja nanti, Reynata Kyla Ayyara." Ayya menghembuskan napasnya panjang. Menatap lagi ruangan tiga kali tiga meter yang masih terasa asing baginya, walau mungkin, nantinya ruangan itu akan menjadi tempat ternyaman untuknya menceritakan isi hati tentang perjalanan hidupnya bersama Fares yang entah bagaiamana akhirnya. Setelah resepsi selesai. Fares memaksa untuk langsung pulang ke apartmen pria itu. Ayya juga baru mengetahui jika Fares memiliki apartemen walau tidak terlalu terkejut mengingat Fares memang dari keluarga berada. Tadi saat menuju apartemen, sempat terjadi perdebatan antara Sekar dan Fares, wanita paruh baya itu menginginkan agar Fares menginap dulu di rumah, namun dengan segala alasan yang dilontarkan Fares, akhirnya Sekar mengalah dengan berat hati. Sebenarnya Ayya juga masih ingin bersama kedua orang tuanya. Namun, saat dia ingin tinggal dan membiarkan Fares pulang sendiri ke apartemen, ibunya melarangnya, kembali memberikan petuahnya tentang pernikahan dan tentang prioritasnya sekarang. Membuat Ayya merasa sedikit jengkel pada Fares yang egois. "Hah. Baru beberapa jam tapi sudah sangat menjengkelkan." Ayya menggerutu kesal, menuju meja rias untuk menghapus riasannya. Walau resepsinya digelar sederhana, tetap saja Ayya merasa sangat lelah dan ingin segera tidur. *** Ayya terjaga dari tidurnya saat mendengar alarm di ponselnya. Mengingat-ingat apa saja agendanya hari ini. 'Agenda pertamamu adalah membuat sarapan, Ayya. Kamu sekarang seorang istri. Perlakukan suamimu dengan baik.' bisikkan hatinya membuat Ayya menggerutu kesal. Ingin menampik fakta itu saat mengingat bagaimana semalam Fares begitu mudah mengucapkan kata cerai. Ayya tau, dirinya dan Fares memiliki kelas pagi ini, tapi Ayya tidak ingin masuk di kelas pagi, dia ingin mengantar orang tuanya ke bandara karena mereka akan pulang pagi ini. Dengan langkah gontai Ayya menuju dapur, bagaimana pun dia harus membuat sarapan untuk Fares, terlepas dari pria itu akan memakannya atau tidak, setidaknya dia telah menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak perlu merasa bersalah pada bundanya karena tidak menjalankan nasihatnya. "Ck. Kenapa kulkas laki-laki semuanya berisi junk food, sih?" Ayya menggerutu sendiri, melihat isi kulkas Fares yang sangat-sangat tidak sehat. Akhirnya Ayya memilih untuk membuat sandwich dari bahan seadanya. Tiga puluh menit berkutat di dapur, dia mendengar pintu kamar Fares terbuka, memang apartemen Fares hanya terdiri dari dua kamar tidur yang langsung mengadap ruang tamu, sedangkan ruang tamu dan dapur hanya dibatasi oleh sekat pintu setengah badan. Sangat sederhana namun cukup nyaman. Ayya membalikkan badannya dan melihat Fares sudah rapi dengan penampilan casual-nya. "Aku buatin sarapan buat kamu," ucapan Ayya di pintu dapur membuat Fares menghentikan langkahnya, menatap Ayya dengan kening berkerut dan tersungging senyum tipis. "Gue udah bilang. Ngga ada yang bisa lo lakuin buat bikin gue jatuh cinta sama lo, apalagi dengan hal remeh temeh yang menggelikan kaya gini. Jadi tolong, tau batasan lo, Ayya. Gue ngga bisa memperlakukan lo lebih baik dari ini. Jangan bikin diri lo keliatan lebih menyedihkan dengan berusaha ngelakuin hal-hal yang bikin gue jatuh cinta, itu semua ngga ada gunanya. Lo ngga seberharga itu, Ayya. Jadi, tolong, tau posisi lo." Fares menyunggingkan senyum tipisnya, sekali lagi ucapannya menyakiti Ayya yang kini menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sesak yang kembali menyeruak. "Bisa ngga si, kalo ngomong dipikir dulu. Aku ngga lagi ngemis cinta kamu. Aku cuma mau ngejalanin tugas aku sebagai istri." Fares tertawa, membuat Ayya menghentikan ucapannya. "Istri? Hahaha. Sampe sekarang gue ngga pernah nganggep lo istri gue. Lo masih jadi orang asing yang masuk ke hidup gue dan menghancurkan semuanya. Sampe sekarang dan seterusnya, Ayya. Lo cuma orang asing." Fares menatap jengah pada Ayya lalu berlalu meninggalkan gadis itu, membuat Ayya mendecak kesal. Tidak menyangka jika dia bisa jatuh cinta pada sosok menyebalkan yang hanya bisa menyakitinya. "Bodoh. Kenapa kamu harus jatuh sama cowo b******k kaya dia si, Ayya. Kenapa kamu suka cari penyakit. Ya Tuhan." Ayya menggerutu sendiri, memukul ringan dadanya, menyalahkan sang hati yang dengan bodoh jatuh cinta pada pria yang hanya bisa memberikan rasa sakit. Tapi, Ayya tau, dia tidak bisa menyalahkan sang hati sepenuhnya, hati nya pun tidak memiliki kuasa dan kendali untuk menjatuhkan pilihan. Nyatanya selama ini, dia bahagia dengan cinta diam-diamnya pada Fares, dia tetap mencintai pria itu saat cinta diam-diamnya terungkap melalui surat-surat yang berisi perasaanya. Hatinya tetap mengukir nama Fares sekali pun pria itu mengacuhkannya saat telah mengetahui dia menaruh rasa pada pria itu, dan dia tidak menaruh benci sedikit pun saat Fares melontarkan kata-kata menyakitkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN