Usaha Celine

1181 Kata
                “Harusnya mas gak usah jemput, jadi ngerepotin gini.” Ucap Celine, ketika mobil pria itu sudah beranjak dari parkiran kantor nya. Berkat Al, si Dokter tampan yang terkenal di internet, membuat Celine jadi mendapat gosip di kantor nya beberapa hari terakhir. Teman-teman Celine yang tempo hari mendapati Celine meninggalkan mobilnya di hotel, dan pulang bersama Al, membuatnya menjadi bahan perbincangan utama di kantor selama beberapa hari terakhir. Celine Elena Hartanuwidjaya. Kencan dengan Dokter Ahli Beda Tampan Fudhail Al-Kahf.                 Kabar tersebut tersebar di berbagai macam grup kantor, mulai dari Marketing, hingga Bendahara kantor, semua tahu. Siapa yang tak kenal Celine? Dan orang mana yang tidak kenal dengan Dokter Fudhail, yang sekarang, followers ** nya sudah hampir menginjak angka satu juta, namun ia hanya memiliki beberapa postingan foto. Dokter tampan yang misterius.                 “Kamu kenapa?” Tanya Al. ia mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada Celine, alih-alih ingin tahu apa yang membuat mood gadis itu sedang tidak bagus.                 “Di kantor aku di gosipin pacaran sama kamu. Hampir gila aku, dari pagi denger itu mulu, tiap ketemu sama orang di tanya itu mulu.” Jawab Celine, wajah nya tertekuk, bersamaan dengan matahari yang bahkan sudah tidak terlihat, hari sudah berganti menjadi malam, namun mereka masih terjebak di tengah macet nya ibu kota, bahkan mobil Al baru berpindah kurang dari lima ratus meter dari kantor Celine, sejak satu jam yang lalu, parah.                 “Hmmm. Ya kan Cuma gosip.” Jawab Al dengan santai. Sebagai orang yang sudah sering mendapat gosip miring seperti itu, membuatnya biasa saja, Al tahu bahwa pasti gosip-gosip aneh itu perlahan akan lenyap seiring dengan gosip baru yang silih berganti akan datang.                 “Iya, Cuma gosip tapi capek di tanya terus.” Balas Celine lagi. Macet dan juga emosi membuat nya semakin jengah, ia yang harusnya tidak kesal kini tiba-tiba merasa kesal, ingin mengamuk namun tidak tahu harus mengamuk kepada siapa.                 “Kalau begitu, gosip nya di bikin nyata saja.” Jawab Al dengan seenak nya. Mata Celine membulat, menatap Al di tengah kegelapan. Bisa-bisa nya pria itu dengan enteng menjawab hal yang tidak mau Celine dengarkan.                 “Ngaco.”                 “Saya serius.”                 “Ngapain sih buru-buru nikah?” Tanya Celine, kali ini ia sudah jauh lebih tenang. Ia menyandarkan tubuh nya di jok mobil, sedikit menurunkan sandaran kursi itu agar badannya bisa terasa lebih nyaman.                 “Ibu kamu dan ibu saya sudah mau cucu. Kamu kenapa mau menunda pernikahan?” Balas Al dengan enteng.                 “Masih banyak Yupi di dunia yang gak habis.” Jawab Celine dengan asal. Sejujurnya Celine belum pernah sedikit pun memikirkan tentang pernikahan, selama ini hidupnya hanya di dedikasikan untuk bekerja dan berpesta, ia hanya tahu senang-senang tanpa pernah berpikir untuk menikah, perihal pikirannya untuk mau di jodohkan dengan Al beberapa hari yang lalu, ternyata hanyalah sebuah rasa penasaran, sekarang Celine ingin menarik lagi kata-kata nya. Ia belum mau menikah, ia masih mau berpesta dengan bebas, pergi malam pulang pagi, ia masih mau bekerja, ia belum mau berurusan dengan kasur dan dapur, intinya, ia belum siap.                 “Kamu sudah bilang siap, tempo hari.” Balas Al, lagi.                 “Aku tarik kata-kata nya.”                 “Kata-kata itu bukan tali, saya juga sudah terlanjur bicara sama orang tua kamu. Lagi pula, umur saya juga sudah menginjak kepala tiga, kamu juga sebentar lagi ulang tahun yang ke dua puluh enam bukan? Sudah sepantas nya ada anak kecil yang manggil kamu dengan sebutan Ibu.” Balas Al. sungguh Celine ingin kabur saja jika percakapan mereka begini, Celine belum siap.                 “Kamu sama Cena aja. I’m not a good person, kamu bisa lihat sendiri, emang kamu mau anak kamu punya ibu yang kayak aku? lihat deh, kita beda banget. aku pakaiannya kayak gini, kamu gimana, kata ibu, kamu suka ikut kajian, aku? ngaji aja jarang. Kamu good banget kalau dalam urusan agama, aku? masih jauh. Kamu cocok nya sama Cena, sama kayak kamu, aurat nya sudah tertutup, anak rumahan banget, kalau ngomong pelan, halus, keibuan banget, Cena paham agama, puasanya senin, kamis. Tahajjud nya aman, aku mana ada kayak gitu? Boro-boro. Sama Cena aja ya. Jangan sama aku, kasian kamu nya mas. Kamu bilang aja sama ibu sama papa, kamu maunya Cena, bukan aku.” Ucap Celine, senyum kikuk tersungging di bibir nya. Dalam hati ia berharap Al mengerti apa yang ia katakan.                 “Saya mau nya kamu, Celine Elena Hartanuwidjaya. Saya tidak peduli, seberapa buruk diri kamu di mata kamu, tapi kamu di mata saya beda, kamu cukup, membuat saya tertarik. Saya bilang ke orang tua kamu, saya mau serius sama Celine, bukan sama Cena. Kamu tidak usah membandingkan diri kamu sama Cena, saya, insyaallah, terima kamu apa adanya, saya terima kekurangan kamu, apapun itu. secepatnya saya mau menghalalkan kamu, saya tidak mau, kita semakin mendekati Zina.” Balas Al dengan tegas.                 Celine terdiam cukup lama, cukup kaget juga mendengar apa yang di katakan oleh Al barusan, bagaimana mungkin pria itu bisa menerimanya dengan ikhlas sementara ia saja belum tahu Celine sepenuh nya. Celine jadi merasa pusing sendiri, ia tidak tahu bagaimana caranya membuat Al merasa ilfeel dengannya, namun mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan oleh Al, membuat Celine tiba-tiba memiliki ide licik di kepalanya.                 “Malam ini, aku gak jadi party.” Ucap Celine secara tiba-tiba.                 “Loh? Kenapa? Nanti saya antar, saya tunggu sampai selesai juga.” Balas Al, namun Celine dengan cepat menggelengkan kepalanya.                 “Gak. Aku mau nonton aja, sama kamu.” Ucap Celine, senyum licik tersungging di wajah nya, menatap Al dengan tatapan licik.                 “Yasudah, saya beli tiket nya sebentar, saya pulang dulu untuk mandi, setelah itu saya baru jemput kamu.” Balas Al.                 “Kalau gitu, nonton di rumah kamu aja.” Balas Celine. Rencana nya kini semakin melebar kemana-mana, ia tidak hanya ingin membuat Al ilfeel kepadanya, ia juga mau membuat keluarga pria itu juga merasa tidak nyaman dengan dirinya.                 “Hmm?”                 “Bareng kamu, bareng ibu kamu, tante Wika.” Balas Celine. Sejujurnya sejak tadi, Al sudah merasa aneh, namun ia terus berusaha untuk berpikir positif, mungkin Celine ingin mendekatkan diri dengan ibu nya juga.                 “Yasudah, tapi kamu iz-”                 “Nggak usah, ibu udah tau kok aku pulang sama kamu, tenang aja.” Jawab Celine.                 Al mengangguk, ia kemudian memutar balik arah laju kendaraannya dari yang semula menuju rumah Celine, kembali berputar menuju rumah nya yang jarak nya cukup jauh dari rumah Celine. Al tentu saja lelah, namun ia berusaha agar sebisa mungkin ia menuruti semua yang Celine inginkan, apapun itu. macet yang mereka lewati saat menuju rumah Al ternyata tidak se-macet saat menuju rumah Celine, jalanan terkesan lenggang, hingga mereka bisa sampai lebih cepat, di saat yang sama, salah satu mobil dari rumah Al juga keluar dari gerbang, bersamaan dengan ponsel Al yang berdering, menandakan sebuah notifikasi pesan baru saja ia terima.                 “Siapa?” Tanya Celine, penasaran.                 “Ibu. Harus flight ke Surabaya, mau jemput Fariz.” Ucap Al. Celine mengangguk, ia baru sadar, ternyata sudah bulan akhir tahun ajaran, yang berarti sebentar lagi anak sekolah akan libur. Tanpa di beritahu juga Celine sudah tahu bahwa Al punya adik yang bernama Fariz.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN