02

1047 Kata
Mauri, salah satu menteri Linkton, baru saja masuk ke dalam ruangan King Lubes Yaga, sang presiden, sambil membawa sebuah amplop coklat yang di dalamnya berisi beberapa berkas penting. "Presiden, ini berkas yang di minta," ucap Mauri meletakkan berkas itu di atas meja. "Bagaimana persiapan ujian untuk bulan depan? Aku berharap tidak ada kendala," kata sang presiden. Ucapannya tanpa ekpresi, dari sorot matanya dia tak benar-benar berharap semua berjalan baik-baik saja, karena semua permintaanya mutlak harus dia dapatkan. "Arena untuk ujian dan tempat karantina sudah siap, tinggal menunggu anak-anak datang. Masing-masing provinsi juga membuat arenanya masing-masing, untuk beberapa perubahan bisa dilakukan nanti sebelum ujian berlangsung," ujar Mauri. "Buat ujian ini semenarik mungkin, jika bisa biarkan mereka menyisakan setengah provinsi, karena kita hanya butuh sedikit dari mereka untuk bekerja." Mauri mengangguk, kemudian berlalu pergi setelah pembicaraan itu selesai. King Lubes sang presiden, kini tengah duduk santai sesaat setelah Mauri keluar dari ruangannya, belum di sentuhnya berkas yang tadi di berikan Mauri padanya. Sepuluh tahun yang lalu setelah ayahnya meninggal, Aprin Yaga sang kakak naik takhta sebagai presiden, meskipun menyebut diri sebagai presiden namun sistem yang dianut adalah monarki keturunan. Tahun ke-35 setelah pembentukan Linkton, Aprin menjadi presiden kedua yang cukup di segani, permainan mematikan yang di buat bahkan sebelum Linton berdiri di hapuskan. Namun pro dan kontrak mewarnai hal itu selama lima tahun kepemimpinan Aprin, bagian pro adalah rakyat miskin yang butuh anak mereka untuk bekerja dan juga menyambung keturunan, sementara kontra adalah mereka yang merasa Linkton semakin sempit. Dari pihak kontra berdiri Lubes yang saat itu sebagai menteri teknologi, dengan kudeta Lubes dan beberapa pengikutnya, dia menggulingkan Aprin, lalu menghukumnya mati. Lubes naik takhta. Tangan dingin Derek Yaga, ayahnya jatuh ketangannya, kebijakan-kebijakan baru yang lebih menakutkan pun dibuat, permainan mematikan kembali dibuat yang sudah masuk tahun kelima. Dengan Lubes menjadi presiden, sudah ada setidaknya hampir satu juta penduduk yang berkurang, entah karena eksekusi masal ataupun ujian mematikan itu. Tahun ini Lubes memasuki usia 60 tahun, dia sudah melewati banyak penderitan, mulai dari perang dan wabah yang menghancurkan dunia. Bahkan saat ayahnya membentuk negara adidaya ia menjadi saksi yang sampai sekarang masih hidup. Berbekal ilmu politik dan kecakapannya dalam berbicara, ia mulai mempengaru para rakyat Linkton. Kebijakan paling mencolok yang di buat Lubes adalah setiap anak berusia tujuh tahun harus masuk sekolah, karena ia ingin anak-anak itu menjadi pandai dan suatu saat bisa membangun Linkton menjadi sebuah negara satu-satunya yang makmur. Meskipun ketika menginjak usia delapan belas tahun mereka lagi-lagi dipaksa ikut ujian mematikan agar bisa lulus dari sekolah dan mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Janji manis dan iming-iming selalu Lubes dengungkan setiap pidato sebelum ujian berlangsung, bahkan dengan mudah para rakyat mendapat simpatinya, mempersilahkan anaknya diambil paksa yang mereka tahu bahwa itu mungkin adalah terakhir kalinya mereka bertemu. Sebenarnya dari semua itu ada sebuah ladang bisnis dari para milyader Linkton, mulai dari pengusaha hingga dokter bedah yang selalu menunggu tubuh-tubuh itu untuk dijadikan eksperimen ataupun di jual pada black market. Lubes selalu berdalih bahwa uang-uang itu untuk kepentingan negara tanpa dia sentuh sedikitpun untuk dirinya sendiri. Saat nanti para orangtua dan saudara cemas menunggu hasil ujian anaknya, para orang terhormat dapat menyaksikan mereka saling membunuh satu sama lain, dan mengetahui lebih dulu siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Sementara itu, berulang kali Mauri meneguk ludahnya sejak keluar dari ruangan sang presiden, permainan mematikan itu akan terjadi lagi, hanya untuk mengurangi jumlah penduduk Linkton yang setiap tahunnya terus membludak. Dari dahinya, nampak keringat menetes keluar, Mauri ikut berharap cemas, karena tahun ini Migel putranya akan ikut berpartisipasi. Dengan tangan dingin King sebagai presiden pengganti, Mauri tak bisa melakukan apapun, meskipun ia seorang menteri pertahanan. Sudah lebih dari sepuluh tahun sejak mantan presiden Aprin memegang kekuasaan Linton, awalnya itu seperti sebuah dunia baru yang benar-benar makmur, namun semakin waktu banyak yang tak suka dengan sikap ramah Aprin. Saat Aprin di gulingkna, Mauri yang seorang menteri pertahanan tak bisa melakukan apapun, karena di sisi Lubes ada banyak sekali orang-orang membantunya. "Bagaimana? Apa kata Presiden soal ujian itu?" begitu tanya salah satu stafnya saat ia masuk kedalam ruangan menteri dan senat. "Bagaimana apanya? Ujian tetap akan di lakukan dua minggu dari sekarang saat musim semi," ucap Mauri, dia mulai mengurut pelan dahinya. Dia membayangkan hal paling buruk yang terjadi pada istrinya jika anak laki-lakinya akan mengalami nasib buruk seperti anak keduanya, sementara anak pertamanya lolos saat kepemimpinan Aprin. Michele, istri Mauri pernah hampir gila karena anak perempuan kesayangannya mati setelah tak lolos dari ujian itu, bahkan saat mulai penyisihan babah kedua. Saat pikiran menakutkan itu Michele sellau mencoba untuk bunuh diri karena tak kuat dengan tekanan kepergian anaknya. "Kenapa Anda tak mencoba berbincang dengan Presiden? tahun ini perkenomian sedang membaik, kita bisa menunda ujian dan mengganti sampai benar-benar di butuhkan," ujar staf itu lagi. Mauri menatap sang staf dengan lekat dan mencoba berbicara tentang yang sebenarnya terjadi, bahwa semua tak semudah itu. Tapi, sepertinya tak akan berhasil, karena rasa cemas stafnya sama seperti miliknya. "Deren, aku tahu kamu mencemaskan adikmu, tapi aku juga mencemaskan anakku. Kita tak bisa melakukan apapun, meskipun perekonomian terus membaik. Yang di inginkan Presiden adalah pengurangan jumlah penduduk sampai Linton benar-benar lengang." Deren sang staf tak bisa lagi berucap, khawatir akan keselaman adiknya Liones terus menghantuinya. Liones satu-satunya keluarga yang dimilikinya setelah orangtuanya meninggal beberapa tahun lalu. Seketika rasa cemas bergelayut di wajahnya, padahal beberapamenit lalu ia sudah sanagt berharap bahwa Mauri bisa membuat hati sang presiden luluh dan menunda ujian itu, nyatanya memang membuat sang singa tidur ketika lapar adalah hal paling sulit yang dilakukan. Deren berpamitan mencoba berlalu pergi saat tak mungkin lagi mencoba Mauri untuk membujuk sang presiden, sebenarnya bukan hanya dia yang menunggu kabar baik dari Mauri, tapi juga menteri dan beberapa staf lainnya, yang tak suka dengan kepemimpinan dari Lubes. Seperti apa yang yang di rasakan Mauri. Deren salah satu korban hidup dari permainan itu, beberapa tahun lalu saat Derek Yaga masih menjadi presiden. Deren satu-satu anak beruntung yang selamat dari provinsi ke-37 yang mendapat pekerjaan dan hidup yang layak, tapi rasa bahagia itu hilang saat mengetahui adiknya tahun ini mengikuti permainan mematikan itu. Raut-raut tak suka dan bingung masih bergelayut di wajah mereka, bukan hanya Deren dan Mauri. permainan ini mungkin salah satu dari kondisi negara yang di lakukan kaum elit, tapi ada juga pemerintah yang tak menginginkan hal itu terjadi.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN