Cena's Problem

1064 Kata
                Entah sudah berapa minggu Cena terus mengurung diri di kamarnya, ia hanya terlihat jika berangkat kerja, atau jika kebetulan sarapan saja, Mia tentu menyadari perubahan pada putri nya, namun awal nya ia biasa saja karena Cena memang sudah biasa mengurung dirinya di dalam kamar, namun semakin hari,keanehan itu semakin terlihat, Cena terkadang tidak mau makan, atau yang paling aneh adalah wajah nya terlihat begitu pucat, Mia sudah panik dan ingin membawa Cena untuk berobat, namun gadis itu terus menolak dengan alibi ia hanya kelelahan saja.                 “Cel, sore nanti mau ke mana?” Tanya Mia kepada Celine di saat Celine sedang memakai sepatunya sebelum berangkat menuju kantor.                 “Tempat fitting baju bu. Mau nemenin Mas Al aja sih, soalnya dia sempit baju buat akad nya, kenapa?” Tanya Celine. Ia berdiri, bersiap meraih tangan ibu nya, namun Mia terlihat begitu khawatir dari raut wajah nya, tak pernah sekalipun Celine melihat raut wajah Mia yang seperti itu.                 “Cena… kamu tau gak kenapa akhir-akhir ini kakak kamu jadi banyak diam nya? Dia Cuma ke rumah sakit, habis itu pulang terus ngurung diri di kamar, kenapa ya dia? Ada apa sama dia? Ibu tanya juga dia gak jawab, muka nya pucat sekali, ibu jadi takut kalau dia sakit.” Jawab Mia.                 “Udah di tawarin ke Dokter emang? Eh tapi kan dia sendiri dokter, harusnya kalau sakit pasti udah tau sih harus minum obat apa.” Balas Celine, jawabannya memang terdengar acuh, namun biar bagaimana pun juga Cena tetaplah kakak nya, ia juga ada rasa khawatir sedikit, tapi Celine terus mengedepankan logikanya bahwa Cena adalah seorang dokter, mustahil kalau dirinya sakit lantas ia tidak meminum obat apa-apa.                 “Udah dek, ibu sampai nawarin berkali-kali tapi dia tetap aja gak mau, gimana ya? Apa kamu aja yang ngomong? Dia kenapa? Biasanya tuh pulang kerja dia di nonton tv dulu, atau ke kebun kecil nya, atau ngasih makan ikan, dia gak pernah hampir dua puluh empat jam ada di kamar, ibu stress banget, apa lagi dia gak mau ngomong.” Sambung Mia dengan mata yang berkaca-kaca.                 “Ibu aja gak mau di dengerin apa lagi aku, minta papa aja yang ngomong sama Cena, mungkin Cena bakal dengerin, kan Cena gak pernah nolak apa yang papa bilang.” Mia mengangguk mendengar jawaban dari putri bungsu nya itu.                 “Nanti malam kita ngobrol lagi ya bu, aku jalan dulu, mas Al udah sampai.” Balas Celine, sembari meraih tangan ibu nya, untuk salim. Setelahnya ia pun berjalan keluar menemui Al, si calon suami nya itu. ada banyak hal yang ini Celine tanyakan kepada Al tentang Cena, namun ia juga sedikit ragu sebab Al pasti tidak tahu apa-apa, mengingat pria itu bahkan terlalu malas untuk mengurus urusan orang lain.                 “Mas, di rumah sakit, ruangan kamu sama ruangan Cena jauh apa deket?” Tanya Celine, ia berusaha memulai percakapan dengan Al, pelan-pelan, setidaknya agar pria itu tidak menaruh curiga kepadanya.                 “Lumayan, kenapa?” Balas Al, matanya sibuk dengan jalanan di hadapannya hingga ia bahkan tidak sempat melirik ke arah Celine yang sejak tadi menatapnya dari samping.                 “Akhir-akhir ini kayaknya Cena sakit deh mas, kamu gak pernah apa merhatiin dia di rumah sakit?” Tanya Celine. Al menggeleng, ia terdiam cukup lama hingga mobil nya betul-betul sudah terparkir rapih di parkiran kantor Celine. “Saya tegur sapa sama Cena saja jarang banget hampir di bilang gak pernah Cel, gimana saya mau tau dia sakit apa nggak. Kenapa? Tumben kamu nanyain Cena.”                 “Udah berapa minggu kata ibu dia aneh banget, jarang keluar kamar gitu, kenapa ya? Di tanya juga gak mau jawab kata ibu.” Balas Celine.                 “Bukannya kata kamu Celine memang begitu orang nya?”                 “Nggak, beda aja, udah ah mas gak tau, udah sampai nih dari tadi udah di liatin sama satpam kok gak turun-turun. Aku masuk dulu ya, kamu hati-hati.” Ucap Celine, Al mengangguk kemudian membalas lambaian tangan gadis itu.                 Bukan benar-benar tidak tahu tentang Celine, namun berdasarkan apa yang ia dengar di rumah sakit semoga hanya berita kosong saja, ia juga tidak mau mengatakan hal tersebut kepada Celine, karena tidak mau mengatakan apa yang belum pasti terjadi, lagi pula selama ini Al menganggap dirinya tidak begitu dekat dengan Cena sehingga ia merasa bahwa apapun masalah Cena, selagi ia belum menjadi bagian dari keluarga mereka, maka Al tidak mau campur tangan.                 Perjalanan ke rumah sakit lumayan lancar, walau sempat terjebak macet selama lima menit namun hal tersebut tidak mengurangi rasa semangat Al untuk bekerja, sesampainya di rumah sakit ia sudah di sambut oleh daftar pasien yang telah membuat janji dengannya untuk melakukan check up rutin, tidak ada jadwal operasi hari itu sehingga Al bisa memastikan bahwa ia bisa menjemput Celine tepat waktu sore nanti.                 “Rania, pasiennya sudah boleh masuk.” Ucap Al kepada Rania ketika ia sudah merapihkan perlengkapan kerja nya.                 “Maaf dok, tapi sebelumnya tadi ada Dokter yang nyariin Dokter.” Balas Rania.                 “Kamu kenal?” Tanya Al. Rania menggeleng.                 “Kalau begitu nanti saja, utamakan pasien, persilahkan masuk dengan pendamping nya.” Balas Al.                 Di tempat lain, Cena sedang mengalami pusing dan juga mual yang teramat mengganggunya, hari ini sudah tak terhitung berapa kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan isi perut nya. Apapun yang ia makan terasa memuakan di lidah nya, tidak ada yang bisa ia cerna, air mineral sekalipun.                 “kamu periksa deh ke bawah, mau gak?” Ucap Sinta yang sejak tadi sudah mondar mandir dari ruangannya ke ruangan kerja Cena, Sinta juga harus melayani pasien, namun ia juga begitu kasihan terhadap Cena karena sedang sakit. Cena yang seharusnya juga melayani pasien harus menutup ruangannya rapat-rapat sebab ia sama sekali tidak bisa berpikir normal saat ini.                 “Nggak.” Balas Cena, tepat beberapa detik sebelum ia berlari ke kamar mandi yang ada di ruangannya itu.                 “Cen… mau sampai kapan kamu kayak gini? Kamu … aku beliin testpack ya? Atau aku cek urine kamu aja, mau?” Tawar Sinta, lagi. namun Cena tetap saja tidak mau, ia tidak mau di periksa, ia tidak mau mendengar apapun, menurutnya ia hanya masuk angin dan kelelahan hingga ia mual seperti ini.                 “Aku Cuma masuk angin aja, nggak apa-apa.” Balas Cena, ia kemudian kembali ke ruangannya, dengan wajah pucat pasi sembari melap wajah nya dengan tissue.                 “Tapi udah seminggu cen…” Balas Sinta.                 “Nggak, aku bilang enggak ya enggak.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN