Bagaimana?

1068 Kata
AUTHOR POV                 Celine pulang ke rumah nya dengan perasaan yang campur aduk, bagaimana tidak, saat ini di tangannya ada sebuah kotak cincin. Sejak tadi ia terus berusaha melupakan kotak cincin itu, namun ia tidak bisa, Celine ingin mengembalikan cincin tersebut kepada yang memberikannya, namun entah kenapa, ada sesuatu dalam diri Celine yang seakan melarang nya untuk melakukan hal tersebut, padahal ia bisa saja untuk melakukan itu.                 “Neng… itu cincin baru ta? Beli di mana?” Tanya Mia ketika melihat Celine sedang menatap kosong ke arah sebuah kotak cincin di tangannya. Sejak tadi Mia memperhatikan Celine, sejak ia datang, ia hanya duduk di ruang makan dengan sebuah kotak cincin di tangannya. Di tanya pun kadang ia hanya menjawab seadanya, Mia tau betul pasti Celine sedang memikirkan masalah sesuatu.                 “Ah? Nggak bu. Maksudnya, iya, cincin baru. Di beliin sama Mas Al. katanya cincin nikah. Gak ngerti.” Jawab Celine. Mia diam selama beberapa saat, ia senang, sebab Celine yang watak nya keras akhirnya bisa di taklukan oleh seorang pria, namun di sisi lain, Mia juga jadi khawatir sendiri, khawatir dengan sesuatu hal yang ia tidak pernah harapkan.                 “Ibu senang, akhirnya kamu bisa di taklukin sama Mas mu, padahal ibu kira, kamu gak akan pernah mau sama dia.” Jawab Mia, ia tersenyum, menatap Celine, sesekali ia mengelus punggung Celine dengan hangat.                 “Aku belum bilang ‘iya’ sama dia. Tapi kalian yang bilang ‘iya’ jadi dia bertindak sesuka hati nya.” Ucap Celine, mata nya menatap kosong ke depan. Cincin pemberian Al, ia letakan di atas meja, sesekali ia menghela napas berat, rasanya ia sudah tidak tahu harus berbuat apa. di lain sisi, ia bisa saja menerima pinangan pria itu, namun Celine lebih banyak takutnya di banding berani nya. Ia takut menikah, ia takut dengan gagalnya pernikahan, ia takut jika sudah cinta namun di selingkuhi, seperti hubungannya yang lalu, ia takut jika suatu saat perasaannya kepada suami nya kelak, hilang, ia takut jika ia tidak bisa jadi istri sekaligus ibu yang baik, atau yang paling Celine takutkan adalah, ia tidak bisa memberi suami nya keturunan.                 “Ibu sama papa bakal dosa neng, kalau ada laki-laki baik yang datang minta kamu sama papa sama ibu sementara ibu sama papa nolak dia. Kamu tau itu kan? Lagi pula, kemarin-kemarin kamu sudah sempat bilang ke ibu kalau kamu mau sama dia, kenapa tiba-tiba berubah? Apa yang bikin neng berubah? Apa si mantan kamu itu datang lagi? cerita ke ibu.” Ucap Mia. Namun belum sempat Celine menjawab, Cena sudah datang duduk di hadapan mereka. Dengan tubuh yang di balut dengan mukenah serta Al-Quran kecil di tangannya, sepertinya ia baru saja selesai sholat.                 “Apa itu Celine?” Tanya Cena.                 “Cincin.” Jawab Celine seadanya. Dengan adanya Cena, Celine tidak akan mungkin bercerita. Setelah beberapa saat ia duduk ssebentar, Celine kemudian izin untuk kembali ke kamar nya dengan alasan bahwa ia lelah.                 Sesampainya di kamar, Celine langsung menjatuhkan tubuh nya di kasur. Badannya terlalu lelah bahkan hanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang kemarin ia bawa pulang ke rumah. Entah kenapa, akhir-akhir ini, semuanya terasa berat bagi Celine, terlebih ketika Al terus menunjukan keseriusannya kepada dirinya. Jujur saja, Celine tidak risih, ia hanya terlalu di penuhi rasa takut, sehingga ia terus meragukan pria itu.                 Di lain sisi, Al sedang duduk berkumpul bersama dengan keluarganya, untuk kali pertamanya dalam tahun ini, mereka bisa duduk bersama secara lengkap, Ada ayah, ibu, kakak nya Fathur, dan juga adiknya, Fariz. Momen langka yang kira nya hanya akan terjadi jika lebaran tiba. Mereka sedang menonton televisi bersama, menghabiskan waktu sebelum mereka tidur, Al masih dengan setelan yang ia kenakan tadi, sebab ketika sampai, keluarganya sudah berkumpul duluan, sehingga ia tidak sempat untuk mandi dulu.                 “Gimana Mas, sama anaknya ibu Mia?” Tanya Herman, kepada Al. ia baru saja pulang dari perjalanan dinas nya, selama ini ia juga tidak tahu bagaimana perkembangan perjodohan anak nya tersebut, namun ia harap semua akan berjalan lancar toh selama ini ia juga tidak mendengar kabar buruk apa dari mereka.                 “Tadi sudah beli cincin untuk Celine.” Jawab Al dengan mantap. Semua orang di sana menatapnya dengan terkagum-kagum, bagaimana tidak, Al, si manusia yang paling kaku di antara mereka bertiga, tiba-tiba melangkah jauh, mengambil keputusan besar tanpa di dampingi oleh orang tua mereka.                 “Hah? Serius?” Tanya Fathur. Al mengangguk.                 “Ibu kira, kamu bercanda mas.” Balas Wika. Wanita paruh baya itu nampak senang, akhirnya Al menentukan pilihannya sendiri.                 “Wah kalau seperti itu, kita harus bicara lagi sama orang tua nya Celine, sama ibu Mia dan suaminya. Kalian berdua sudah diskusi perihal tanggal pasti nya? Ayah gak nyangka, kamu bisa naklukin Celine dalam waktu yang sebentar ini. Selamat ya Mas.” Ucap Herman.                 “Sebenarnya bukan begitu, saya juga belum tau pak, bu, Celine benar-benar mau sama saya atau bagaimana. Saya Cuma menunjukan rasa serius saya kepada dia, membelikan dia cincin, bukan hanya menandakan kalau kami di jodohkan, tapi saya memang betul-betul mau sama dia.” Balas Al.                 “Kenapa gak sama Cena? Yang dokter juga?” Tanya Fathur. Selama ini, ia mengira Al akan lebih memilih Cena, perempuan yang katanya memiliki paras yang juga cantik, serta lebih mementingkan agamanya. Tipe Al sekali.                 “Kalau di tanya seperti itu, saya juga tidak tau bang, jawabannya apa. saya Cuma tertarik sama Celine, sejak saya pertama kali ketemu sama dia di rumah sakit.” Balas Al. *****                 Celine kira, ia akan terjaga di rumahnya semalam, sebab tubuh nya terlalu lelah. Namun ternyata tidak, ajakan party dari temannya ternyata mampu membuat tubuh Celine terasa segar lagi, tanpa butuh waktu lama, Celine langsung tancap gas, menuju rumah Michele, gadis itu sudah menunggunya di sana bersama dengan beberapa temannya yang lain. Tidak ada diskotik malam ini, mereka hanya kumpul bersama di rumah Michele, dengan beberapa alkohol tentunya.                 “Serius? Si Dokter itu? kok bisa berani banget?” Tanya Michele, setelah mendengar keseluruhan cerita dari Celine.                 “Iya, makanya gua juga gak tau cara berhentiinnya gimana. Makin gua menggila di depannya, dia makin maju, ya kayak bener-bener serius. Bukannya apa sih, gua Cuma banyak takutnya aja. Apalagi dia udah kayak husbandable banget, takut gua nya malah malu-maluin.” Balas Celine.                 “Tapi menurut gua ya Cel, lo mendingan terima aja deh, lagian dia juga baik dari cerita lo. Dari pada lo lepasin terus someday lo gak ketemu orang yang sebaik dia gimana?”                 “Gua gak berencana buat nikah.” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN