Dia calon istri saya

1753 Kata
To: Celine                 Saya mau bicara sesuatu sama kamu, kalau bisa, nanti malam luangkan waktu untuk saya.  Celine membaca pesan dari Al di tengah-tengah meeting nya, Celine hanya membuang napas kasar lalu menyimpan kembali ponsel nya di tas, padahal mood nya sedang bagus, namun ketika membaca pesan tersebut Celine jadi kembali merasa kesal, ia tidak ingin di paksa, kalaupun perjodohan biarkan saja berjalan se natural mungkin, namun Al terkesan terburu-buru dan memaksanya, membuat Celine merasa tidak nyaman dengan hal itu. Setelah meeting selesai, Celine kembali ke ruangannya, mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan hari itu juga, sepanjang hari ia berkali-kali mendengar ponselnya berdering, Celine tidak peduli, kalaupun urusan pekerjaan pasti ada satu atau dua orang yang datang ke ruangannya jika itu mendesak, Celine dengan santai nya baru membuka kembali ponsel nya setelah ia duduk manis di atas mobil, dan bersiap untuk pulang. Ada banyak sekali chat yang masuk, dari temannya, dari papa nya, atau dari Al sekalipun. Celine menarik napas dengan berat ketika membaca pesan demi pesan yang Al kirim untuk nya, ajakan bertemu, membahas tentang mereka yang bahkan menurut Celine, mereka tidak pernah jadi mereka dalam versi Al. ya, Celine tidak pernah menganggapnya begitu.                 Malam ini, saja. Wooden Café. Jam 8 malam.                 See you, there.                 Celine menyimpan ponsel nya, tanpa membalas pesan terakhir dari Al yang baru saja ia terima. Celine buru-buru pulang, sebelum ia terjebak gila nya macet Jakarta sore itu. sesampainya di rumah, sungguh keadaan yang sangat langka, Haru, alias papa Celine, sudah berada di rumah, padahal biasanya ia akan pulang lebih malam daripada gadis itu.                 “Dek, papa mau bicara sebentar, gapapa ya? Maaf ganggu waktu nya.” Ucap Haru ketika melihat putri kedua nya, berjalan dari arah pintu masuk. Celine celingak-celinguk, mencari ibu nya, namun sadar bahwa wanita itu belum pulang, mobil nya saja belum terlihat.                 “Iya paa, boleh dong masa nggak. Ngomong apa?” Tanya Celine, ia menjatuhkan b****g nya di sofa tepat di seberang Haru. Tangannya menekan remote Ac, agar ruangan itu bisa nyaman untuk nya.                 “Itu… soal Al. Ibu, bilang sama papa, katanya dia udah ngasih cincin ya? Papa senang banget, sampai semalam gak bisa tidur gara-gara kepikiran itu. Papa ngajak adek ngomong cuma buat bilang terimakasih, terimakasih karena udah ngikutin kemauan papa sama ibu, terimakasih juga karena udah yakin sama Al, papa yakin seratus persen, dia laki-laki yang baik untuk kamu, makanya, dari awal papa takut, kalau kamu gak mau, dari awal papa takut kamu ngelewatin Al begitu aja, tapi ternyata ketakutan papa salah, terimakasih banyak ya? Papa janji, papa bakal bikin pernikahan adek jadi pernikahan yang paling berkesan.” Ucap Haru. Celine mematung di tempatnya, mendengar ucapan papa nya barusan membuat Celine semakin merasa terjebak, bagaimana mungkin ia bisa membatalkan perjodohan ini jika orang yang paling ia sayang, saja, sudah menaruh banyak harapan pada dirinya lewat perjodohan ini. Celine, tidak mau mengecewakan papa nya, mengingat pria itu adalah satu-satu nya orang yang tidak pernah membuatnya kecewa di rumah itu, papa nya adalah orang yang selalu ada untuk nya, terlalu jahat bagi Celine jika harus membuat orang tua nya itu kecewa hanya karena keegoisannya sendiri.                 “O-oh iya pa.” Jawab Celine seadanya. Tidak ada kata-kata lain yang ingin ia ucapkan, ia tidak memiliki ide basa basi apapun, entahlah, dirinya kini seakan berada di dimensi yang sulit untuk Celine tembus. CELINE POV                 Setelah berbicara dengan papa, aku langsung kembali ke kamar, aku tidak akan bersiap hanya karena akan bertemu dengan Mas Al, rasanya malas, melangkahkan kaki ku keluar dari kamar saja aku malas, aku melihat jam di pergelangan tangan kiriku, pukul tujuh lewat lima belas menit. Aku mendesah malas, aku mengambil tas setelah memesan taxi online, tidak, aku juga terlalu malas untuk menyetir.                 Wooden Café, café tempat di mana aku dan mantan pacar ku, Aldo, selalu makan bersama, entah dari mana Mas Al tau tempat itu. sejak putus dengan Aldo aku bersumpah pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengunjungi cafe itu lagi, café yang terlalu banyak menyimpan kenangan manis bagi kami berdua, namun si setan itu juga malah membawa Vani ke sana, si perebut pacar orang. Sesampainya aku di sana, ternyata Mas Al belum tiba, jadi ku putuskan untuk masuk duluan, aku tahu pasti Mas Al sudah reservasi, sebab syarat untuk duduk manis di sana adalah, harus reservasi dulu.                 “Mba Celine? Sudah lama ya mbak gak kesini?” Ucap Pelayan café itu dengan ramah. Sudah ku bilang, aku dengan Aldo sering sekali datang kesini, sangking sering nya, mereka bahkan sudah menghapal kami berdua.                 “Hai, iya nih. Aku sibuk banget, by the way aku kesini tapi reservasi nya atas nama Dr. Fudhail Al-Kahf. Ada?” Tanya ku. Pelayan itu mengecek daftar tamu nya, namun menatap ku dengan tatapan bingung.                 “Ada? Apa dia belom reservasi ya?” Tanya ku kepada diriku sendiri.                 “Iya ada mbak, silahkan, mari saya antar ke meja nya.” Ucap pelayan itu lagi. aku mengangguk lalu mengekori nya dari belakang, aku di minta untuk duduk di sebuah kursi dekat jendela, yang pemandangannya langsung menghadap ke kota, Mas Al boleh juga.                 Lima menit menunggu di sana, ku dengar suara dentingan dari pintu, ahh ku pikir orang itu pasti Mas Al, sebab, katanya dia sudah dekat. namun ternyata tidak, aku malah terkejut, yang datang malah Aldo, mata kami berdua bertemu, aku tahu dia juga sama kaget nya dengan ku, ia bahkan sampai mematung beberapa detik di ambang pintu ketika mata kami bertemu, aku? aku merasa agak canggung, ya walau perasaan nya sudah hilang entah kenapa, bertemu dengannya kembali membuatku canggung, mungkin karena kami bertemu kembali di tempat kami biasa menghabiskan waktu dulu. Ku lihat Aldo berjalan ke arah ku, ia masih nampak tampan, wangi parfume nya bahkan tidak berubah sama sekali, wangi yang sama yang aku pilihkan untuk nya beberapa tahun yang lalu.                 “Celine? Sendiri aja? Ngapain di sini?” Tanya Aldo setelah duduk di kursi milik Mas Al. aku sebenarnya sedang malas berbasa-basi dengan siapapun namun ku hargai kebaikannya, sebab ia masih menyapaku walau kami berdua sudah putus.                 “mau makan dong, kenapa? Long time no see ya. Sama siapa kesininya?” Tanya ku, dengan berusaha bersikap ramah. Walau mungkin tak terlihat dari wajah ku.                 “Sama Vani, tapi dia belum datang. Kamu sendiri aja? Mau join bareng kita gak?” Tanya nya dengan rasa tak bersalah, si setan ini malah mengajakku ikut makan bersama dengan orang yang menjadi selingkuhannya dulu.                 “Aku lagi nunggu orang.” Jawab ku, sesekali aku melirik ke arah ponsel ku, berusaha menghubungi Mas Al namun pria itu tak kunjung membalas pesan ku. Sial.                 “Yaudah kalau gitu aku di sini aja dulu, sambil nunggu temen mu sama sambil nunggu Vani juga. Oh iya Cel, by the way you look prettier. Bisa-bisa nya kamu nambah cantik.” Ucap nya dengan senyum khas Aldo, senyum yang membuat ku hanyut kepadanya selama enam tahun, sialan.                 “Prettier you said? Hahah! I’m never being ugly masalahnya.” Balas ku. Sekali lagi, terdengar dentingan bel dari arah pintu, dalam hati aku sudah yakin bahwa orang itu adalah Mas Al, namun ternyata, Vani yang datang. Aku melihat Aldo, ia masih duduk di depan ku, padahal ia juga lihat bahwa yang datang adalah Vani, pacarnya.                 “Ehh, itu Vani.” Ucap ku. Berusaha membuat Aldo pergi dari hadapan ku, namun ia masih di sana, menatap ku dengan lekat-lekat. Sementara itu Vani berjalan ke arah ku dengan wajah yang sudah memerah sejak pertama melihat ku duduk bersama dengan pacar nya.                 “Aldo! Kamu kok malah di sini?!” pekik nya kepada Aldo ketika ia sudah berdiri di samping meja ku. Aku menghela napas dengan malas. Suaranya yang melengking memenuhi seisi café, sekarang semua mata berpusat pada kami.                 “Kamu selingkuh sama dia?! Gila ya! Kamu malah bawa dia ke sini padahal ini café kita… aku kecewa sama kamu!” Ucap nya dengan penuh kedramatisan, aku tahu Vani, si ratu drama yang selalu berusaha mencari simpati dari orang-orang agar ia selalu benar di mata orang, selalu mencari tumbal kesalahan.                 “Apan sih Van, aku nungguin kamu dari tadi. Celine kebetulan juga kesini dia lagi nunggu orang. Aku juga temennya kali, kenapa kalau nyapa dia?” Ucap Aldo, dia malah membelaku.                 “Bohong! Pasti kamu yang nyuruh dia kesini kan?! Iya kan!? Dia mana tau tempat ini kalau bukan kamu yang ngasih tau? Kalau emang dia nunggu orang harusnya orang nya udah datang! Tapi mana?! Ini emang rencana kamu kan Aldo!” Ucap Vani lagi, kali ini nada bicaranya jauh lebih keras dari sebelumnya. Jujur, orang-orang sudah menatap Vani dengan tatapan iba, sementara aku? aku sudah di tatap aneh oleh orang-orang di sana, sial, Vani memang juar soal playing victim.                 “Sayang, maaf ya tadi macet di jalan.” Suara seseorang sukses membuat ku menengok ke belakang, di sana, ada Mas Al yang sedang jalan ke arah kami dengan senyum mengembang di pipi nya. Aku? aku seketika merasa lega.                 “Sayang?” Desis Vani ketika melihat siapa yang datang. Aku tahu, dia pasti kenal dengan Mas Al, orang-orang pasti kenal dengan Dokter tampan yang hits di media sosial ini.                 “Sepertinya ada kesalah pahaman ya? Maaf ya Mbak, Mas. Oh iya kenalin saya Dokter Fudhail Al-Kahf, calon suami nya Celine. Saya yang reservasi tempat ini buat dinner kami berdua, dari tadi juga calon istri saya sudah berkali-kali menghubungi saya untuk cepat datang tapi masih macet, maaf ya, dia bukan selingkuhan pacar mbak, dia calon istri saya.” Ucap nya dengan penuh penekanan di setiap kata nya sembari menatap Vani serius.                 Kami tentu saja jadi bahan tontonan orang-orang di sana, si Dokter Fudhail yang hits di sosial media dan tidak pernah menunjukan siapa pacar nya tiba-tiba berbicara dengan lantang di depan banyak orang bahwa aku adalah calon istri nya. Terdengar bisikan-bisikan dari mereka yang bisa aku dengar, untung nya yang aku dengar ketika mereka memuji ku cantik, kalau saja mereka berbicara aneh-aneh, mungkin sudah ku patahkan kaki nya.                 “Calon suami?” Desis Vani, lagi. Mas Al membalikan tubuh nya ke pada orang-orang yang ada di café itu ia tersenyum kepada semua orang di sana, lalu ia sedikit membungkuk sebelum berbicara.                 “Untuk semuanya, maaf ya atas ketidaknyamanannya, saya dan calon istri saya minta maaf karena sudah membuat kalian tidak nyaman, saya minta maaf sekaligus meluruskan bahwa gadis di sebelah saya ini bukan selingkuhan dari Mas baju kotak-kotak di belakang, saya calon suaminya, dan tadi dia sedang menunggu saya.” Ucap nya dengan senyum di wajah nya. Aku sampai tidak bisa berkata apa-apa, dia telah menolong ku malam ini dari hujatan-hujatan orang-orang yang ada di sana.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN