Saat matahari tenggelam, mengartikan bahwa waktu telah mengurangi satu hari dari kehidupan kita. Tetapi, setiap matahari muncul kembali, seakan memberikan satu hari lainnya untuk berharap.
"Binar, apa kamu sudah siap?"
"Iya, tentu saja." Binar menoleh ke samping. "Mama, Binar pamit sebentar ya?! Kangen sama papa."
"Mama mengerti, Nak."
"Binar nggak akan lama kok, Ma. Janji."
Mata mama Marta berkaca-kaca, tapi beliau begitu yakin pada janji Binar. "Hati-hati, Sayang."
Binar tersenyum, "Dah, Ma." Kemudian ia mencium dahi sang mama.
"Dayu berangkat dulu ya, Tante."
"Iya, hati-hati!"
"Ayo, Binar!"
Sekitar pukul 11.15 WIB, Binar dan Dayu tiba di Bandara Internasiol. Pada saat yang bersamaan, Bintang juga berada di sana karena mengantar temannya untuk keluar kota.
"Dayu, apa rencana kamu selanjutnya?"
"Tentu saja mencari papamu. Apa lagi?"
"Caranya?"
"Serahkan saja kepadaku! Kita tinggal mencari kantor atau kediamannya saja. Nama Tomy Annas, seorang pengusaha, pasti tidak sulit untuk dicari."
"Ya ampun, kamu benar banget. Aku nggak kepikiran, sudah bingung duluan. Tempat ini sangat asing bagiku," kata Binar dengan lugunya.
"Ha ha ha ha ha." Dayu tertawa cukup keras hingga untuk beberapa saat ia menjadi pusat perhatian. "Ups."
"Ya Tuhan, ketawanya. Untung cantik," kata seorang wanita tua yang berjarak cukup dekat dengan sepasang sahabat tersebut.
"Sorry!" Dayu menahan mulut dengan tangannya.
Pada saat yang bersamaan, Bintang melihat sosok Binar dan jantungnya langsung bergejolak. Demi memastikan pandangannya, Bintang mendekati Binar, namun terus menjaga jarak.
Di-dia benar-benar Binar. Tidak mungkin, apa yang dia lakukan di sini? Dan perempuan itu? Ternyata dia teman Binar? Oh, mungkin dia yang mengajak Binar ke sini karena bertemu denganku kemarin. Bintang mulai ketakutan dan berniat untuk pergi.
Namun, baru beberapa langkah meninggalkan Binar, kakinya terhenti. Tunggu sebentar, Bintang! Dia nggak akan bisa menemukan papa karena kamu sudah menyembunyikan beliau. Lagipula, mungkin dia adalah jalan keluar untuk masalah dan hidupmu saat ini.
Sisi lain Bintang terus berkata dan memberikan pandangan tajam serta jahat. Bagi si kembar yang memiliki bagian hati yang kelam ini, Binar hanyalah tumbal dari semua keinginannya.
"Oke. Berpikirlah, Bintang! Bagaimana caranya agar dia tunduk di bawah telapak kakimu!" gumam Bintang sambil terus memperhatikan keduanya.
"Kalau mama lihat hal tadi, beliau pasti akan memarahi mu, Dayu. Itu tidak sopan."
"Suuut, sudah ah! Jadi tambah malu aku," kata Dayu sambil menarik tangan Binar.
"Mama? Iya ... mama. Akhirnya, mama berguna juga." Bintang bergerak meninggalkan Binar menuju ke loket untuk membeli tiket pesawat ke kota asalnya.
Setelah memesan tiket pesawat untuk penerbangan sore ini juga, Bintang menelepon Ben, "Ben, jangan menungguku! Mungkin, aku tidak pulang malam ini."
"Apa? Binar, kamu mau ke mana? Aku nggak ngizinin ya!" Ben terdengar emosional, tapi Bintang tidak perduli. Semua ini, demi kelancaran niat busuknya.
"Aku non aktifkan saja ponselnya, agar Ben tidak mengganggu." Bintang memasukkan ponsel ke dalam tas miliknya.
Sementara itu, Dayu sudah meminta pertolongan kepada papanya untuk mencari alamat kantor Tomy Annas dari kolega yang berada di Jakarta, sehingga mereka langsung bergerak ke sana.
"Papamu pasti bahagia saat melihat kamu, Binar."
"Bahagia atau bingung Dayu? Aku takut ini menjadi perkara baru."
"Kita lihat saja nanti dan stop takut!"
"Baiklah." Binar menunduk dan berharap mendapatkan sesuatu yang baik untuk semua orang.
Sekitar pukul 13.30 WIB, Dayu dan Binar tiba di kantor papa Tomy yang ternyata sudah terbelah kongsi dengan keluarga Ben Cashel.
"Binar, biar aku yang turun! Takut papamu shock. Jadi saat ketemu, aku jelasin sedikit."
"Oke." Binar menunggu di dalam taksi dengan perasaan yang gelisah.
Setelah kurang lebih 30 menit, Dayu keluar dengan wajah yang tampak berpikir keras. "Binar." Dayu masuk ke dalam mobil.
"Iya?"
"Ini kantornya sudah benar. Tapi kata karyawan papamu, beliau sudah lebih dari dua bulan tidak masuk kerja karena sakit."
"Sakit apa? Kenapa lama sekali."
"Stroke," jawab Dayu sambil mengelus pundak Binar. "Sabar ya! Ini aku sudah dapatin alamatnya dan kita ke sana sekarang. Oke?"
"Iya," jawab Binar tidak sabar.
Dayu dan Binar bergerak cepat ke arah kediaman papa Tomy. Namun setibanya di sana, asisten rumah tangga mengatakan bahwa Binar dan suaminya sudah dua bulan terakhir membawa tuan Tomy berobat ke luar negeri.
Dayu kembali masuk ke dalam mobil dan menyampaikan apa yang dikatakan asisten rumah tangga tersebut.
Bingung dan merasa lelah, keduanya pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di hotel, tidak jauh dari kediaman papa Tomy.
Setibanya di kamar hotel sekitar pukul 17.30 WIB, Dayu dan Binar bertukar pikiran. Dayu merasa ada yang aneh dan janggal. Hal itu juga dirasakan oleh Binar.
"Pasti ada yang asisten rumah tangga itu sembunyikan."
"Aku setuju, Dayu. Lalu sekarang, apa?"
Sedang duduk dan berpikir keras, ponsel Dayu berdering dan itu adalah panggilan dari nomor mbak Desi.
"Mbak Desi, mungkin mama ingin tahu kabar kamu." Dayu menyerahkan ponselnya.
"Halo, Mbak. Kenapa? Mama baik-baik saja kan?"
"Dayu, kamu kemana aja? Tadi di Bandara, kenapa meninggalkan aku begitu saja," ucap lawan bicara Binar, seolah-olah dia adalah Binar.
Binar menekan tombol pengeras suara agar Dayu dapat mendengarkan percakapan mereka.
"Siapa kamu?" tanya Binar mulai ketakutan.
"Aku Binar dan aku sedang bersama mama," ucapnya sambil tertawa kecil.
"Apa yang kamu inginkan!?" bentak Binar sangat emosional.
"Suuut!" Bintang berjalan cukup jauh dari mama Marta. "Jangan membentak, saudaraku!"
"Apa yang kamu inginkan, Bintang?"
"Sebuah kerja sama. Ikuti permainannya dan semua akan selamat! Oh iya, aku akan membawa mama. Nanti aku hubungi kembali ya." Bintang menutup panggilannya dan mengajak mama Marta untuk pergi sebagai sandra kedua.
"Dayu? Dayu ... ." Binar menangis di pelukan Dayu.
"Bagaimana bisa? Ya Tuhan. Dengan begini aku yakin sekali, pasti om Tomy juga dalam bahaya," kata Dayu yang sejak awal sudah curiga dengan Bintang dan suara kebohongannya.
Binar mengangguk dan tubuhnya melemah. "Kamu benar, Dayu."
"Kamu istirahat dulu, Binar! Percaya! Aku pasti bantuin kamu kok."
"Iya, Dayu."
"Aku bingung, nggak ngerti, gerakan Bintang sangat cepat. Dan, bagaimana dia bisa tahu kalau kita di kota ini untuk mencari papa?"
"Iblis itu licik, Binar. Tapi kamu harus yakin, dia nggak mungkin macam-macam sama mamanya sendiri."
"Kamu nggak tahu Bintang, Dayu. Bahkan dia tidak perduli saat aku terluka demi menyelamatkan nyawanya."
"Binar ... ." Dayu memeluk Binar erat. "Ini adalah kesalahanku dan aku akan membantu. Janji."
"Aku percaya kepadamu, Dayu. Aku hanya takut."
Bersambung.