20. Keputusan Naya

2702 Kata

“Nay, semalam waktu aku pulang kamu udah tidur. Dikunci pula kamarnya.” Suara Mas Iqbal langsung terdengar ketika aku baru saja keluar kamar. Dia mendekatiku, membuatku berhenti dan menunggunya. “Jam berapa Mas Iqbal pulang?” “Jam sepuluh kurang kayaknya.” Aku megangguk. “Oh ... semalam aku ngantuk banget, Mas. Jadi tidur duluan. Mbak Ara gimana kabar?” tanyaku sembari memaksakan senyum. “Dia baik-baik aja, Rafan yang justru lecet-lecet karena sempat kepental.” Mendengar bagaimana Mas Iqbal terdengar sangat akrab menyebut nama anak Mbak Ara, entah kenapa hatiku terasa seperti teriris. Pasalnya, beberapa kali aku sempat membayangkan bagaimana jika kami punya anak nanti. Apakah akan mirip denganku, atau justru lebih mirip dengannya? Namun, bayangan itu lekas sirna tiap kali aku in

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN