Kamar Lugia (a)

1215 Kata
“Jadi, kalian sudah paham dan mengerti kan dengan penjelasanku?” Tanya Vion untuk memastikan. Atlas, Valerie, Enola, Yara dan juga Carlos mengangguk pelan. Mereka berlima tidak terlalu banyak memberi komentar setelah Vion menjelaskan semua kekuatan dari satu persatu pusaka yang akan menjadi tujuan utama mereka semua. Dan lagi, sepertinya mereka juga setuju dengan pemikiran professor Khalid begitu pun juga ke khawatiran laki-laki tua tersebut tentang penyalahgunaan pusaka-pusaka legenda itu. Karena bagaimana pun jika pusaka itu jatuh berada di tangan dan orang yang salah, semua keadaan bahkan dunia ini akan kacau atau juga bisa hancur tanpa tersisa. Karena kalau di kaji ulang dan di pikir ulang oleh mereka, kekuatan yang terdengar sangat sederhana itu mempunyai efek samping negatif yang sangat luar biasa kuat dan sangat besar skalanya. Dan juga jika kekuatan tersebut jatuh kepada seseorang yang salah, tidak akan yang bisa menahan atau memberhentikan orang tersebut. Karena kekuatan level tertinggi tidak akan bisa menahan kekuatan itu semua sebagaimana mereka semua melawan secara bersama-sama atau bersatu. Tanpa sadar mereka berlima menghela nafas secara bersamaan, membuat mereka saling bertukar pandang kemudian tertawa karena menyadari sikap ketidaksengajaan mereka berlima. “Dan kalian memikirkan satu hal yang sama persis denganku, sial!” Ucap Enola dengan kekehan pelan yang baru saja m sedikit membaca pikiran Atlas, Valerie, Caros dan Yara yang juga sudah tertawa karena menyadari hal yang menurut mereka terbilang aneh walaupun sebenarnya tidak. Vion hanya tertawa melihat tingkah laku mereka berlima, kemudian menarik nafas panjang. Menatap mereka secara bergantian karena bagaimana pun ia tahu mereka semua masih remaja, berbeda dengan dirinya yang sudah menginjak umur kepala dua. Bahkan dua tahun lagi Vion akan bertambah umurnya menjadi kepala tiga, astaga ternyata waktu memang cepat berlalu ya? Sebagaimana kita semua sebagai manusia wajib menjalankan kehidupan mereka masing-masing, mau itu sulit atau mudah mereka memang harus menjalankan itu semua. “Sepertinya urusanku sudah selesai di sini,” Kata Vion di sela-sela tawaan mereka berlima, laki-laki tersebut bangkit dari duduknya dengan kedua tangan yang sedikit mengibas belakang tubuhnya untuk membersihkan bajunya dari kotoran-kotoran kecil yang dari tanah sempat ia duduki tadi. Atlas, Carlos, Yara, Valerie begitu pun juga Enola mengikuti pergerakan Vion. Mereka bangkit satu persatu dari duduknya, pertanda bahwa mereka bagaimana pun harus menghormati seseorang yang di juluki semu orang bahwa dirinya adalah tangan kanan professor Khalid, di mana beliau sangt di segani oleh bayak orang di akademi bahkan di kerajaan ini. “Aku tidak bisa lama-lama, karena ada sesuatu yang harus aku urus setelah ini,” Lanjut Vion sebari tersenyum kecil yang ia pancarkan dari wajah tampannya. Iya, Vion memang sangat tampan terlebih lagi dengan rahang tajamnya yang membuat wajah laki-laki itu terlihat tegas dan orang pun juga merasa segam jika berhadapan dengan Vion. “Jadi aku rasa, kabar baik yang aku bawa sekitar beberapa menit yang lalu itu sudah lebih dari cukup kan?” Tanya Vion memastikan sebari menatap ke arah Valerie dengan senyuman hangatnnya. Valerie menganggukan kepalanya semangat, di sertai senyuman manis untuk menbalas senyuman laki-laki tua tersebut, “Berita baik yang kau bawa itu, sangat sangat sangat berita yang amat baik Vion. Dan aku tidak tahu harus mengucapkan tanda terima kasih seperti apa kepadamu, terutama kepada professor Khalid,” Vion terkekeh pelan, “Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih secara berlebihan kepada professor Kahlid dan terlebih lagi kepada Valerie, yang terpenting jaga dirimu karena saat kau pulang jangan sampai tubuhmu terkena luka sedikit pun,” “Karena waktu kunjungan wali murid akan di lakukan sekitar seminggu lagi, kau mengerti?” Ujar Vion sebari mengingat hari kunjungan keluarga murid yang selalu di lakukan sekitar enam bulan sekali setiap harinya. “Aku mengerti Vion,” Timpalnya dengan senyuman lebar di wajah cantiknya. . . . “Lugia! Hei!” Ucap Wine sebari mengetuk pintu kamar laki-laki tersebut secara berkali-kali Sedangkan Kavior yang tidak jauh berdiri darinposisi Wine tersebut menoleh ke kanan dan ke kiri karena bagiamna pun ini adalah waktu jam istirahat mereka bertiga, jika ada para petinggi bahkan penjaga yang tahu Kavior dan Wine sedang berkeliaran seperti ini rasanya tidak nyaman juga karena bagaimana pun mereka berdua seperti haknya menggangu jam istirahat orang lain. namun tetap saja, tetap saja mereka berdiam diri setelah mengetahui informasi yang sangat amat penting yang Kavior beri tahu beberapa waktu yang lalu. “Lugia?! Astaga! Bisakah kau bangun sebentar dan setelah itu kau membuka pintu kamarmu? Aku membawa berita penting,” Ucap Wine yang hampir terlihat putus asa, bagaimana tidak terlihat seperti itu karena mereka berdua yaotu Kavior dan Wine sudah berdiri di depan sana sekitar lima belas menit lebih, sangat menyebalkan bukan? Oh itu pasti! Terlebih lagi mereka juga butuh beristirahat untuk besok pagi yang di mana misi kedua akan di selenggarakan secara resmi. Karena tidak ada kemajuan dan Lugia pun tidak membuka pintu kamarnya sama sekali, Kavior berdecak pelan laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya dan berdiri tepat di depan pintu kamar Lugia. Namun sebelumnya Kavior mendorong tubuh Wine pelan agar sedikit minggir dari sana. “Sialan! Kau mau apa?” Celetuk Wine setelah tubuhnya mendapat dorongan dari laki-laki dengan kedua iris mata berwarna merah terang itu. “Berisik! Kau tidak lihat ini sudah jam berapa?” Ucap Kavior dengan penuh rasa kekesalan. “Kau jangan sampai merusak kamar orang lain Kavior, jangan membuat masalah di saat besok kita akan melakukan misi,” Mendengar tuturan Wine membuat Kavior berdecak pelan kemudian kembali menatap laki-laki tersebut yang sudah menyenderkan tubuhnya di dinding dengan kedua tangan yang sengaja ia lipat. “Hah! Aku mengerti Wine,” Jawab Kavior sebari memutar bola matanya jengah karena jujur laki-laki yang tengah berdiri di sebelahnya ini sangatlah berisik dan sedikit banyak bicara walaupun Kavior akui kekuatan yang dia miliki itu sangatlah kuat dan luar biasa. Pandangan Kavior kembali teralih, dan ia mulai fokus mengetuk pintu kamar Lugia dengan sesekali tangannya menarik knop pintu kamar tersebut agar segera di buka. “Lugia?! Buka pintunya! Ini aku Kavior,” Ucap Kavior dengan nada yang ia tahan. “Jika dalam hitungan sepuluh detik kau tidak membuka pintu aku akan menghancurkan pintu kamarnu ini,” Mendengar tuturan Kavior membuat Wine melonggarkan kedua tangan yang ia lepas di depan d**a sebari ekpresi wajah yang tidak percaya bahwa Kavior benar-benar mengatakan hal itu. “Kau gila?!” Kavior menoleh, “Tidak, aku tidak gila. Ini hanya gertakan yang aku buat Wine. Jadi tenanglah dan rileks, tidak perlu kau bersikap berlebihan seperti iru,” Laki-laki tersebut mengalihkan pandangannya lalu kembali megetuk kencang pintu kamar Lugia. “Aku hitung sekarang,” “Satu,” “Dua,” Tangan kanannya masih mengetuk pintu tersebut secara berkali-kali. “Tiga,” “Empat,” Kavior mendengus kesal, Lugia benar-benar tukang tidur karena sejujurnya mereka berdua ini sudah membuat kegaduhan di kamarnya. Kenapa ia tidak bangun-bangun juga sih? Sial! “Lima?! Astaga Lugia! Wake up!” Ucap Kavior dengan nada tinggi untuk yang kedua kalinya. “Enam,” “Tujuh,” Kavior menghela nafas, tangan kanannya berniat untuk mengetuk kembali pintu kamar laki-laki tersebut. Demi tuhan Kavior sudah sangat lelah berdiri di sini sekitar lima belas menit lebih, dan waktunya terbuang sia-sia karena ulah kelakuan Lugia si laki-laki berambut hitam dengan kedua mata berwarna biru tua. Oh ya! Kalian memang benar, bayangan kalian saat membayangkan laki-laki tersebut tidak ada kesalahan yang meleset sedikit pun, karena memang benar Lugia terlihat tampan seperti halnya laki-laki yang banyak di sukai oleh kaum wanita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN