33

1214 Kata
Astara akan membuktikan pada keluarganya dan semua orang bahwa seorang anak bangsawan tidak sepenuhnya cengeng, ia juga bisa berdiri sendiri dengan kakinya dan menggapai semuanya dengan tangannya. Ia yang selama ini dimanja dan selalu diberikan apa yang ia mau, ia memberontak pada keadaan. Astara La Moris adalah anak tunggal dari keluarga La Moris keturunan keenam, berbeda dengan Noris yang keturunan kelima, orangtua Astara dan Noris adalah adik-kakak. Astara adalah bangsawan di provinsi kota Digos. Digos adalah kota yang pemimpinnya adalah keturunan bangsawan dari sejak dulu, ia mendapatkan hal istimewa karena menyimpan banyak kekayaan tambang baik batubara dan minyak bumi. Pemimpinnya saat ini Dios La Moris, pemimpin yang memimpin sejak presiden pertama Linkton. Sebagai kota kaya dari provinsi kaya, La Moris memiliki hak khusus seperti Dalios, yakni tak perlu mengikuti ujian kelulusan mematikan yang diadakan, karena mereka hanya akan bekerja di provinsi masing-masing dengan tanggung jawab yang besar. Juga sama yang di lakukan Mahen, Astara merasa hidup berkecukupan dan manja adalah sebuah kesalahan, semua yang dilakukannya harus di batasi dan ia tak boleh melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, ia ingin bebas selayaknya anak seusianya, tapi tidak. Orangtuanya, yakni David dan Selena La Moris melarang ia berkumpul dengan orang-orang miskin yang banyak berada di kota Digos. Ia harus berkumpul dan bersekolah di sekolah elit para bangsawan. Karena merasa ia bisa mandiri, Astara mengikuti ujian tahap pertama, ia lolos dengan diam-diam. Namun, akhirnya David sang ayah mengetahui hal itu dan mencari cara agar Astara tak mengikuti ujian. Astara menolak dan tetap mengikuti ujian, berbekal dengan tekad dan semangat keegoisan ia akhirnya pergi sendiri ke provinsi ke-10. Sampai di tempat ujian pun sebenarnya Panitia tetap melarangnya, karena mereka tahu konsekuensi apa yang akan terjadi nanti jika Astara ikut. Tapi, Astara tak peduli. Saat ujian tengah berlangsung secara menakutkan, Astara tekejut. Ini benar-benar adu kematian dan saling membunuh, ia pikir hanya permainan adu nyali tapi jauh dari itu. Bahkan ia diberi senjata yang tak ia kuasai, cakram bumerang. Ia bingung harus bagaimana menggunakan senjata itu, bahkan berulang kali ketika ia mencoba, berulang kali tangannya tergores bagian tajam benda itu. Sakit sekali, selama ini ia tak pernah merasakan hal itu. Bagaimana mungkin ia bermain dengan benda-benda tajam jika semua gerak-geriknya dipantau dan dilihat oleh pengawal yang diberikan oleh Ayahnya. Astara merasa ia hewan langka yang harus dilindungi agar tak punah. Namun, perlindungan itu malah membuatnya tertekan, ia tak bebas tak bisa melakukan apapun, tak bisa melepaskan diri. Hari-hari terus berganti selama berada di sana, ia mengalami nasib yang tidak baik. Mengikuti ujian itu ia harus bertaruh nyawa antara akan terus hidup atau mati secepatnya, bahkan jika saat ia terkena panah tak ada Andreas yang menolongnya mungkin percuma saja ia mendapatkan bendera itu. Ia sudah pasti lolos kebabak ketiga, tapi keadaannya saat ini sangat memprihatinkan, luka akibat anak panah itu sangat dalam. Ia bahkan bergerak saja sangat sulit, kakinya masih terbujur dengan balutan kain kasa. Bantuan Andreas sangat berarti baginya, ia berharap Andreas bisa lolos dalam babak kedua ini meskipun ia sendiri tidak seyakin itu. Astara akan tetap berada di sana sampai ia bisa berdiri dan berjalan lagi, karena jika sekali bergerak saja kakinya terasa sangat sakit. Ia juga berharap tak ada hewan buas yang datang mengintai, jika manusia masih mengerti keadaannya, tapi jika binatang buas ia akan menjadi santapan makan yang enak. Ia tak habis pikir kenapa di hutan yang dibuat secara nonalami itu harus diisi binatang buas dari berbagai spesies, ada ular, serigala, harimau dan sebagainya, bahkan ia yakin di sungai juga akan ada buaya dan hewan buas lainnya. Apa mungkin panitia sengaja melakukan hal itu, jika tidak mati karena saling membunuh, hewan-hewan yang akan melakukan pembunuhan? Sesaat Astara memikirkan hal aneh itu, padahal ia tak pernah memikirkan hal buruk lainnya terhadap nasibnya. Mungkin hal itu terjadi karena ia merasa tak akan bisa hidup lebih lama lagi, entah setelah itu atau bahkan sesaat setelah ia memikirkan akan mati kapan. Jika ia mati di sana setelah ini mungkin seharusnya ia mengikuti keinginan orangtuanya untuk tidak masuk kedalam ujian mematikan. *** “Mahen, lihat,” ujar Alta meminta Mahen melihat rute petanya yang sudah kembali berjalan, padahal seharusnya peta itu mati. Hidupnya kembali rute peta yang berarti para peserta harus berpisah dari timnya, hal yang sama juga terjadi pada Alta. Mendengar ucapan Alta, Mahen memperhatikan rute peta dengan titik koordinat yang berbeda dengan milik Mahen. Mahen harus pergi ke arah barat, sementara koordinat milik Alta kearah tenggara. “Kita harus berpisah, Mahen,” sambung Alta setelah melihat petanya aktif kembali. Alta mengingat saat berpisah dengan Mahen, ketika ia harus pergi kearah tenggara mengikuti titik koordinat yang telah ditentukan oleh panitia, entah nantinya dia akan bertemu dengan peserta yang seperti apa lagi. Sudah lebih dari satu jam ia berpisah dengan Mahen, perpisahan yang menurutnya tidak begitu baik bagi dirinya. Mahen memang baru ia kenal, tapi Mahen sudah ia anggap sebagai seorang teman yang baik. Sejak kecil ia merasa tak begitu percaya diri ketika hendak berteman, karena ia hanya orang miskin yang tak ada siapapun mau berdekatan dengannya. Ia tumbuh, hidup dengan sedikit teman yang sama dengannya. Bahkan saat sekolahpun ia jarang memiliki teman. Alta tak pernah peduli tentang itu, ia pikir mungkin suatu saat ada yang mau menerima keadaanya, keadaan bahwa ia hanya anak orang miskin dari seorang duda yang tak punya apapun, bahkan ibunya saja tak pernah peduli dengannya. Setiap mengingat hal itu, Alta selalu mengingat tentang ayahnya yang masih berada di penjara, ia berharap ayahnya cepat keluar dengan selamat, ia tak ingin melihat ayahnya menderita lagi karena berusaha membuatnya hidup. Jika ia bisa keluar dan lolos dari ujian ini, ia hanya ingin membebaskan ayahnya, berkerja dengan sungguh-sungguh hingga nanti memiliki hidup layak seperti manusia pada umumnya, meskipun mungkin itu terasa sangat sulit. “Hanya kamu kebanggaan dan harta Ayah saat ini.” Alta mengingat ucapan Ayahnya saat itu, sambil mengusap rambutnya. Umurnya saat itu sekitar 12 tahun, umur dimana seharusnya ia sudah mengerti betapa sulitnya menjadi orang miskin yang selalu dianggap rendah orang lain. Namun, setelah bertemu dengan Mahen Dailos, ia merasa bahwa ada sedikit harapan. Mahen yang terlahir dari orang kaya mau berteman dengannya yang tak memiliki apapun, karena itulah ia harus bangkit sampai tahap paling akhir. Saat Alta berjalan menuju titik koordinat telat bendera biru berasal yang tak begitu jauh, ia tak sengaja menabrak seseorang. Ia melihat orang yang sudah tak sadarkan diri itu, tubuhnya bersih tanpa luka, tak ada sedikitpun darah atau bekas seperti bertarung. Alta melihat sekilas sambil jongkok dan memegang pergelangan tangannya, mendnegarkan denyut nadi yang masih berdetak dan napas panas yang masih berhembus. Seorang yang tak lain Toni itu masih hidup hanya tak sadarkan diri. Setelah itu pandnagan Alta tertuju pada pedang yang tertancap dalam di batang pohon besar, ternyata di sana memang ada bekas pertarungan. Alta berpikir mungkin peserta itu kalah atau kehabisan tenaga sampai tak sadarkan diri. Sementara itu Toni yang sudah tak bisa melakukan apapun akibat serangan Sion hanya perlu menunggu panitia dan medis membawanya keluar dari sana. Ia mengerti apa yang terjadi, menyadari kedatangan Alta, tapi tak bisa berbuat apa-apa selain diam. Otaknya sudah lumpuh dan hampir saja mati, jika tidak mendapatkan perawatan medis mungkin ia akan benar-benar mati, lagi pula ia sudah kalah ujian itu, tak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Sedangkan Alta kini melanjutkan langkahnya menuju titik peta yang di tunjukkan untuk mengambil bendera biru itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN