21. Kejujuran Pak Arvin

2004 Kata

Selama di pesawat menuju Jakarta aku hanya duduk diam di sebelah Bu Sella. Bu Sella dan Pak Arvin banyak ngobrol berdua, sementara aku hanya nimbrung sesekali jika diperlukan. Bayangan wajah Mas Iqbal terus terngiang di otakku, terutama ketika dia terlihat sangat terkejut setelah aku menciumnya lebih dulu. Aku tidak pernah melihat dia seterkejut itu sebelumnya. Kira-kira apa yang Mas Iqbal rasakan tadi? “Bu Nay, ada cemilan, nih!” Bu Sella mengulurkan beberapa makanan yang baru saja dibagikan pramugari. “Oh iya, Bu. Terimakasih.” Aku hanya membuka air meniral saja, sementara yang lain kudiamkan. Aku sedang tidak selera makan. Roti yang tadi diberikan Mas Iqbal sudah cukup membuatku kenyang sampai nanti siang. Perihal keputusanku, sekali lagi aku bilang ini sudah matang. Aku sudah

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN