Capek hidup

1010 Kata
"Nona, anda baik-baik saja?" tanya Bi Tini melihat Zara terdiam. Zara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Bi," jawab Zara. Zara yang sedang memasak bersama Bi Tini tiba-tiba ia teringat dengan malam panasnya bersama Yudha. Zara tersadar bahwa Yudha tidak memakai pengaman saat melakukan itu dengannya. Ia tidak siap untuk hamil saat ini apalagi dirinya belum menikah. "Bi, ada apotik yang dekat sini enggak?" tanya Zara. "Ada, Non. Mau dibelikan obat apa? Bibi aja yang ke sana," kata Bi Tini. "Enggak usah, Bi. Zara aja yang beli sendirian setelah nganter sop ini ke mama. Lagian apotiknya dekat dan jalan kaki pasti sampai," balas Zara. "Baiklah, Non," kata Bi Tini. Setelah sop ayamnya sudah matang, Zara langsung mengantar sop ayam itu ke kamar mamanya dibantu Bi Tini. Mereka meletakkan dua mangkok sop ayam ke atss meja samping ranjang. Bi Tini langsung keluar dari kamar setelah berpamitan pada Zara. "Ma, bangun. Zara sudah masak sop ayam favorit Mama," kata Zara sambil mengusap rambut mamanya. Aina mengerjapkan matanya. "Makasih, Nak. Ayo kita makan bersama," balas Aina sambil mendudukkan dirinya. Zara memberikan mangkok berisi sop ayam ke mamanya lalu ia mengambil mangkok miliknya juga. Mereka berdua mulai memakan sop ayam tersebut dengan lahap sambil mengobrol. "Nanti malam kamu jadi pergi? Kamu mau ke mana, Nak?" tanya Aina. "Nanti malam aku ada kerjaan, Ma. Kayaknya aku bakal nginap di rumah teman kalau kemalaman pulangnya," jawab Zara. Setelah sop ayam itu habis, Zara membawa kedua mangkoknya menuju dapur dan meletakkannya di wastafel. Zara melangkahkan kakinya keluar dari mansion tapi baru saja ia sampai di depan pagar, tiba-tiba salah satu pengawal menghampirinya. "Nona Zara mau pergi ke mana? Saya antar ya," tanya pengawal. "Tidak perlu, Pak. Saya hanya mau ke minimarket dekat sini aja kok," jawab Zara. "Saya temanin, ya. Soalnya Tuan Yudha berpesan pada saya bahwa kalau Nona mau keluar harus diawasi oleh kami," balas pengawal. "Tidak perlu, Pak. Saya tidak akan kabur," kata Zara dengan penekanan. Akhirnya pengawal itu membiarkan Zara keluar dari mansion. Zara berjalan menuju salah satu apotik yang dekat dengan mansion tersebut. Brug Tanpa sengaja Zara menabrak seseorang saat masuk ke dalam apotik hingga dirinya terjatuh. "Maaf, Nyonya," kata Zara sambil mengatupkan kedua tangannya. Brak Wanita yang gayanya seperti pejabat itu melengos pergi begitu melihat Zara terjatuh gara-gara ia dorong lalu ia berjalan dengan anggun masuk ke dalam mobilnya. Zara mendengus kesal. "Zara mendengus kesal. "Nasib, enggak punya apa-apa jadinya pada menatap rendah aku," gumam Zar "Udah, Non. Perempuan itu emang begitu sifatnya padahal suaminya itu baik banget loh," kata salah satu ibu-ibu yang sedang mengantri obat. Zara hanya tersenyum saja menanggapi ibu-ibu di hadapannya walaupun tubuhnya terasa sakit karena jatuh. Zara bangkit dari jatuhnya lalu ia langsung membeli obat yang ia inginkan. Drt drt Ponsel Zara berbunyi. Ia melihat Yudha yang menelepon langsung mengangkat panggilan tersebut. "Hallo, Pak Yudha. Ada apa?" tanya Zara. "Kamu sekarang di mana?! Kata pengawal saya kamu pergi keluar!" teriak Yudha. "Saya lagi di supermarket, Pak," balas Zara. "Kamu tunggu di sana. Saya mau menyuruh supir saya menjemput kamu," kata Yudha. "Enggak usah, Pak. Saya udah kelar kok. Tinggal jalan kaki juga sampai ke mansion," balas Zara. Tut Telepon dimatikan sepihak oleh Zara. Ia malas sekali mengobrol dengan Yudha lama-lama apalagi kalau udah nyuruh-nyuruh dia. "Arghh! Kapan aku bisa terbebas dari orang itu sih!" teriak Zara frustasi. Untungnya ia sudah di luar apotik. Zara dengan langkah cepat berjalan kaki menuju mansionnya. Lima belas menit kemudian akhirnya Zara sampai depan mansion. Pengawal membukakan pintu pagar mansion. "Terima kasih, Pak," kata Zara sambil melangkah masuk. Pengawal itu hanya membalas dengan senyuman. Zara kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Sepanjang perjalanan dari luar mansion sampai ke kamar mamanya, Zara menyapa semua pelayan dan pengawal yang ia lewati membuat mereka semua tersenyum dan membalas Zara. Cklekk Zara memutar knop pintu kamar. Ia melihat mamanya yang sudah tertidur mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Ia menuangkan air dari teko ke gelas kosong yang terdapat di meja samping ranjang. Zara mengeluarkan obat yang tadi ia beli di apotik. "Semoga saja aku tidak hamil dengan meminum obat ini," gumam Zara. Gulp Zara meminum obat itu lalu ia meminum airnya. Setelah itu Zara berjalan menuju walking closet lalu ia buru-buru menaruh obat pencegah kehamilan itu ke dalam laci yang ada di lemari besar di hadapannya. "Semoga enggak ada yang nemuin obat ini," gumam Zara. Setelah itu Zara langsung menghampiri mamanya yang masih tertidur. Zara membaringkan tubuhnya di samping mamanya. Ia tersenyum kecil melihat Aina yang tertidur pulas. *** Menjelang sore, Zara sudah terbangun dari tidurnya dan melihat mamanya sedang membaca koran. Ia melihat ada pesan masuk dari Yudha segera membacanya. "Zara, kamu berangkat sekarang ke apartemen saya. Saya akan menyusul dan saat saya tiba kamu sudah harus ada di dalam," kata Yudha di dalam pesan. Zara hanya mengiyakan saja lalu ia menatap mamanya. "Ma, aku berangkat sekarang ya. Nanti kalau Mama perlu bantuan apa pun minta sama Bi Tini," pamit Zara. "Iya, Nak. Hati-hati di jalan. Kalau bisa pulang, pulang aja, Nak, walaupun sudah malam," balas Aina. Zara membersihkan dirinya terlebih dahulu di kamar mandi. Setelah itu ia memilih-milih baju yang ternyata sudah disediakan oleh Yudha di dalam lemari besar itu. Zara memakai gaun berwarna pink dengan pita di pinggangnya membuat ia bertambah cantik. "Sebenarnya aku tidak bertemu dengan Pak Yudha lagi, tapi itu tidak mungkin," gumam Zara. Zara mengambil tas kecilnya lalu ia berjalan menuju mobil yang sudah ada Udin menunggu di depannya setelah berpamitan pada Aina. "Silahkan masuk, Nona," kata Udin. Zara masuk ke dalam mobil bagian kursi penumpang. Udin menutup pintu lalu ia masuk ke dalam mobil sisi pengemudi. Perlahan mobil itu meninggalkan mansion megah tersebut melaju menuju apartemen Yudha. "Hah, kapan aku terbebas dari om-om ini. Ingin rasanya aku pergi jauh tapi itu tidak mungkin, aku takut mamaku kenapa-kenapa kalau aku mendadak menghilang dari sini," gumam Zara. Zara membuka sedikit jendela. Ia menikmati hembusan angin sore yang menyejukan dirinya apalagi ditambah dengan pemandangan pohon-pohon membuat mood Zara seketika membaik. "Kapan aku bisa menjadi kalangan atas dan tidak direndahkan orang lain? Sudah capek aku hidup begini terus," gumam Zara sambil memandangi pemandangan di luar jendela.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN