Ternoda
Suara dering alarm yang begitu kencang membangunkan Liona dari tidurnya. Matanya terbuka dengan perlahan karena menahan sakit kepala yang luar biasa. Sejenak mengamati ruangan yang bukan kamarnya. Liona tidak sengaja menoleh ke sebelahnya ketika mendapati seorang pria yang tidak asing baginya.
Saat ini Liona berusaha menelan ludahnya dengan paksa. Mengingat kejadian semalam yang tidak seharusnya mengantarnya ke rumah itu dan menemani Xavier atas dasar permintaan Sophie semalam.
Pria di sebelahnya itu bergerak dan meraba alarm yang ada di atas meja.
Liona sendiri hanya terdiam kaku di atas ranjangnya. Melihat pakaian yang berserakan di lantai dan juga ada beberapa yang di kasur.
Pria itu bangun dan mengucek matanya. “Apa yang kamu lakukan di sini, Liona?”
“Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang Om lakukan ke aku semalam?”
Itu adalah kekasih dari Sophie. Semalam keduanya bertengkar hebat hingga akhirnya Sophie meminta Liona mengantarkan semua barang-barang pemberian Xavier dulu. Keduanya memang terlihat labil dalam menjalani hubungan. Baik itu Sophie maupun Xavier sendiri akan sama-sama menghilang.
Tapi semalam, kejadiannya tidak seperti itu. Xavier mencekokinya alkohol. Bodohnya ia menghampiri pria yang mabuk itu. Kemudian mereka berakhir di ranjang ini.
Rasanya begitu ngeri setelah melakukan hubungan itu dengan Xavier yang merupakan calon suami dari Sophie—tantenya. “Kenapa kamu ke sini semalam?”
“Tante yang memintaku.”
Xavier mengumpat. Sementara Liona yang semalam dipaksa menghabiskan alkohol itu oleh pria yang di sebelahnya. “Ini gila, Liona. Sophie tidak boleh tahu soal ini.”
“Bagaimana kalau aku hamil?”
Ekspresi Xavier langsung berubah mendengar pertanyaan itu. Lalu kemudian dia memunguti pakaiannya dan memasangnya di depan Liona. “Gugurkan! Kamu sendiri tahu kalau aku akan menikah dengan Sophie.”
“Segampang itu?”
“Memangnya apa? Tidak ada yang mau kalau anak itu hadir. Begitu juga denganku. Ingat baik-baik, Liona. Aku pacaran dengan Sophie, jadi jangan mengatakan apa pun tentang ini kepadanya. Lagi pula aku sangat yakin kalau aku bukan orang pertama yang menyentuhmu.”
Mata Liona langsung melirik dengan begitu tajam dan langsung memunguti pakaiannya. Dia keluar dari kamar mandi setelah mencuci wajahnya. Dia benar-benar kacau. Lebih gila lagi dia mendatangi orang yang sedang mabuk. Mana mungkin sadar dengan apa yang dilakukan semalam.
“Jangan mengadukan ini pada, Sophie. Aku tidak ingin bertengkar lagi dengannya.”
“b******k. Orang yang menyentuhku pertama kali adalah calon suami dari tante aku sendiri. Pria bajingan.”
Dia memukul Xavier, tapi tangannya langsung dicegat oleh pria itu. “Apa kamu serius?”
“Buat apa aku berbohong? Aku selama ini menjaga diriku baik-baik. Tapi Om mengacaukan semuanya.
Keluar dari kamar itu. Buru-buru dia pergi dari rumahnya Xavier. Dia merasa ngeri terhadap diri sendiri setelah apa yang terjadi semalam. Liona tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis karena ulah Xavier yang mencekokinya minuman beralkohol dengan brutal. Liona yang tentu tidak bisa minum itu langsung mabuk hanya dengan satu gelas saja. Tapi berakhir di ranjang dengan orang yang selama ini dianggapnya begitu baik karena mencintai Sophie.
Meskipun keduanya sering bertengkar dan mengatakan putus. Tapi Liona sendiri tahu kalau Xavier begitu mencintai Sophie dan berencana untuk menikah.
Setelah kejadian ini. Ia tidak mungkin bisa jelaskan apa pun pada Sophie.
Waktu ia di dalam taksi. Liona melihat ponselnya dalam keadaan mati. Liona bersandar dan benar-benar menyesal telah menuruti perkataannya Sophie. Paling yang membuatnya merasa heran adalah orang-orang di rumahnya Xavier sama sekali tidak ada yang menegur bagaimana majikan mereka seperti itu. Begitu Liona turun dari kamar tadi dia melihat ada asisten yang bersih-bersih di ruang tengah. Membersihkan bekas minum semalam, juga tukang kebun yang sudah sibuk dengan aktivitasnya.
Dadanya sangat sesak mengingat bagaimana cara Xavier menyentuhnya. Tidak seharusnya terjadi karena selama ini dia telah berusaha menjaga diri dengan sebaik mungkin. Liona juga tahu bagaimana Sophie sangat mencintai Xavier sedalam apa. Keduanya sudah lama saling menjaga satu sama lain. Beberapa kali mereka berencana untuk menikah. Selalu berujung pada pertengkaran.
Hubungan mereka terbilang sehat karena Sophie mengatakan jika Xavier sangat menjaganya. Namun, bagaimana dengan Liona sendiri yang sekarang merasa hidupnya sudah tidak ada harga diri lagi oleh ulahnya pria itu?
Sampai di kediaman kakek dan neneknya. Liona langsung masuk ke dalam rumah usai membayar taksi tadi. “Liona, ya ampun. Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kamu kenapa tidak menjawab teleponku?”
“Maafkan aku, Tante. Aku menginap di rumah temanku.”
Sophie langsung mengangguk dan mengajaknya untuk sarapan. “Sarapan dulu, Sayang!”
“Aku taruh tas aku dulu di kamar. Sekalian mau charge ponsel aku.”
Sophie mengelus pundaknya dengan begitu lembut. “Oke, kamu segera sarapan, ya!”
Ia meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang kacau. Lihat bagaimana cara Sophie untuk merawatnya. Usia mereka hanya berjarak empat tahun. Bahkan teman baiknya sendiri adalah tantenya.
Liona tinggal di rumah kakek dan neneknya. Segala fasilitas yang didapatkan juga dari mereka. Ibunya Liona meninggal ketika melahirkan dulu. Disusul oleh ayahnya dua tahun kemudian yang kecelakaan proyek.
Hingga saat ini Liona diurus dengan baik oleh kakek dan neneknya. Tidak pernah merasa kesepian karena tantenya selalu memberikan hiburan yang baik.
Begitu dia selesai mandi dan juga mengganti pakaiannya. Liona bergabung untuk sarapan. “Apa yang dikatakan oleh Xavier?”
“Aku cuman antar barang itu untuk dia. Orang yang terima barangnya juga pembantu di rumahnya.”
“Oh, dia mungkin belum pulang,” Sophie menjawab dengan santai.
Liona disodorkan sarapan oleh Sophie. Liona menikmati sarapannya sambil mengobrol dengan kakek dan neneknya mengenai rencana warisan peninggalan orang tuanya. Jujur saja kalau Liona juga merasa bahagia karena mereka tidak pernah lupa untuk memberikan hak. Tapi, satu sisi ia juga merasa ingin pergi dari sini.
Beberapa menit setelah obrolan mengenai Xavier. Sophie langsung mengatakan. “Dia akan ke sini nanti siang, Ma.”
“Lagi pula, Xavier tidak akan berhasil kabur begitu saja dari kamu. Jangan terlalu jual mahal, Sophie. Takutnya dia cari wanita lain nantinya. Xavier pria yang terbilang sukses di usianya yang sekarang.”
“Ma, dia 30 tahun, ya. Bukan pria kemarin sore. Itu juga milik orang tuanya.”
“Tidak ada yang peduli soal itu, Sophie. Dia merasa mampu untuk hidupi kamu saja sudah cukup.”
Liona tidak ingin mendengar cerita apa pun. Dia memilih diam dibandingkan ikut dalam obrolan itu. Jujur saja kalau dia masih takut dengan kejadian semalamnya bersama Xavier.
Siang itu buru-buru hendak ke kamarnya setelah mendengar suara mobil. “Liona mau ke mana sayang?” panggil neneknya.
“Aku mau ke kamar, Nek.”
“Om Xavier mau datang lho.”
Akhirnya Liona mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar setelah mendengar permintaan dari neneknya. Benar dugaannya barusan, suara mobil itu adalah miliknya Xavier.
Mereka ada di ruang tamu. Sorot matanya Xavier sesekali melirik ke arahnya memberikan sebuah kode tekanan kalau Liona tidak boleh mengadu mengenai kejadian satu malam yang mengerikan. Terdengar permintaan maaf Xavier kepada Sophie karena hubungan mereka yang putus. Lihat saja bagaimana cara mereka pacaran. Pasti putus nyambung dari dulu. Mereka seperti ABG ketika pacaran.
Obrolan keduanya semakin terdengar romantis. Liona merasa seperti nyamuk sekarang ini ketika dua orang yang ada di depannya semakin terlihat mesra. Tidak peduli itu di depan kakek dan neneknya Liona. Hubungan mereka juga sudah direstui.
Pembahasan tentang pekerjaan dan juga aset yang dimiliki oleh Xavier selalu menjadi bahan obrolan paling menarik di keluarga mereka.
Xavier adalah pengusaha hebat yang memang keturunan orang sangat berada. Jadi, wajar kalau sampai Sophie juga berjuang untuk Xavier. Karena segi kehidupan sangat mapan. Rumah juga sudah menjadi milik sendiri. Selama pacaran, Sophie selalu mengagungkan bagaimana Xavier menjaga hubungan mereka dengan sangat baik.
“Kamu mengantuk, Liona?”
Liona segera menoleh ke arah Xavier yang bertanya. Segera ia menggelengkan kepalanya. “Nggak, Om.”
“Liona semalam nggak pulang. Dia menginap di rumah temannya. Mungkin di sana kurang tidur,” Milly yang menjelaskan tentang Liona yang tidak pulang semalam. Andai mereka tahu bahwa pria yang di depan mereka adalah dalang utama Liona tidak pulang.
Xavier ber oh ria. Kemudian berkata. “Kalau begitu kamu istirahat saja! Kelihatan banget mata kamu udah nggak tahan. Lain kali kita bisa ngobrol kok.”
Liona menatap keluarganya satu persatu. Kemudian yang lain juga menyetujui apa yang dikatakan oleh Xavier tadi.
Sekembalinya ke kamar, Liona langsung mengunci pintunya. Perlahan ia berjalan ke cermin yang berdiri tegak di sebelah lemari pakaiannya. Dengan perasaan yang kacau, Liona menangis sambil berkata. “Lihat dirimu, Liona! Ternoda oleh orang yang selama ini kamu percaya sangat baik.”