Bagaimana kalau saya saja?

1245 Kata
                Hujan turun dengan sangat derasnya, sudah pukul sepuluh malam namun Celine belum juga tiba, ia tidak khawatir, ia hanya kasihan terhadap papa nya yang sudah sejak tadi menunggu gadis itu di bawah. mendengar Cena mengintip dari balkon kamarnya, sebuah sorot lampu mobil terlihat dengan jelas menerangi jalanan perumahan yang terlihat begitu gelap di tengah derasnya hujan, dari jauh Cena samar-samar mengenali pria yang turun dari mobil itu, siapa lagi kalau bukan Al, pria itu turun dari mobil nya, dengan payung hitam besar yang melindungi tubuh nya dari derasnya hujan malam itu, Al terlihat mendorong pagar entah di mana Mang Ujang berada sehingga Al ahrus turun tangan sendiri untuk membuka pagar. Setelahnya, ia kembali lagi ke atas mobil lalu berakhir dengan memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah. Pria itu lagi-lagi terlihat turun dari mobilnya, membawa payung lalu membuka pintu samping kemudi, terlihat Celine yang di rangkul oleh Al, menembus hujan dan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Cena? Cena tentu saja cemburu. Ia buru-buru turun dari kamarnya, menemui Celine dan juga Al di bawah.                 “Loh, kok bisa bareng mas mu pulang? Mobil kamu mana dek?” Tanya Haru.                 “Mobilnya mogok di daerah Texas, mati total jam tujuh tadi.” Jawab Celine, ia sudah berhenti menangis sejak satu jam yang lalu.                 “Kamu gak apa-apa kan? Di sana bahaya banget. tadi pas jam segitu papa masih meeting, kamu nelfon papa tapi hp papa mati ya? Kamu pas di sana pas lagi ramai kan? Astaga sayang, maaf ya, andai aja papa tau, papa pasti langsung balik dari kantor.” Haru terlihat sangat khawatir, ia tahu jelas bahwa Celine paling takut dengan yang namanya gelap dan sepi, gadis itu bahkan seringkali sampai menangis kalau saja ia berada di tempat yang gelap apalagi sepi.                 “Iya, aku tadi langsung nelfon Mas Al pas mobil ku mati. Di sana sepi banget, aku takut tapi untungnya Mas Al datangnya cepet, kalau gak, aku udah pingsan kali.” Jawab Celine.                 “Mas Dokter makasih ya nak, om udah kayak hutang nyawa sama kamu, Celine itu paling takut sama yang namanya gelap apalagi sepi, dia suka sesak napas kalau keadaannya begitu. Untung tadi kamu sigap nyamperin dia, kalau enggak, om udah gak tau Celine masih bisa napas atau nggak sekarang. Ini kalau ibu nya tau, mungkin udah panik duluan, terimakasih ya nak.” Ucap Haru kepada Al.                 “Sudah tugas saya om, untuk menjaga Celine. Sudah larut om, kalau begitu saya permisi pulang dulu, pas pergi tadi saya gak izin sama orang rumah, takut di cariin, hp saya juga lowbat.” Ucap Al, ia membungkuk sedikit, meraih tangan pria itu untuk salim, setelahnya ia mengusap lembut kepala Celine.                 “Saya permisi om, Celine jangan khawatir lagi ya, kamu aman. Sampai ketemu, besok.” Ucap Al. Celine mengangguk, lalu mengantar Al hingga ke depan pintu. “Hati-hati mas. Kabarin kalau udah sampai.” Ucap Celine, Al tidak bisa menahan senyum di wajah nya, untuk kali pertama, Celine mengucapkan hal itu kepadanya.                 “Siap nyonya.” *****                 Celine sengaja bangun lebih awal, merasa akan merepotkan Al, ia tidak mau membuat pria itu menunggu lebih lama, ia harus menjaga sikap, Al adalah orang yang menyelamatkannya dari ketakutan kemarin. Sudah pukul enam empat lima, namun Al belum juga datang, padahal kemarin ia sudah berjanji bahwa ia akan datang untuk menjemput Celine, baru saja Celine duduk di meja makan, terdengar suara pria itu mengucap salam dari luar, serentak Celine dan keluarganya menengok ke arah sumber suara, Al datang dengan senyum merekah di wajah nya.                 “Eh, Al sini nak, ayo sarapan sama-sama.” Ucap Mia yang selalu menyambut Al dengan hangat.                 “Iya tante.” Jawab Al dengan sungkan.                 “Maaf ya, kamu kelamaan nunggu nya. Tadi saya antar Mas Fathur dulu ke apartement nya.” Ucap Al, ketika ia sudah duduk di sebelah Celine.                 “Enggak kok mas, ini juga baru sarapan. Kamu belum sarapan juga kan? Sarapan dulu.” Ucap Celine, ia bahkan membuatkan roti khusus untuk pria itu, melihat apa yang terjadi di hadapan mereka, Haru dan Mia saling bertatapan, putri mereka yang keras kepala akhirnya lunak kepada pria pilihan mereka.                 “Jadi gimana mobil Celine, Al? udah di urus nak?” Tanya Mia.                 “Sudah tante, kemarin saya langsung telfon jasa Derek mobil, sekalian saya suruh bawa ke bengkel, mobil Celine tidak pernah di service ya? Katanya sudah parah sekali. Nanti kalau selesai, langsung di bawa kesini.” Ucap Al.                 “Iya kayaknya gak pernah ya pa? waktu itu om udah mau service tapi Celine gak mau katanya mobil nya gak kenapa-kenapa, jadi di biarkan begitu saja. tante kaget banget pas dengar cerita dari om, untung ada kamu, kalau nggak, Celine pasti udah pingsan kemarin, dia takut banget sama gelap.”                 “Iya tante, Celine langsung telfon saya, jadi saya langsung berangkat untuk jemput dia.” Balas Al.                 “Terus… Celine naik apa selama mobil nya di bengkel?” Tanya Cena yang suaranya sudah mulai terdengar padahal sejak tadi ia terus diam.                 “Soal itu, saya yang antar jemput, mungkin tidak hanya sampai mobilnya normal lagi, tapi sampai Celine yang minta berhenti di antar atau di jemput, bahaya kalau Celine bawa mobil di daerah itu lagi, kata Celine kemarin, sebelum saya datang ada orang yang sempat mengintip di mobilnya, saya yakin orang itu mau berbuat jahat sama Celine, mungkin dia juga sudah hapal plat nomor polisi mobil Celine, jadi sewaktu-waktu Celine bisa di serang lagi kalau lewat sana.” Ucap Al. “Hmm, menurut aku kamu pakai taxi online aja atau kalau gak mau kamu bisa pakai mobil aku aja Celine, kasihan Mas Al kalau harus antar kamu ke kantor terus balik ke rumah sakit, jaraknya lumayan makan waktu apalagi kalau macet, Mas Al bisa telat.”                 “Hmm? Terus lo sendiri naik apa kalau gua pakai mobil lo? bukannya lo takut naik taxi online?.” Balas Celine.                 “Nanti biar aku saja yang menumpang sama mas Al, kami kan kerja di tempat yang sama. Maksud aku, supaya Mas Al tidak repot bolak-balik antar kamu.” Jawab Cena, ia menyunggingkan senyum manis di wajah nya. Suasana tiba-tiba menjadi canggung, Haru dan Mia tidak tahu harus mengatakan apa.                 “Tidak apa Cena, saya tidak keberatan. Bukan sesuatu yang sulit hanya untuk mengantar jemput Celine, lagi pula jalanan dari rumah sakit ke kantor Celine selalu sepi dan jarang sekali macet, jadi tidak masalah. Saya juga khawatir kalau Celine naik taxi online, bahaya sekali akhir-akhir ini.” Jawab Al. Cena terdiam beberapa saat, ternyata memang Al yang mau mengantar Celine.                 “Tapi… bukannya Mas sibuk di rumah sakit, bagaimana kalau sudah jam pulang Celine, tapi Mas belum selesai?” Tanya Cena, lagi.                 “Saya usahakan, bagaimana pun sibuk nya saya, saya sendiri yang akan mengantar Celine pulang.” Jawab Al.                 “Udah Cen, gapapa, Mas Al juga gak keberatan kok. Lo gak usah khawatir soal apa-apa, lo pakai mobil lo aja, lo juga sama sibuk nya kan sama dia? Jadi ya sama aja sih. eh udah telat nih, ayo Mas, ntar kena macet lagi.” Ucap Celine, ia meraih tas nya di atas meja, lalu beralih mencium tangan papa dan juga ibu nya dan di susul oleh Al di belakang.                 “Al terimakasih ya nak, hati-hati bawa mobil nya. Oh iya, sampaikan ke ayah dan ibu mu, kita harus makan malam keluarga sama-sama, toh sebentar lagi kalian menikah, harus nya kita bisa tambah dekat lagi.” Ucap Haru.                 “Iya om, malam nanti saya sampaikan ke ibu dan ayah. Kalau begitu, kami permisi dulu.”                  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN