Memperbaiki Erika

1130 Kata
Sekolah langsung heboh begitu mendengar berita Ceko dan Lara jadian. Apa lagi keesokan harinya Ceko dan Lara datang berdua dengan Lara membonceng di motor Ceko. “Kalian serius? Maksud aku, kamu sama Ceko?” Ayna langsung memberondong Lara dengan pertanyaan. “Memang kenapa nggak serius?” tanya Lara balik. “Bukan buat ngehindari Kak Radian, kan? Hhh, aku dah dengar gosip kemarin. Kamu didesak cowok itu lagi. Dia itu kenapa sih? Maksa banget! Udah ditolak berkali-kali tapi masih juga mengejar. Tapi kamu nggak harus jadian sama Ceko juga sih, Ra. Kayak nggak ada pilihan lain aja.” “Memang Ceko kenapa? Dia baik, perhatian, dan ….” Lara teringat bagaimana Ceko menyelamatkan dirinya kemarin. Cowok itu membawa Lara pergi dengan motornya padahal hari itu jelas-jelas dia bolos sekolah. Ketika ditanya kenapa dia bisa muncul di waktu yang tepat seperti kemarin, Ceko bilang kalau dia sengaja menjemput Lara. Dan mulai kemarin, dia menawarkan diri menjadi penjaga Lara. Wajah Lara memerah mengingat kata-katanya. Ceko yang urakan ternyata sangat manis dan dia sukses membuat jantung Lara berdebar. “Kamu kenapa? Kok, mukamu kayak kepiting rebus? Hayo, apalagi yang terjadi sama kalian berdua kemarin?” Ayna mendesak Lara menceritakan saat berdua dia dengan Ceko. “Nggak ada apa-apa Ay. Aku sama Ceko cuma pulang bareng aja. Sudah ah, jangan ngomongin aku terus. Mana Celin? Dia nggak papa, kan? Kemarin aku ngeliat dia. Kayakna dia ngeliat juga denger waktu aku nolak Radian dan bilang lebih memilih Ceko ketimbang dia.” “Celin udah datang kok. Tapi pergi lagi sehabis naro tas. Ntar juga muncul. Hhh, jadi beneran ya kamu sama Ceko. Eh, tapi dia ganteng juga sih. Cuma mulut sama judesnya aja yang bikin gantengnya ketutup.” “Kalau belum kenal sih begitu. Tapi dia baik sebenarnya.” Pembicaraan soal Ceko dan Lara berakhir ketika bunyi bel membuat anak-anak masuk kelas termasuk Celin. Mukanya kusut dan dari penjelasan Ayna, pasti terjadi sesuatu antara dia dan Radian. Cuma lelaki itu yang bisa bikin Celin seperti ini. Lara meringis. Entah bagaimana caranya dia menolong Celin. “Kenapa harus Radian?” bisik Lara lirih takut kedengeran Celin. Ayna menatap Lara tajam, sahabatnya ini beneran lupa atau pura-pura nggak paham sih? Ayna tahu soal Radian dan bagaimana hubungannya dengan Celin. Sahabatnya itu pernah cerita dan saat itu ada Lara juga di sana. Tapi melihat wajah Lara saat ini, sepertinya dia memang beneran nggak tahu. “Otak kamu beneran bermasalah deh, Ra. Kok, bisa-bisanya banyak kejadian kehapus dari memori kamu. Yakin nggak habis kepentok apa gitu kepalanya?” tanya Ayna meyakinkan. Ada banyak peristiwa yang dilupakan Lara. Dan setiap kali ditanya Lara cuma bilang lupa karena nggak penting. Bagaimana bisa cerita soal Celin dan Radian jadi nggak penting buat Lara? Mereka sampai nangis bareng waktu denger Celin cerita. Dan Lara janji nggak akan mendekati Radian, karena dia juga emang nggak tertarik. “Mungkin memang pernah kepentok. Tapi aku nggak ingat. Ah, sudahlah.” Guru sudah masuk kelas dan mereka harus konsentrasi. Ayna melirik Lara yang sedang mengeluarkan buku-bukunya. Lara nggak cuma melupakan banyak peristiwa tapi kepalanya jadi encer bukan main. Seolah dia sudah khatam mempelajari pelajaran dari buku-buku. Lara berubah jadi gadis yang nggak tahu apa-apa soal pelajaran menjadi gadis yang super jenius. Daya ingatnya sangat baik dan dia sangat paham pelajaran sebelum guru menjelaskan. Ini satu lagi keanehan mengingat Lara dan nilai-nilainya yang selalu jeblok dan guru-guru menyelamatkannya karena dia good looking. =*= Seperti janji Erika, di akhir pekan akhirnya Erika bisa menginap di tempat Lara. Sebelumnya Lara sudah berkonsultasi dengan mamanya yang katanya dokter kecantikan dengan cara yang cukup aneh. Mereka berkomunikasi melalui secarik kertas kecil dengan saling membalas pesan. “Mama Papa aku lagi ke luar kota, jadi kita cuma berdua saja di rumah. Kamu nggak masalah?” tanya Lara. “Kenapa harus jadi masalah? Malah enak, kan?” Lara terkekeh lalu mengajak Erika naik ke kamarnya. “Ini,” tunjuk Lara pada serangkaian produk kecatikan yang tersusun rapi di atas kasurnya. “Kita akan mulai mengenakn ini untuk wajahmu.” “Kenapa wajahku?” tanya Erika heran. Apa yang salah dengan mukanya? “Kita bikin mukamu jadi mulus. Sini aku ajarin cara pakainya. Semua ini racikan Mama aku. Nanti bilang ya kalau nggak cocok.” Lara mengajak Erika duduk di karpet dan menurunkan botol-botol dan tube kecil dari atas kasur. “Ke-kenapa kamu berbuat kayak gini, Ra?” Erika sedikit terharu dengan yang Lara lakukan. “Aku ingin pulang,” desis Lara pelan. “Maksudnya?” Lara tergeragap, “ Eh, maksudnya, aku ingin kamu lebih percaya diri. Hehe. Aku kangen Mama jadi keceplosan ngomong. Sini, aku kasih tahu apa aja kegunaan botol-botol ini.” Lara mulai menjelaskan manfaat dan cara menggunakan isi botol-botol itu. Dia meminta Erika mencuci wajahnya dengan sabun khusus dan setelah bersih dia mengoleskan krim jerawat di wajah Erika. “Kata Mama, kondisi kamu karena hormon. Biasa terjadi sama remaja kayak kita. Semoga ada hasilnya ya. O, ya, kamu bawa baju sekolah yang kuminta kemarin?” Erika mengangguk dan dia mengeluarkan baju yang sudah dicuci dari tas yang dia bawa. Lara mengambil baju itu dan meletakkannya di karpet setelah meminta Erika menyingkirkan tube dan botol-botol. Lara mengambil rok dan merentangkannya di atas karpet lalu menggunting bagian bawah rok beberapa centi. “Lara! Kamu ngapain? Baju aku ….” Erika nggak menyangka Lara begitu terampail dengan benang dan jarum. Setelah mengguntingnya, dia melipat bekas guntingan dan menjahitnya dengan tangan. Erika memperhaitkan betapa cepat dan rapinya pekerjaan Lara. “Selesai. Coba kamu pakai. Pas enggak panjangnya.” Lara menyodorkan rok itu ke tangan Erika. Gadis itu menuruti Lara dan mengenakan rok yang sudah dimodifikasi. Panjangnya kini selutur dan memperlihatkan betisnya dengan bebas. “Nggak kependekan?” tanya Erika. “Nggak, kok, pas malah. Biar kamu nggal kelihatan cupu banget. Dan atasannya, aku nggak bisa ngecilin atasan yang kedodoran. Tapi menurut aku nggak masalah sih, asalkan pas makenya kancing paling atas jangan kamu kancingin.” “Kenapa kamu berbuat kayak gini? Apa ada masalah sama penampilan aku?” “Aku harus membuat kamu berbeda dan lebih percaya diri. Kamu sendiri bilang sering di bully. Kupikir kalau penampilan kamu lebih baik, kamu jadi lebih percaya diri buat ngebalas semua perbuatan mereka. Kamu selama ini minder kan sama mereka?” Erika mengangguk. Teman sekelas yang selalu mengganggunya itu termasuk kelompok populer di kelas. Mereka nggak secantik geng Blue Butterfly, tapi tetap saja mereka disayang cowok-cowok di kelas. Tidak seperti Erika yang dihindari banget. Bahkan duduk sebangku dengannya saja jadi ejekan satu kelas. Akhirnya tidak ada yang mau duduk sebangku sama dia. “Setelah penampilan kamu berubah, aku yakin mereka nggak memandang kamu sebelah mata lagi,” kata Lara yakin. Bukan itu saja, setelah penampilan bundanya berubah, urusan Lara dengan dunia ini akan segera berakhir dan dia bisa pulang ke masanya berasal. Itu teori yang dia dan Ceko yakini.©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN