An Accident after the night

1050 Kata
                Cena pulang ke rumah nya tepat pada pukul sembilan pagi, mama dan papa nya sudah ke kantor, di rumah nya sudah sepi, hanya ada beberapa orang pembantu di sana. Cena tidak tahu harus bagaimana, mustahil baginya untuk memberitahu ibu nya sendiri, ia bahkan terlalu malu hanya untuk menatap dirinya sendiri ketika bercermin, di pikirannya, ia sudah tidak suci lagi, hal yang paling ia jaga selama ini sudah hilang di renggut oleh orang yang tak bertanggung jawab.                 Saat bangun ia sudah berada di kamar hotel, sendirian, entah siapa yang membawanya ke sana, kamar itu bahkan di pesan atas namanya, CCTV di periksa namun tidak ada petunjuk sama sekali, orang itu betul – betul bermain aman untuk menjahati Cena, Cena membasuh dirinya dengan air, duduk di bawah pancuran shower dengan pikiran yang teramat kacau, pikirannya kini sedang melayang, bagaimana jika ia hamil? Siapa yang akan bertanggung jawab? Bagaimana dengan karir nya? Bagaimana dengan orang tua nya? Bagaimana dengan Al? pria itu mustahil akan mau menjadi suami nya kalau tahu Cena sudah tidak perawan lagi.                 Puluhan telepon ia terima hari ini, dari orang tua nya, dan juga dari rumah sakit. Cena tahu, bahwa ia salah dalam hal ini, seharusnya Cena langsung datang ke rumah sakit, bertemu dengan Sinta dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya, namun Cena terlalu takut sekaligus malu, entah apa yang ia lakukan jika ia sampai hamil, sebab tidak ada bukti yang menunjukan tentang siapa laki – laki yang telah merenggut harta nya yang paling berharga. Cena menyambar tas nya, mengambil kunci mobil kemudian berangkat menuju rumah sakit, ada banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada orang-orang yang ia temui semalam, terutama Sinta, gadis itu memiliki andil yang cukup besar untuk Cena kedepannya.                 “Cen, kamu dari mana aja? Semalam di cariin tiba-tiba pergi.” Ucap Sinta saat melihat Cena sedang berjalan di arah koridor rumah sakit menuju ruang kerja nya.                 “Aku yang seharusnya bertanya begitu sin, kamu di mana semalam? Kenapa aku tiba-tiba ada di hotel?” Balas Cena, mata nya berkaca-kaca, ada banyak hal dalam pikirannya yang tak bisa ia selesaikan, pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang juga semakin membuatnya bingung membuat dirinya seakan sudah di ujung tanduk.                 “Hotel? Hotel apa? kamu minum, setelahnya kamu mual, kamu mau ke toilet aku nawarin mau anterin kamu tapi kamu gak mau, jadi yaudah aku biarin aja, setelah itu kamu hilang gak tau ke mana, mama kamu nelfon, aku gak tau harus jawab apa jadi aku bilang kamu lagi tidur, aku kira kamu semalam pulang ke rumah teman kamu yang lain, aku telfon kamu gak angkat, malah sempat kamu reject juga.” Balas Sinta. Mendengar hal tersebut tentu saja Cena semakin panik, ia bahkan mematung di tempatnya membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpanya jika ia betul-betul sampai hamil.                 “Cen? Kamu baik-baik aja kan? Semalam kamu nginep di rumah temen kamu kan? Semalam kamu mabuk, bukan hotel kan Cen?” Tanya Sinta lagi. Cena menggeleng, air mata nya sudah berjatuhan di pipi nya. “Nggak, semalam aku di hotel. Aku gak ingat apa-apa semalam.” Jawab Cena dengan air mata yang sudah membanjiri pipi nya. Sinta yang tidak mau melihat Cena jadi bahan tontonan orang-orang langsung menarik gadis itu menjauh dari koridor.                 “Maksudnya kenapa? Kok bisa? Kamu sama siapa ke hotel?” Tanya Sinta, lagi. namun tidak ada jawaban dari Cena, gadis itu hanya menangis terus menerus, membuat Sinta tidak tahu harus berbuat apa. tangis Cena semakin menjadi ketika dari dalam ruangan, ia mendengar suara Al yang tengah berbincang dengan orang lain. Satu harapannya telah pupus, dan masa depannya sudah hancur lebur.                 “Aku gak tau, aku… aku bangun sudah telanjang, gak ada orang di kamar, aku udah ke receptionist buat minta di cek ke CCTV tapi gak ada hasilnya, aku gak tau gimana bilang nya ke mereka, tapi katanya kamar itu juga di pesan pakai atas nama ku sendiri.” Balas Cena.                 “Sinta… aku gak bakal hamil kan? Aku gak tau siapa orang yang udah jahatin aku semalam…” Sambung Cena, kali ini tangis nya semakin menjadi-jadi.                 “Cen… udah jangan nangis, apapun yang terjadi, semuanya udah takdir, sekarang berhenti menangis, pikiran kamu harus kembali positif, anggap aja gak ada yang terjadi. Hari ini gak usah kerja dulu, besok aja, kamu pulang gih, istirahat yang tenang, sampai ketemu besok.” Balas Sinta. Cena mengangguk mendengar ucapan Sinta barusan, setelahnya ia menenangkan dirinya sebentar kemudian kembali ke rumahnya.                 Sementara itu di tempat lain, Al baru saja menyelesaikan operasi nya, ia sedang duduk di ruang kerja nya sembari menikmati makan siang yang di kirimkan Celine untuk nya, pagi tadi gadis itu sudah berjanji akan makan siang bersama Al, namun tiba-tiba di batalkan karena ada meeting dadakan karena menggantikan temannya, jadi sebagai gantinya Celine hanya mengirimkan makanan untuk Al sebagai tanda permintamaafannya.                 “Kok tumben mas mesen makanan dari luar?” Aryo datang menghampiri Al sembari membawa rekam medis pasien pria itu.                 “Ah tidak, ini kiriman.” Balas Al.                 “Dari si Calon Istri?” Tanya nya. Al mengangguk.                 “Mas bilang kalau si mbak calon istri itu saudara kembarnya Dokter Celena, tadi baru aja aku papasan sama Dokter Celena, matanya bengkak habis menangis, mau ku tanya tapi takut tidak sopan.” Sambung Aryo. Al menghentikan makannya sejenak, kemudian menatap Aryo dengan tatapan penuh tanda tanya.                 “Yang jaga di UGD kan? Iya beneran. Tadi papasan.” Balas Aryo yang seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran Al.                 “Hmm saya gak tau, mungkin masalah pribadi.” Balas Al. beberapa hari yang lalu Aryo memang minta di dekatkan kepada Celena lewat Al, namun pria itu tidak meresponnya, maka dari itu lah akhir-akhir ini Aryo lebih mau memperhatian Cena tanpa bantuan Al, walau tentu saja tak di respon oleh gadis itu.                 “Tapi Mas, kalau bisa di kenalin lain kali sama dia, kenalin lah, mumpung masih muda ini.”                 “Iya Aryo, nanti saya kenalkan, kalau dia mau.” Balas Al. pria itu menggelengkan kepalanya di saat Aryo sedang tersenyum puas mendapat jawaban dari Al, memang Al bukan saudara kandung dari Cena, namun Al adalah calon ipar nya, akan bagus bagi Aryo jika saja Al ingin berkontribusi lebih dalam tentang hubungannya bersama Cena.                 “Beneran loh ya Mas, jangan iya iya saja, nanti dia nya keburu kepinciut sama orang.”                 “Iya saya usahakan.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN