Bab 8 | Untuk Sebuah Alasan

1674 Kata
-Because, everything happens for a reason, even its a bad thing. But, in the end, its all for the best. Ayya menatap kedua orang tuanya juga adik laki-lakinya dengan perasaan sedih. Kenapa waktu begitu cepat berlalu hingga membuatnya harus bertemu dengan kata perpisahan. "Bunda," Ayya langsung memeluk Rita, menangis terisak membuat Rita tersenyum tipis. "Ck. Apa yang kau lakukan? Bagaimana bisa seorang istri menangis untuk hal sepele seperti ini?" Rita melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Ayya. "Kamu harus lebih dewasa, Ayya. Sekarang Ayya harus memiliki bahu sekuat baja, karena masalah yang Ayya hadapi ke depannya bukan hanya tentang Ayya, menyatukan dua kepala itu sulit. Nanti, saat Ayya dan Fares memiliki masalah, gunakanlah kepala dingin untuk menyelesaikannya. Jangan seperti anak kecil yang saling berteriak dan memicu keributan." Ayya hanya mengangguk mendengar penjelasan Rita. "Di mana suamimu, Ayy?" tanya Dimas membuat Ayya hanya bisa menggigit bibir bawahnya, mana mungkin Fares mau datang mengantar ke dua orang tuanya. "Fares di sini Ayah, maaf hampir terlambat, tadi Fares ada kuis jadi tidak bisa membolos kelas." Ucapan seseorang itu membuat Ayya mendongak, menatap ke sisi kirinya dan mendapati Fares yang tengah tersenyum menyalami kedua orang tuanya. Pria itu, bagaimana bisa tiba-tiba ada di sini? Di waktu yang tepat. Lalu untuk apa Fares harus mengantar orang tuanya. Pria itu tidak perlu melakukannya untuk membuatnya senang atau alasan lain kan? "Ayah titip Ayya, ya. Dia orangnya sering ceroboh. Jika kamu sedikit kesal karena kecerobohannya, cukup marahi dan nasehati dia saja, jangan menggunakan tangan untuk mendidiknya." "Fares akan memperlakukan Ayya sebaik mungkin Ayah. Fares akan menjaga permata Ayah dengan sebaik-baiknya. Ayah tidak perlu khawatir tentang itu." Ayya menyunggingkan senyum tipisnya mendengar ucapan Fares, walau ia tau tidak ada ketulusan dan kejujuran dari ucapan Fares, namun Ayya bersyukur, pria itu tau bagaimana harus bersikap di depan kedua orang tuanya. Sekali pun itu hanya sandiwara. "Terima kasih, Fares. Bunda percaya padamu. Kamu akan menjaga Ayya dan menyayanginya sepenuh hati. Bunda bahagia Ayya menemukan orang yang tepat. Sepelik apapun masalah kalian, jangan pernah menggunakan ego untuk menyelesaikannya. Karena ego kalian hanya akan menghancurkan." "Fares yang harusnya berterima kasih Bunda. Bunda dan Ayah telah mengijinkan Fares menjaga permata Bunda. Tentu Fares akan menjaganya sebaik mungkin." Ayya cukup terkejut di tempatnya, mendengar ucapan Fares yang semakin menjadi, ternyata pria itu pandai bersilat lidah juga. Ah, tentu saja. Dia dicalonkan menjadi ketua BEM tahun depan. Untuk anak-anak organisasi sepertinya. Berpendapat, menyampaikan unjuk rasa dengan beberapa omong kosong tentu saja hal yang mudah. "Bang, kalo gue tau kakak gue nangis karena lo. Cukup lo tau aja, gue sabuk hitam taekwondo." Ucapan Arion, -adik Ayya- membuat Fares tersenyum dan menepuk pundak Arion. "Tenang aja. Gue ngga bakal biarin tendangan lo sampe ke gue." Kekehan Fares diikuti tawa Dimas dan Rita. "Ya sudah, kalian hati-hati dan jaga diri ya. Hubungi Bunda atau Ayah apapun yang terjadi." Ayya mengangguk lalu memeluk mereka satu per satu, pun dengan yang dilakukan Fares. "Kamu gimana bisa ada di sini?" Tanya Ayya sambil menatap orang tua dan adiknya yang semakin menjauh. "Cih. Perlu banget lo tau? Bukannya yang penting gue dateng dan acting jadi menantu yang baik? Itu yang lo mau kan?" "Aku ngga minta kamu dateng. Terus apa alasan kamu harus repot-repot dateng ke sini?" "Oh jadi lo pengin bikin ortu lo tau gimana keadaan kita yang sebenernya? Durhaka lo ya, Ayya. Sejelek-jeleknya kelakuan lo. Seenggaknya jangan pernah bikin mereka kecewa dan sakit hati. Heran gue, ada ya cewe yang ngga peduli sama perasaan orang tuanya." Fares mendecih dan menatap sinis pada Ayya yang terlihat bingung dengan ucapannya. Bukan begitu maksud Ayya, dia hanya penasaran kenapa Fares mau datang ke sini dengan sendirinya. Padahal pria itu bisa tidak melakukannya. Tapi Fares justru menangkap maksud lain. "Bukan begitu... " "Cukup. Males gue ngomong sama lo." Fares memotong ucapan Ayya dan berlalu meninggalkan gadis itu begitu saja. Tanpa berniat mengajaknya untuk ke kampus bersama. Ayya hanya bisa menghembuskan napasnya panjang, selalu menghabiskan energi jika berbicara dengan pria itu. Ponselnya yang berdering membuat Ayya menghentikan langkahnya, nama Mama Sekar muncul di layar ponselnya. *** "Sayang, kamu sudah menunggu lama?" Panggilan itu menyentak Ayya dari lamunannya. Ayya tersenyum pada Sekar yang kini duduk di depannya. "Tidak, Mah. Ayya juga baru datang." "Orang tuamu sudah pulang? Maaf ya Mama tidak bisa mengantarnya karena ada urusan." "Tidak apa-apa, Mah. Tadi Bunda dan Ayah titip pesan." "Ah iya, nanti Mama akan menelponnya." "Ada apa Mama mengajak Ayya bertemu?" "Fares tadi datang mengantar orang tuamu?" "Mama tau?" Ayya terlihat kaget dengan pertanyaan Sekar. Namun, satu pertanyaan juga timbul di kepalanya. Mungkin pria itu terpaksa mengantar orang tuanya karena suruhan Sekar. "Iya, tadi dia menanyakan pada Mama jam berapa jadwal keberangkatan orang tuamu." "Bukan Mama yang menyuruh?" Tanya Ayya bingung. "Tidak. Ayya pasti bingung ya?" Sekar tersenyum saat mengerti apa yang dipikirkan Ayya. "Walau terkesan dingin dan cuek. Tapi Fares orang yang sangat menghargai dan menghormati orang tua, sayang. Hal ini sudah tertanam sejak kecil berkat Omanya. Jadi jika Ayya berpikir, Fares datang karena perintah Mama, itu salah. Dia sangat tidak bisa mengabaikan orang tua apalagi menyakitinya." 'Tapi kenapa dia menyakiti Ayya?' Ayya bertanya dalam hati dengan senyum sendunya. 'Bukannya kamu yang cari penyakit? Siapa yang nyuruh kamu cinta sama orang yang ngga bisa cinta sama kamu?' " Sayang. Terlepas dari alasan pernikahanmu..." "Mah...," Ayya memotong ucapan Sekar, ingin menanyakan hal yang sangat mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. "Kenapa Mama ngga membenci Ayya? Kenapa Mama ngga memandang Ayya jijik? Mama nemuin Ayya di ranjang Fares. Mama ngga mikir kalo Ayya perempuan nakal? Kenapa Papah dan Mama tetap begitu baik sama Ayya? Kenapa kalian ngga membenci Ayya, kaya Fares?" Ayya melirihkan suara di akhir kalimat walau Sekar masih bisa mendengarnya. "Sayang, Mama tau lebih dari yang kamu pikirkan." Sekar tersenyum lembut penuh arti. Membuat Ayya mengernyitkan keningnya bingung. "Maksud Mama?" "Ayya percaya kan? Everything happens for a reason. Kamu dan Fares ditakdirkan berjodoh oleh Tuhan. Mungkin ini bantuan Tuhan untuk Ayya yang memiliki perasaan tulus pda Fares." "Mama tau?" "Mama tau lebih dari yang kamu pikirkan, sayang." "Maksudnya? Bagaimana Mama bisa tau? Apa Mama tau juga kenapa Ayya dan Fares bisa tidur bersama?" Tanya Ayya dengan perasaan bingung luar biasa. "Tau. Mama dan Papah tau," "Lalu kenapa Mama dan Papah tetap menikahkan kita? Bukankah Mama tau Fares tidak mencintai Ayya? Fares semakin membenci Ayya karena pernikahan ini." Ayya menunjukkan raut frustasinya. Membuat Sekar menatapnya sendu. "Semua memiliki alasannya sayang, dan Mama tau, Fares tidak membenci kamu. Walau mungkin sikapnya dingin dan perkataannya sering menyakitimu, dia tidak membenci kamu, sayang." 'Bagaimana bisa? Bahkan aku lupa berapa kali dia mengucapkan kata benci tepat di muka aku.' Ayya mendesah dalam hati. "Ayya masih mencintai Fares kan? Mungkin alasan Tuhan menyatukan kalian karena ingin membantu Ayya mendapatkan hati Fares. Mama mendukung sepenuhnya." "Mama." Ayya mendesah panjang, membuat Sekar tersenyum tipis. "Seburuk apapun perkataan Fares, Mama yakin Ayya bisa menghadapinya. Tuhan telah memberikan Ayya jalan, sekarang saatnya Ayya berjuang, kan? Mama akan membantu sebisanya." Sekar menggenggam tangan Ayya lembut dengan binar semangat. Membuat Ayya ikut tersenyum walau hatinya meragu untuk membuat Fares bisa mencintainya. *** Ayya memasuki halaman kampus dengan membawa dua paper bag berisi makan siang di tangannya. Pemberian Sekar untuknya dan Fares. Setau Ayya dirinya dan Fares memiliki kelas yang sama nanti jam dua siang. "Yya." Panggilan Shena membuat Ayya menoleh ke belakang. "Kamu liat Fares?" "Lah tumben bener lu nyariin tuh anak? Oh sekarang usahanya mau frontal? Bukan gerilya lagi?" Shena terkekeh di akhir kalimatnya, membuat Ayya mendengus melihatnya. Tepat saat itu ia melihat Fares berjalan menuju kantin. Ayya langsung meninggalkan Shena dan menghampiri pria itu. "Fares," Panggilan itu membuat Fares menoleh, pun dengan ketiga temannya. "Eh neng geulis. Mau ketemu Abang?" ujar Alva, membuat Ayya tersenyum. "Ini, ada titipan, tadi aku ketemu Mama. " ujar Ayya begitu lirih sembari menyerahkan paper bag itu. "Ciee cieee, wahhh hubungan kalian udah jauh ya? Kok kita ngga tau? Ngga asik ihhh. PJ dong." "Eh ada siapa ini? Si pungguk yang berani merindukan rembulan rupanya." Suara nyaring itu membuat Fares dan Ayya menoleh. "Oh, sekarang udah berani ngasih bekal ke Fares. Ngaca dong anda. Anda siapa? Pantes sama Fares?" ucap Thatha sarkastis. Membuat Ayya menatapnya jengah. "Maaf mbanya. Ngga sadar diri? Perlu dibawain cermin? Kayanya situ lebih menyedihkan. Udah putus tapi masih ngejar-ngejar. Sebagai cewe ngga malu?" Ayya menyunggingkan senyum sinisnya, lalu berlalu dari hadapan mereka. Sedang Fares menyunggingkan senyum di tempatnya. Tidak menyangka Ayya seberani itu, gadis itu bahkan mengubah cara bicaranya. 'Lo, menarik juga Ayya.' Fares membatin, mengabaikan ajakan Thatha untuk makan siang. "Nih, gue udah dapet makan gratis. Sayang kalo ngga dimakan." "Fares. Sejak kapan si lo jadi nerima makanan dari upik abu kaya dia?" "Sejak sekarang, mungkin." Fares mengajak ketiga temannya untuk pergi dari sana, meninggalkan Thatha yang semakin kesal. "Sejak kapan lo kaya gini, Res?" "Dulu lo bodo amat sama si Ayya. Bahkan ngga anggep keberadaan dia. Lo, ngga lagi kesambet kan?" Pertanyaan dua temannya membuat Fares tertawa. "Gue cuma males aja makan sama Thatha. Gue pengin benci dia karena nyelingkuhin gue, tapi gue ngga bisa. Dan satu-satunya cara, gue mending ngehindar dari pada harus ngelampiasin rasa sakit gue ke dia. Gue ngga bisa benci dia dan ngga bisa nyakitin dia. Lo tau maksud gue." "Iya, lo masih ada rasa sama dia, g****k. Udah disakitin masih aja cinta. Gila lo," Ujar Fano, membuat Fares tersenyum miris, mengingat bagaimana kandasnya hubungan dirinya dan Thatha karena sebuah pengkhianatan enam bulan yang lalu. Di saat Fares telah menyerahkan seluruh hatinya dan mencintai Thatha begitu tulus, gadis itu justru menyakitinya dengan hal yang paling ia benci. Perselingkuhan. "Bucin lo, b*****t. Ngga usah manfaatin Ayya juga. Lo nerima bekel ini bikin dia ngarep, brengsek." Alfa menatap tajam ke arah Fares, membuat Fares mengernyit heran. "Lo suka sama tu cewe?" "Bukannya gue suka. Gue cuma ngga suka lo mainin perasaan orang yang ngga bersalah kaya Ayya. Jangan jadi b******k gara-gara satu cewe." Alva lalu meninggalkan Fares dan lainnya, membuat Fares terdiam, membenarkan ucapan Alva. "Bener kata Alva, lo ngga bisa gini, Res. Tuntasin dulu perasaan lo ke Thatha." Fano menepuk bahu Fares, lalu merangkul pria itu dan mengajaknya makan siang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN