“Berapa hari kita nggak ketemu, aku udah kangen aja sama kamu.”
Sophie memeluk Xavier ketika mereka baru saja bertemu. Wanita itu mengunjunginya ke kantor. Karena ia baru ada waktu juga untuk mengabari wanita ini. Xavier beberapa hari sibuk di luar kota bersama dengan adik dan juga papanya. Meski begitu, ia masih menanyakan soal Liona pada anak buahnya yang menunggu wanita tersebut.
Sekarang, ada Sophie yang ada di dalam pelukannya. Xavier membalas pelukan wanita ini. Dia tersenyum kemudian saat melepaskan pelukannya Sophie. “Kamu juga beberapa hari ini sibuk banget. Jadi aku nggak enak gangguin kamu.”
Sophie menganggukkan kepalanya. Xavier menyeka poni wanita yang ada di depannya sekarang. Lihat siapa yang akan dilukainya nanti? Empat orang sekaligus dalam satu waktu. “Kamu kenapa lihat aku kayak kasihan gitu?”
Dia tersenyum dan langsung memeluk kembali Sophie. “Nggak ada kok. Kangen aja.”
Pelukannya juga dibalas oleh Sophie dengan nyaman. Dia selama ini menjaga Sophie dengan baik. Mereka pacaran pun tidak berlebihan. Namun sering bertengkar yang membuat mereka harus putus nyambung seperti anak remaja yang baru saja mengenal cinta. Mereka padahal sudah saling kenal sejak lama. Namun bukan berarti membuat Xavier mau untuk merusak Sophie.
“Sophie.”
Pelukannya dilepas oleh wanita itu. Matanya yang indah mampu membuat Xavier langsung luluh hanya dengan tatapan. “Kamu mau ngomong sesuatu?”
Xavier menganggukkan kepalanya. Ia mengajak wanita itu duduk di sofa yang ada di ruangannya. Sophie langsung mengikutinya. “Jangan tinggalin aku, ya!”
“Kita udah sepakat untuk tidak saling tinggalkan lagi, Xavier. Aku juga sayang sama kamu.”
Meskipun begitu, kenyataan yang membuat mereka nantinya harus saling membenci. Entah ketika dia menjadi suami istri, lalu menghadirkan dua anak kembarnya. Atau membiarkan kedua anak itu hidup dengan Liona tanpa pernah diketahui oleh keluarganya Sophie. Namun, baginya itu mustahil kalau orangtuanya Sophie tidak tahu suatu saat nanti.
Dia menggenggam tangan Sophie. Mengatakan jika wanita itu sangat dicintainya. Mereka berdua memang sudah mencintai satu sama lain sejak lama. Tatapan Sophie semakin intens. “Kamu mau bilang apa sih?”
“Nggak ada, aku cuman mau memastikan aja kalau kamu nggak bakalan ninggalin aku aja.”
Sophie tertawa karena ucapannya Xavier barusan. Mungkin bagi wanita yang di depannya ini sangat lucu kalau membahas tentang saling meninggalkan. Karena mereka akan tetap balikan. Tapi bagaimana reaksi Sophie jika tahu bahwa anak yang paling disayanginya itu telah dihamili oleh Xavier.
“Kalau suatu saat aku punya salah sama kamu. Apakah kamu bakalan ninggalin aku?”
“Kalau soal kesalahan, aku sudah pasti bakalan ninggalin kamu. Catat soal kesalahannya itu harus fatal. Tapi kalau masih bisa diperbaiki, aku bakalan maafin dan kasih kesempatan buat kamu.”
Ucapan Sophie begitu lembut. Namun belum tahu saja kalau masalah yang dimaksud oleh Xavier adalah kesalahan mengenai malam itu. Sophie wanita yang baik, dia mengakui itu karena selama pertengkaran. Sophie tidak pernah mengatakan hal-hal yang buruk. Selama ini yang menjadi pertengkaran mereka tidak lain adalah kesibukan masing-masing.
Pertemuannya dengan Sophie berlangsung sampai sore, wanita itu minta ditemani ke mall dan juga untuk makan berdua. Karena Xavier memiliki waktu senggang, jadi ia menyempatkan diri untuk menemani wanita itu.
Sampai di rumahnya Sophie, Xavier mencium kening wanita itu “Kapan-kapan kita kencan lagi.”
“Janji?” tanya Sophie dengan antusias. Kemudian Xavier menganggukkan kepalanya. Ia bisa menepati janjinya kapan saja jika itu berkaitan dengan Sophie.
Dia mengantar Sophie dengan sopan kepada orangtuanya. Sebagai seorang pria yang memang dikenal baik dan mereka juga percaya kalau Xavier akan menikahi Sophie dalam waktu dekat ini.
Kemudian dia teringat dengan Liona. Dia membelikan makanan untuk wanita yang sedang mengandung anaknya.
Sampai di sana, dia melihat Liona sedang duduk di taman belakang setelah diberitahu oleh asistennya. “Kamu ngapain di sini?”
Liona melirik ke arahnya Xavier. Pria itu langsung duduk di kursi dan menaruh makanan di atas meja. “Nggak ada, cuman cari angin aja.”
Xavier bersandar di kursi ketika dia mendengar jawaban dari wanita itu. Xavier menatap Liona dan merasa iba ketika melihat perut itu sudah terlihat buncit.
Menemani Liona di belakang. Tidak ada obrolan apa pun.
Wanita itu masuk ke dalam rumah membawa makanan yang dibawakan oleh Xavier barusan. Dia mengikuti ke dapur. Walaupun ini akan membuat dia juga merasa penuh dengan penyesalan suatu saat. Tapi setidaknya ia membiarkan bayinya lahir.
“Liona.”
Wanita itu berbalik saat sudah mengambil piring. “Ya?”
“Kamu baik-baik saja?”
Liona menganggukkan kepalanya dan kemudian dia duduk sambil membuka makanan itu. Di dalam hatinya Xavier ada luka yang tidak bisa dia jelaskan ketika melihat anak yatim piatu yang dia korbankan. Juga ada anak yang di dalam kandungan sedang dirawat dengan baik oleh Liona. “Setelah ini, semuanya akan baik-baik saja, Om.”
Xavier menghela napasnya, tidak ingin membuat Liona sedih dengan kalimat-kalimat menyakitkan yang keluar dari mulutnya. Sebisa mungkin Xavier tahan untuk tidak mengatakan apa pun sekarang ini.
“Aku tadi pagi ke dokter.”
“Kenapa nggak bilang?”
“Om akhir-akhir ini sibuk. Ke sini saja sudah mulai jarang. Jadi aku pergi sama sopir. Periksa ke dokter, anak-anak sehat.”
“Terus?”
“Mereka laki-laki dan perempuan.”
Menyebut kata perempuan saja, Xavier merasa terpukul sekali. Satu lagi anak perempuan yang dia sakiti hatinya. Memang tidak ada yang menginginkan ini terjadi. Namun Liona juga tidak ingin aborsi dari awal. Wanita itu tersenyum sambil menikmati makanannya.
Mereka mengobrol seputar anak saja. “Kapan pernikahan Om dilaksanakan sama Tante?”
Untuk membahas itu, Xavier berusaha untuk menghindarinya. Karena setelah melahirkan. Liona akan mengasingkan diri. Anak-anak akan dibawa oleh Xavier. “Nggak tahu.”
“Om, aku minta izin rawat anak-anak, ya. Aku bakalan besarin mereka berdua. Nggak bakalan muncul di hadapan Om lagi.”
“Kenapa?”
“Kakek sama Nenek akan kecewa. Terlebih Tante yang akan sakit hati kalau lihat mereka berdua. Aku bakalan pergi sejauh mungkin.”
“Kamu bakalan menikah, kamu punya masa depan.”
“Aku nggak apa-apa kok nggak usah nikah. Aku cuman mau urus mereka berdua.”
Sialnya ucapan Liona mengenai dia tidak akan pernah menikah membuat Xavier langsung terdiam.
“Tante dan Om harus bahagia. Mengenai anak-anak, tidak perlu dipikirkan. Setelah melahirkan nanti, aku cuman mau dibantu untuk biayai mereka selama satu tahun untuk beli kebutuhan pokok mereka berdua. Setelah itu, anggap aja nggak usah terjadi apa-apa seperti yang Om inginkan dulu.”
“Kamu nggak bakalan muncul lagi?”
“Ya, aku janji. Aku pergi sejauh mungkin. Menghindari semua keluargaku demi mereka berdua. Yang penting aku bisa lihat Tante Sophie bisa bahagia sama Om.”
“Satu tahun tidak cukup, Liona. Aku bakalan bantu kamu secara ekonomi sampai mereka dewasa. Aku bakalan tetap kirim uang. Aku buatkan kamu rekening baru atas nama aku nantinya. Kamu yang bawa, semua kebutuhan akan aku siapkan di sana. Rumah ini kamu tinggali saja, aku bakalan hidup bahagia sama Sophie seperti yang kamu inginkan.”
Liona berdiri dan membawa piring itu. “Bukan aku yang mau. Tapi Om yang mau bahagia di atas deritaku dan anak-anakku.”