bc

BUTTERFLY EFFECT

book_age12+
1.5K
IKUTI
9.8K
BACA
dark
drama
tragedy
mystery
like
intro-logo
Uraian

Suatu pagi, Alea menemukan dirinya terbangun bukan di kamar tidurnya. Bukan juga di rumahnya atau keluarganya. Yang lebih mengejutkan, bukan dalam tubuhnya sendiri dan kehidupan normalnya.

Dia harus cepat belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan mencari tahu mengapa dia sampai berada di tempat yang tidak seharusnya.

Bisakah Alea pulang?

chap-preview
Pratinjau gratis
Aku Siapa?
Ini bukan kamarku! Alea terbaring diam di atas kasur, memperhatikan plafon kamar yang terbuat dari triplek yang dicat putih. Atap kamarnya yang asli terbuat dari gypsum dengan motif bunga-bunga kecil di pinggirannya. Tidak mungkin dalam semalam atap gypsum-nya berganti menjadi triplek. Tidak mungkin! Kecuali ... Kecuali jika dia dipindahkan ke kamar lain tanpa disadarinya. Alea menutup matanya dengan sebelah tangan. Tidak panik! Tidak boleh panik! Dengan sangat perlahan dia menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan. Setelah kesadarannya terkumpul seutuhnya, Alea membuka matanya. Menatap ke sekeliling kamar yang sangat asing Nuansa putih mendominasi dinding kamar dan furniture. Seperti di rumah sakit, pikirnya. Apa mungkin semalam ayah bundanya membawa dia ke rumah sakit? Memang sepulang sekolah kemarin, kepalanya sangat pusing dan dia memutuskan untuk tidur lebih awal. Mungkin semalam, ketika Bunda mengecek keadaannya, dia sedang dalam kondisi panas tinggi dan setengah sadar. Sehingga ketika Ayah membawanya ke UGD dan akhirnya harus dirawat inap, dia tidak menyadarinya. Ya pasti begitu. Pasti itu yang terjadi. Hanya itu penjelasan yang masuk akal yang bisa diterimanya saat ini. Setelah perasaannya tenang, Alea bangkit dari posisinya berbaring dan duduk di tepi tempat tidur. Sinar matahari pagi yang redup memasuki celah jendela. Membentuk bayangan kusen yang panjang di lantai kamar. Alea berjalan perlahan ke arah jendela. Tidak ada pendingin ruangan di kamar ini. Hanya ada kipas angin model lama yang berputar dan mendesing pelan. Cukup aneh, jika sebuah rumah sakit tidak memiliki pendingin ruangan dan hanya menyediakan kipas angin untuk menyejukkan kamar. Alea mengerutkan dahi sambil memandangi kipas yang berputar ke kiri dan ke kanan. Di hadapannya, tirai tebal berwarna putih bercorak bunga-bunga pink dan ungu menunggu untuk disibakkan. Dengan kedua tangannya, Alea menyibak tirai ke dua arah. Di balik tirai tebal, ada tirai tipis seperti jaring yang masih menghalangi pemandangan di luar jendela. Bayangan pohon samar-samar terlihat di baliknya. Bergoyang-goyang ditiup angin sepoi-sepoi. Alea menyibakkan tirai tipis ke arah kanan dan sebuah taman kecil nan asri menyambut matanya. Ada rumpun mawar yang dipangkas pendek di bawah jendela kamarnya. Mawar putih dan merah muda sedang mekar dan harumnya bercampur manis dengan aroma pagi dan tanah basah. Parit kecil di depan rumpun mawar membelah halaman menjadi dua. Di sisi parit yang berseberangan dengan rumpun mawar, bunga krokot sedang bersiap untuk mekar. Di sisi kiri, ada tembok pembatas yang tinggi dan menghalangi pemandangan. Di sisi tembok, pohon jambu air sedang berbunga. Tanaman asoka berjajar menjadi pagar hidup yang membatasi halaman dengan tepi jalan. Ini halaman sebuah rumah. Dan Alea berada di sebuah kawasan perumahan. Bukan rumah sakit. Di mana ini? Halaman dengan jambu air dan pagar asoka ..., seperti tak asing baginya. "Lara! Kamu sudah bangun, Sayang? Cepat mandi dan sarapan! Tiga puluh menit lagi mobil jemputanmu datang!" Suara siapa itu? Itu bukan suara Bunda! Suara Bunda merdu dan nyaring. Seperti gema lonceng kuil di atas tebing. Dan namanya … siapa yang dipanggil? Lara? Kening Alea mengernyit. Rasa penasaran membuatnya bergegas bersiap. Ditelusurinya ruangan berukuran 3 x 3 meter itu. Ada lemari pakaian dua pintu di dekat meja belajar yang seharusnya miliknya. Ranjang single yang tadi ditiduri dan sebuah nakas kecil dengan lampu tidur dan tumpukan buku di sampingnya. Hanya ada satu pintu di ruangan itu. Dan pasti pintu yang menghubungkan kamarnya dengan ruangan lain yang ada di rumah. "Lara! Kamu belum turun juga, Sayang? Nanti kamu tidak sempat sarapan. Ini hari Senin, lho. Kamu harus upacara!" Suara asing itu memanggilnya lagi. Senin. Upacara. Dia anak sekolahan? Rasa penasaran kembali merayapi dadanya. Seharusnya dia khawatir, takut, waspada, atau perasaan curiga lainnya. Tapi ini tidak. Dia merasa aman, damai, tenang, sama seperti ketika berada di rumah. Rasa penasarannya membuncah. Dia tidak mau berlama-lama terkurung dalam rasa ingin tahu yang besar. Bagaimanapun juga dia bukan gadis penakut. Bunda tidak pernah mengajarinya lari dari permasalahan sesulit apa pun itu. Sama seperti saat ini, dia tidak bisa takut sekarang. Yang harus dilakukannya adalah mencari tahu di mana dia saat ini. Gegas dia menyambar handuk yang tersampir di balik pintu. Membuka pintu kamarnya dan berharap segera menemukan pintu kamar mandi. =*= “AAKKKK!!!” Teriakan Alea membuat dua burung yang hinggap di pohon jambu terbang tiba-tiba. Siapa aku? Ditelusurinya seraut wajah yang terpantul di dalam cermin. Ke mana perginya rambut ikalku? Bola mata sebesar jengkol dan bulu mata selebat ijuk tergantikan dengan bentuk mata seperti Cleopatra. Wajah ovalnya berubah menjadi bentuk hati. Hidungnya tetap sama. Tinggi dan runcing. Dekik di sebelah kanan hilang, meski senyumnya masih menawan. Satu hal drastis yang berubah darinya adalah warna kulit. Kini kulitnya seputih pualam dan sangat mulus. Siapakah aku? Alea meraba tubuhnya yang terbalut handuk. Keterkejutan membuatnya tidak menyadari perubahan yang terjadi hingga dia berdiri di depan cermin. Sosok di dalam cermin jelas bukan dirinya yang dia kenal. Meski ada beberapa kesamaan dengan dirinya yang asli, tetap saja sosok itu begitu asing baginya. Pikirannya berputar cepat. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa terjadi? Dan pertanyaan-pertanyaan lain saling berteriak di kepalanya. Jawabannya hanya satu, dia harus ke bawah dan bertemu dengan pemilik suara yang terus memanggilnya. Dengan terburu-buru, Alea mengenakan seragam dan menyambar tasnya. "Ha-halo ...?" Dengan langkah pelan, Alea berjalan mencari ruang makan. Kepalanya berputar ke sana kemari, berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang keberadaannya. Dia menyiapkan diri seandainya bertemu dengan orang-orang yang tidak dia kenal. Namun rumah itu terlihat sepi. Tidak ada tanda keberadaan orang lain selain dirinya. Aroma kopi kental menguar di udara. Alea mengikuti jejaknya dan menemukan dua gelas kopi yang masih berisi setengah, dengan asap masih mengepul di ruang makan bergaya country. Sebuah kertas catatan berada di bawah salah satu gelas kopi yang tertinggal. ‘Lara, Sayang, Mama-Papa pergi duluan. Kamu lambat sekali pagi ini. Jangan lupa makan roti bakarmu sebelum berangkat. Ingat, bawa kunci rumahnya. Jangan diletakkan di balik pot apalagi keset.’ PS: Kami pulang larut. Uang sakumu ada di dompet di atas kulkas. Bu Armand akan mengantar makan malammu tepat jam tujuh. Pastikan kamu membuka pintunya. Dan jangan tunggu kami pulang. We love you Jadi di sini dia punya orang tua yang dipanggil Mama-Papa. Bukan Ayah-Bunda. Dan hari ini dia tidak akan bertemu mereka. Bahkan makan malam pun harus diurusi orang lain. Ah, betapa dia tiba-tiba merindukan Bundanya. Dan namanya Lara, bukan Alea.©

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Delivery Love (Indonesia)

read
950.9K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
10.7K
bc

Selir Ahli Racun

read
9.1K
bc

The King's Slave (Indonesia)

read
190.1K
bc

Bercumbu dengan Bayangan

read
22.0K
bc

WANITA UNTUK MANUSIA BUAS

read
7.1K
bc

WHEN CUPID MEET KING OF DEVIL

read
8.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook