Tarik napas. Hembuskan. Tarik lagi. Buang lagi. Astaghfirullah. Mimpi apa gue nyaris dicium demit? ‘BRAK!’ Gue tersentak! Sontak menatap kedua adik ipar gue yang barusan masuk dengan ngebanting pintu. “Lo ngapain sih di luar, Mas?” omel Zia. Pelaku penjambakan sadis yang mencegah bibirnya Puri menyedot jiwa gue. Astaghfirullah. Sampe berdiri bulu kuduk gue ngebayagin scene mengerikan yang bisa aja terjadi itu. “Ngambil baju buat besok, Dek.” “Besok-besok kalau ketemu makhluk halus kayak begitu tinggal aja! Ngga usah digubris kenapa sih! Bisa jadi fitnah lho, Mas!” “Iya,” jawab gue pendek. Meski ngga bakal ada besok-besok karena habis lamaran gue harus langsung ke stasiun kereta cepat. Ngejar ke airport untuk kembali ke Amsterdam. “Yuna kirim video ke Mas Rio. Buat