Menyakitkan

1113 Kata
Embun pagi menghiasi jendela kaca kamar hotel. Zara merasa tubuhnya terasa dingin dan merasa perutnya ada yang membebani perlahan membuka matanya. Ia menoleh ke samping mendapati Yudha berada di sampingnya terkejut. "Astaga! Apa yang terjadi denganku?" gumam Zara. Zara berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi semalam hingga dirinya perlahan mulai mengingat semua kejadian dan apa yang ia lakukan pada Yudha membuat ia merasa sangat malu saat ini. "Aku harus pergi dari sini," gumam Zara. Zara menggeser tangan Yudha ke samping tapi tangan tersebut semakin memeluknya erat dan suara bariton terdengar masuk ke telinganya membuat Zara seketika mematung. "Selamat pagi, Zara. Istirahatlah dulu, kamu pasti capek," kata Yudha dengan senyum manisnya. Brugg Zara mendorong tubuh Yudha hingga pelukan Yudha terlepas tapi dengan sigap Yudha kembali memeluknya. Zara terus meronta-ronta membuat Yudha kesal. "Zara, apa kamu tidak ingat dengan perjanjian kita?" tanya Yudha dengan smirknya sambil memeluk Zara dengan erat. Seketika dunia Zara terasa hancur. Ia baru ingat bahwa tubuhnya sudah ia jadikan bayaran atas uang yang sudah dikeluarkan Yudha. "Pak Yudha, saya mau ke kamar mandi," kata Zara. "Biarkan saya membantu kamu, Zara," balas Yudha. "Tidak perlu, saya bisa sendiri," kata Zara. Yudha melepaskan pelukannya. Zara bangkit dari ranjang lalu berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar mandi. "Arghhh! Aku sudah kotor!" teriak Zara sambil mengacak-ngacak rambutnya. Ia menatap cermin di depannya lalu ia memukulnya berkali-kali hingga cermin tersebut pecah dan tangannya berdarah. Cklekk "Zara, kamu jangan melukai dirimu. Sini Daddy obatin," kata Yudha sambil berusaha memegang tangan Zara yang berdarah tapi di tepis. "Keluar! Saya tidak mau melihat muka anda!" teriak Zara. "Zara, apa kamu tidak ingat bahwa saya sudah membayar biaya pengobatan ibu kamu? Kamu mau saya tidak membayarnya lalu ibu kamu akan meninggal karena biaya rumah sakit itu tidak dilanjutkan dan pihak rumah sakit tidak mau merawat ibu kamu?" tanya Yudha tersenyum licik. Seketika Zara merasa gusar. Ia tidak mau ibunya kenapa-kenapa. Ibunya adalah segala-galanya bagi Zara. "Sekarang turutin saya, saya mau memandikan kamu," kata Yudha. Yudha mengobati luka Zara terlebih dahulu dengan perban dan obat merah. Setelah selesai mengobati Zara, Yudha mengangkat tubuy Zara lalu ia meletakkannya ke bathtub. "Angkat tanganmu, aku tidak mau luka kamu terkena air," perintah Yudha. Zara mengeluarkan tangannya yang terluka keluar dari bathtub. Yudha mulai menyalakan air untuk mengisi bathtub. Setelah bathtub terisi, Yudha menuangkan sabun beraroma mawar lalu ia ikut masuk bersama Zara di dalam bathtub. "Jangan menangis," kata Yudha sambil menghapus air mata Zara. Yudha mulai menyabuni tubuh Zara dan Zara hanya diam saja. Zara bingung harus berbuat apa saat ini, ia merasa sudah kotor dan kalau ibunya tahu pasti ibunya bisa jantungan. "Selesai," kata Yudha. Yudha membantu Zara keluar dari bathtub lalu ia memasangkan bathrobe ke tubuh Zara dan tubuhnya. Ia menggendong kembali tubuh Zara lalu membawanya ke ranjang. "Tunggu sebentar ya, saya mau menelepon asisten saya," kata Yudha. Zara tidak menjawab, ia memilih memejamkan mata. Zara berharap ini semua hanyalah mimpi. Tut tut tut Yudha menelepon asistennya. Tidak lama sambungan teleponnya diangkat. "Hallo, Tuan. Ada apa?" tanya Yohan. "Tolong bawakan baju untuk saya dan Zara," perintah Yudha lalu ia mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Yudha melihat Zara masih menangis tersedu-sedu memeluk tubuh Zara erat. Ia sebenarnya tidak tega dengan Zara tapi demi mendapatkan Zara, cara apa pun akan ia lakukan. Tok tok tok Beberapa menit kemudian, pintu kamar hotel diketuk dari luar. Yudha langsung melepaskan pelukannya dari Zara lalu ia berjalan menuju pintu dan membukanya. "Tuan, ini pakaian yang ada pesan," kata Yohan sambil menunjukkan paper bag. Yudha langsung mengambil paper bag yang ada di tangan Yohan lalu ia menutup pintunya lagi. Ia tidak mau kalau Yohan sampai melihat Zara hanya mengenakan bathrobe. Yudha lalu kembali menghampiri Zara yang sedang melamun. "Zara, kamu pakai baju ini," perintah Yudha sambil mengeluarkan gaun berwarna merah serta memiliki belahan yang dapat membuat bukit Zara kelihatan. "Terima kasih," balas Zara. Srett Ia menarik gaun tersebut dengan kasar lalu ia berjalan dengan pelan menuju kamar mandi, miliknya masih terasa sakit setelah malam panjang semalam. Sedangkan Yudha langsung menggantikan pakaiannya di kamar. "Dia ganti baju atau mendongeng sih di kamar mandi, lama banget," gumam Yudha yang tidak sabar melihat penampilan Zara dengan gaun tersebut. Tidak lama, seorang perempuan keluar dari kamar mandi menggunakan gaun berwarna merah yang menampilkan keseksiannya apalagi gaun tersebut memiliki belahan di kaki yang menampilkan paha putih mulus Zara. Tapi berbeda dengan wajah Zara yang terlihat sendu dan sekaligus terdapat amarah di matanya. "Zara, kamu jangan sedih dan marah sama Daddy. Daddy melakukan itu semua karena Daddy tidak mau uang Daddy hilang secara cuma-cuma tanpa keuntungan," kata Yudha terkekeh. Yudha bangkit dari duduknya lalu ia menggenggam tangan Zara. Zara ingin melepaskannya tapi tidak mungkin ia lakukan. "Sekarang kita makan dulu, Baby. Daddy sudah lapar," kata Yudha. Mereka berdua berjalan bersama menuju restoran yang ada di hotel tersebut. Sesampainya di restoran, seorang pelayan yang sudah mengenal Yudha langsung mengantar Yudha ke ruangan VVIP karena mereka tahu kalau Yudha tidak suka makan di ruangan yang sama dengan orang lain, ia tidak suka jika ada berita miring yang akan merusak citranya. Yudha menarik kursi untuk Zara lalu Zara mendudukkan dirinya disusul Yudha yang duduk di hadapan Zara. "Kamu mau makan apa, Baby? Aku tahu kalau kamu pasti lelah setelah olahraga yang semalam kita lakukan," tanya Yudha sambil mengedipkan matanya. "Menjijikkan. Kalau tidak demi ibu, aku tidak akan mau meminjam sama om-om m***m ini. Sudah punya keluarga tapi masih suka sama cewek lain," gumam Zara. "Zara, kamu mau pesan apa? Kasihan loh pelayannya nungguin," kata Yudha membuat lamunan Zara hilang. "Terserah, Pak Yudha," jawab Zara ketus. "Oops, sepertinya kamu masih marah sama Daddy. Daddy suka kok lihat wajah kamu yang cemberut itu, makin bikin gemas dan membuat Daddy ingin main dengan kamu terus," balas Yudha. Zara yang tahu maksud Yudha hanya diam saja. Dia malas menanggapi pria gila di hadapannya saat ini. Ia merasa sangat jijik dengan Yudha. "Mbak, saya pesan dua nasi campur dan dua gelas wine," kata Yudha. "Pak Yudha, saya tidak mau minum wine lagi," kata Zara lirih. "Tenang, Zara. Kali ini winenya tidak ada campuran lain kok," balas Yudha. "Tuan, winenya jadi di pesan?" tanya pelayan. "Jadi," balas Yudha datar. Setelah mengulangi pesanan dan memastikan sudah benar, pelayan tersebut langsung berpamitan ke mereka berdua. Yudha terus memandang wajah Zara yang terlihat sangat manis walaupun sedang cemberut. "Baby," panggil Yudha. "Pak Yudha jangan panggil saya baby, saya jijik dengarnya," balas Zara. "Tapi saya suka, kamu kan tahu saya bebas memanggil kamu apa, apalagi kamu sudah menjadi milikku dan seharusnya kamu ingat isi surat perjanjian yang kamu tanda tangani," kata Yudha. "Terserah anda deh," balas Zara. Tidak lama pesanan mereka sudah datang. Mereka berdua mulai memakan makanannya dengan nikmat ditemani suara dentingan sendok dan musik yang disetel oleh restoran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN