Kamar yang aku tempati untuk menunggu hingga Opa memanggilku terletak di lantai satu. Ada sebuah kamera yang merekam prosesi di lantai dasar dan terhubung dengan dua televisi. Satu televisi diletakkan di teras agar keluarga yang duduk di outdoor area bisa ikut menyimak. Sementara satu televisi lainnya ada di hadapanku. Dan yang nampak di layar saat ini adalah suami masa depanku yang tengah menuturkan maksud dan tujuannya mendatangi kami di sini. Ia terlihat tampan, meski aku yakin Mas Rio jauh lebih mengesankan jika dilihat langsung. Perhatianku padanya terganggu oleh getar ponsel yang sedaritadi tak henti. Bisa tebak kan ulah siapa? Tentu saja Dilan. Satu notifikasi yang muncul menginformasikan padaku jika ia tengah dalam perjalanan menuju Bandung. Aku mendengus, tak habis pikir bagai