Yudha tidak henti-hentinya menatap Zara yang menikmati makanan.
"Zara, kamu mau lanjut kuliah enggak?" tanya Yudha lembut.
"Enggak mau," jawab Zara lalu memasukkan suapan nasi ke mulutnya.
"Iya, lebih baik kamu di rumah saja saat sudah menjadi istri saya," balas Yudha terkekeh.
"Istri anda mau dikemanain, Pak Yudha?" tanya Zara ketus.
Yudha terkekeh. "Saya akan menikahi kamu, tentunya atas persetujuan istri saya. Kalaupun tidak, saya akan menceraikan istri saya," jawab Yudha.
"Ternyata Pak Yudha tidak sebaik apa yang dipikirkan orang. Dia sangat menjijikkan. Aku jadi merasa seperti pelakor," gumam Zara.
"Saya tidak mau," balas Zara ketus.
"Tentu saja kamu harus mau, Zara. Saya akan mencabut fasilitas rumah sakit ibu kamu kalau kamu selalu membantah saya," kata Yudha.
Zara yang semakin kesal mengepalkan tangannya tapi ia tidak mungkin menampar Yudha.
"Saya mau ke rumah sakit sekarang, Pak Yudha," pinta Zara.
"Iya. Nanti sore supir saya akan menjemput kamu di apartemen. Saya belum puas sama kamu karena baru masuk sekali aja," bisik "Yudha.
Zara mengayunkan tangannya hingga hampir menampar Yudha, tapi tangannya kalah cepat dengan tangan Yudha yang menahan tangannya.
"Kalau kamu bersikap kasar seperti ini saya akan lebih kasar daripada ini," kata Yudha menatap tajam Zara sambil memelintir tangan Zara.
"Argggh! Pak Yudha lepaskan, sakit!" teriak Zara.
Yudha melepaskan tangan Zara lalu bangkit dari kursi. Ia menghampiri Zara lalu menarik tubuh Zara ke dalam dekapannya, kemudian Yudha mendudukkan dirinya di kursi membuat Zara terduduk di atas pangkuan Yudha. Yudha membalikkan tubuh Zara hingga mata mereka saling beradu. Para pelayan yang ada di sana buru-buru membalikkan badannya.
"Pak Yudha, turunkan saya!" teriak Zara sambil bergerak ke kanan dan ke kiri.
"Zara jangan bergerak. Kau sudah membangunkan sesuatu di bawah sana," perintah Yudha.
Zara langsung terdiam, dia tidak ingin kejadian semalam terulang lagi.
"Sampai kapan saya harus seperti ini, Pak Yudha?" tanya Zara.
"Sampai kapan pun, Zara. Kamu sudah menjadi milikku selamanya. Satu lagi, kamu tidak boleh dekat sama pria lain atau siap-siap saja pria itu akan tinggal nama kalau kamu tetap dekat dengannya," jawab Yudha.
"Dasar pria gila!" teriak Zara.
Yudha memeluk erat Zara lalu ia membisikkan sesuatu di telinga Zara. "Bukalah hatimu untukku dan menurutlah. Aku akan membuatmu menjadi seperti ratu jika kamu menurut padaku," bisik Yudha di telinga Zara.
"Saya tidak mau menghancurkan rumah tangga anda, Pak Yudha. Setelah saya bisa melunasi utang-utang saya, saya akan pergi meninggalkan anda," balas Zara.
Cup
Benda kenyal menempel di bibir Zara membuat mata Zara seketika melotot. Zara berusaha mendorong tubuh Yudha tapi tenaganya kalah kuat dengan Yudha.
"Bibirmu sangat manis, Baby," kata Yudha.
"Anda tidak tahu malu, Pak Yudha. Semua pelayan melihat ke arah kita," balas Zara sambil mengusap bibirnya yang terdapat saliva Yudha.
"Tenanglah, Zara. Ini ruangan VIP jadi mereka tidak akan merasa terganggu. Soal rumah tanggaku, selama istriku dapat menerima kamu itu tidak masalah sama sekali. Kalau dia tidak setuju, ya sesuai perkataan saya tadi, saya akan menceraikan dia," balas Yudha.
"Pak Yudha, mau sampai kapan saya dipangku seperti ini oleh anda?" tanya Zaea kesel.
Yudha terkekeh lalu ia mengecup singkat bibir Zara, kemudian ia menurunkan Zara. Ia duduk kembali ke kursinya.
"Ayo dimakan, Zara. Setelah itu kita akan pergi ke rumah sakit," kata Yudha.
Mereka berdua kembali melanjutkan makannya. Setelah selesai makan, Yudha melunasi terlebih dahulu p********n lalu ia mengajak Zara menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobby hotel dan sudah ada Udin yang menunggu.
"Silahkan masuk, Tuan dan Nona," kata Udin membukakan pintu untuk mereka berdua.
Zara masuk ke dalam mobil disusul Yudha di belakangnya. Udin menutup pintu mobil lalu ia memutar dan masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil tersebut mulai melaju menuju rumah sakit tempat mamanya Zara dirawat.
"Pak Yudha, jangan dekat-dekat sama saya, saya risih," kata Zara saat Yudha berusaha mendekati tubuhnya.
"Nanti kamu juga akan terbiasa. Kamu kan bentar lagi jadi istri saya," balas Yudha.
Zara hanya diam saja, ia malas menanggapi Yudha yang begitu menjijikkan di matanya.
"Baiklah, kalau kamu hanya mau diam saja, tidak apa-apa," kata Yudha.
Beberapa menit kemudian mobil yang dikendarai Udin berhenti di depan rumah sakit. Udin keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuk majikannya.
Yudha dan Zara keluar dari mobil berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Para perawat dan dokter melihat kehadiran Yudha menyapa Yudha.
"Mama!" teriak Zara saat memasuki ruang rawat mamanya.
"Enggak usah teriak-teriak, Nak, malu," kata Aina.
Zara melihat tangan Aina tidak dipasang jarum infus mengernyitkan dahinya. "Ma, apa Mama sudah boleh pulang ke rumah?" tanya Zara.
Aina menganggukkan kepalanya. Senyum mengembang di bibir Zara, ia merasa sangat senang hari ini.
"Akhirnya Mama sudah bisa pulang
Zara sangat senang, Ma," kata Zara.
Drt drt
Ponsel milik Yudha berbumyi, petanda ada pesan masuk. Yudha yang melihat isi pesan menyuruh ia harus segera kembali ke kantor langsung berpamitan ke Zara dan mamanya.
"Suster, jadi mama saya sudah boleh pulang beneran?" tanya Zara.
"Sudah, Nona. Untuk semua p********n juga sudah dilunasi oleh Tuan Yudha," balas suster.
Zara mulai membereskan semua pakaian mamanya yang ada di kamar rawat itu. Setelah semuanya sudah beres, suster membantu Zara membopong Aina untuk duduk di kursi. Perlahan suster mendorong Aina menuju lobby diikuti Zara yang memegang tas besar berisi pakaian mamanya.
"Silahkan masuk, Nona Zara dan Nyonya Aina," kata Udin sambil membukakan pintu.
Aina bangkit dari duduknya dibantu suster dan Zara untuk masuk ke dalam mobil. Setelah itu Zara menyusul masuk.
"Kita jalan sekarang ya, Nona," kata Udin.
"Iya, Pak. Saya udah enggak betah di rumah sakit lama-lama," balas Zara. Ia tidak suka berada di sini karena di tempat ini mamanya hampir meregang nyawa.
Perlahan Udin mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat yang sudah diintruksi kepadanya. Selama di perjalanan, Zara memeluk tubuh mamanya, ia kangen dengan wangi mamanya.
"Ma," panggil Zara.
"Apa, Nak?" tanya Aina mengusap lembut rambut Zara.
"Ma, Zara rindu banget sama Mama. Zara hampir copot jantung waktu Mama hampir enggak ada. Hati Zara terasa sakit pas lihat Mama kesakitan," kata Zara dengan mata mulai berkaca-kaca.
Aina mengusap air mata Zara lalu ia menaikkan dagu Zara membuat mata mereka saling pandang. "Kamu tenang aja, Zara. Mama sudah sehat kok. Mungkin kalau Mama berlari keliling komplek pasti Mama kuat sekarang," balas Aina.
"Ihh, Mama ada-ada aja sih. Masa bercanda. Zara ini menangis bahagia, Ma," kata Zara sambil mengeratkan pelukannya.