“Delapan,” Hitung Kavior, dari wajahnya saja sudah sangat terlihat jelas bahwa laki-laki itu sudah menahan amarahnya, baru saja tangan kanannya berniat untuk mengetuk pintu kamar Lugia yang kesekian kalinya, sekaligus entah ke berapa dirinya sudah mengetuk pintu. Wine langsung mendorong tubuh Kavior pelan agar sedikit minggir dari sana sebari memberhentikan tingkah laku Kavior yang terus menerus mengetuk pintu dengan rasa yang tidak ada sabarnya sama sekali.
Mendapat perlakuan seperti itu Kavior berdecak pelan, “Apa sih? Menganggu saja,”
Wine memutar bola matanya jengah, “Kau yang menganggu Kavior, sana minggir. Biar aku yang membangunkan laki-laki itu,” Katanya dengan nada yang sedikit ketus.
“Ah baiklah! Terserah kau saja. Jika Lugia selama dua kali hitungan lagi laki-laki tersebut tidak membuka pintunya, aku benar-benar akan menendanh pintu tersebut dan mendobraknya sampai hancur,”
Mendengar jawaban Kavior membuat Wine menatap laki-laki tersebut dengan tatapan yang tidak percaya. “Kau benar-benar gila dan psycho Kavior,”
“Sial! Bagaimana bisa aku berteman dengan seseorang yang memiliki otak miring seperti kau,” omelnya lagi sebari mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar Lugia yang masih tertutup rapat sebagaimana mereka berdua sudah membuat kegaduhan yang sangat berisik sekali.
“Lugia?! Kau benar-benar ingin Kavior menghancur pintu kamarmu lalu membiarkan laki-laki tersebut membunuhmu?” Ucap Wine yang terlihat sangat frustasi kali ini dan kembali terfokus kepada Lugia agar laki-laki pemalas itu segera bangun dari tidurnya, karena ya! Apa yang ia khawatirkan nanti takutnya akan terjadi karena gimana pun Kavior selalu bersikap nelat atau semacamnya tanpa berfikir panjang ke depannya seperti apa. Sialan, kenapa Wine selalu di kelilingi orang-orang aneh seperti ini sih? Setiap harinya?
Dan juga, semakin beriringnya waktu ia yakin bahwa Wine semakin lama terus bergabung dengan orang-orang seperti itu akan terbawa sikap gila dan psychonya karena ya! Kepalanya sekarang ini rasanya benar-benar ingin pecah akibat mereka berdua
Kedua tangan Wine mengepal, kemudian kembali mengegedor-gedor pintu kamar Lugia yang entah ke berapa kali.
“Lugia, jika kau benar-benar tidak membuka pintu kamarmu. Melainkan Aku yang akan membunuhmu, bukan Kavior atau siapapun. Karena kau benar-benar laki-laki pemalas yang aku temui seama aku hidup di sini terlebih lag-,”
Omelan yang di lontarkan oleh Wine itu seketika berhenti saat suara kunci pintu itu terbuka dan juga Lugia sudah berada di hadapannya dengan kedua mata yang ia coba untuk di bukakan.
Yap! Lugia berhasil bangun, dengan kegundahan yang Wine dan Kavior buat. Dan itu cukup membuat Lugia kesal dan marah sebagaimana tenaganya saat ini sangat tidak mendukung karena dirinya masih merasakan lemas yang luar bisa akibat bangun tidur yang mendadak.
“What the f**k are you doing in my room guys?” Ucap Lugia dengan suara seraknya, dengan rasa malas saat menatap mereka berdua yang sudah berdiam dirindi hadapannya sebari menatap ke arah Lugia dari ujung kaki sampai ujung kepalanya.
Langkah laki-laki itu berbalik, melangkahkan kembali kedua kakinya ke arah kasur king size milik Lugia. Tubuhnya ia jatuhkan lagi ke atas kasur, membiarkan kedua manusia itu yang berhasil menganggu tidurnya masuk ke dalam kamarnya.
Masih dalam setengah sadar, Lugia mendengar suara pintu kamarnya kembali tertutup. Baiklah, sepertinya mereka berdua memang sudah masuk ke dalam kamarnya.
“Kalian berdua tidak lihat sekarang jam berapa?” Ucap Lugia tanpa memandang ke arah Kavior dan Wine yang juga sedang menatapnya.
“Bukankah besok pagi kita semua harus berangkat menjalankan kisi untuk mencari pusaka diamond?” Lugia kembali membuka kedua matanya dan menatap langit-langit kamar laki-laki itu, ia menghela nafas kasar, lalu merubah posisinya langsung menjadi duduk.
“Kenapa kalian berdua membuat kegaduhan dan menganggu waktuku untuk beristirahat sih? Ayolah guys! Beristirahtalah, itu yang lebih penting saat ini, karena bagaimana pun besok kita membutuhkan tenaga yang banyak,” Jelas Lugia malas, sebari menatap kesal ke arah Kavior dan Wine yang tengah duduk berdua bersebelahn di sana.
“Aku tahu Lugia, tapi aku datang ke sini bukan tanpa alasan sama sekali. Kita berdua membuat berita yang sangat penting dan berguna untuk perjalanan kita nanti,” Jelas Wine pelan kepada Lugia.
“Penting? Sepenting apa? Ayolah! Keadaan kita juga penting Wine,” Jelas Lugia, kedua matanya menatap ke arah Kavior. “Ini semua pasti rencanamu semua kan Kavior?” Lugia menghela nafas panjang. “Troublemaker as always,”
Kavior memutar bola matanya, “Terserah jika kau menyebut diriku troublemaker atau semacamnya, sejujurnya aku tidak peduli akan hal itu. Namun ada satu hal yang aku pedulijan saat ini, terutama untuk misi yang akan kita jalankan besok pagi,” Jelas Kavior kepada Lugia dengan memasang wajah yang amat serius.
Melihat keseriusan di wajah Kavior membuat Lugia paham, sebenarnya apa yang mereka bawa dan kedatangan mereka berdua itu benara-benar penting dan juga kemungkinan benar-benae sangat darurat, karena bagaimana pun ia tahu bahwa Kavior tidak pernah seperti ini jika memang tidak ada yang sangat penting-penting sekali di sekutarnya sekarang.
“Aku ingin bertanya satu hal dahulu kepadamu, apa kau tidak keberatan?” Ucap Kavior kepada Lugia dan akhirnya mampu membuat laki-laki tersebut menganggukan kepalanya pelan.
“Kau mau bertanya tentang apa?”
Kavior menarik nafas panjang, “Hanya pertanyaan yang mudah dan tidak terlalu bertele-tele juga,” Kata Kavior sebari bangkit dari duduknya.
Langkahnya mendekat kepada Lugia, dengan langkah pelan kepada laki-laki tersebut Kavior kembali melanjutkan perkataannya, “Rumahmu terletak pada kerajaan Utara bukan?” Tanya Kavior memastikan.
“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan perihal tempat tinggalku?” Ucap Lugia tidak paham, pandangannya terlempar ke arah Wine yang seperti meminta penjelasan dari laki-laki tersebut.
Wine yang mengerti dengan tapan seperti itu menghela nafas panjang, alhasil laki-laki itu bangkit dari dudukny, kangkahnya mendekat secara perlahan juga.
“Kau tahu bukan bahwa besok pagi siswa dan siswi yang mendapat surat izin dari orang tua untuk melakukan misi akan di lakukan besok pagi secara terbuka bukan?” Kata Wine yang berusaha menjelaskan secara perlahan.
Lugia menganggukan kepalanya, “Ya kau benar, terus urusan dengan tempat tinggalku sekarang hubungannya apa? Tidak ada hubungannya sama sekali bukan? Kenapa kalian berdua terutama Kavior tiba-tiba mendadak mempertanyakan tempat tinggalku terlebih di saat aku sedang bersitirahat,”
Lugia menghela nafas panjang, “Geez! Sebenarnya ada apa sih? Kalian berdua benar-benar membuang waktu kalian sendiri terlebih waktu istirahatku,”
“Itu ada hubungannya Lugia,” Kavior menimpali, membuat Lugia lagi-lagi membalas pandangan laki-laki tersebut.
“Maksudmu?” Ucap laki-laki tersebut kemudian kedua matanya jatuh kepada Wine yang juga sedang memandang ke arahnya. “Tidak, maksud kalian berdua apa? Aku tidak mengerti sama sekali,”
“Hah! Bukan tidak mengerti Lugia, isi kepalamu memang sedang bekerja lambat karena kau baru saja bangun tidur,” Wine lagi-lagi menghela nafas panjang. “Intinya, aku kan memperjelas ini secara singkat, padat dan tentunya sangat amat jelas agar kau langsung paham dan mengerti. Karena bagaimana pun kita bertiga benar-benar tidak punya waktu lagi untuk bertele-tele atau sekedar basa-basi karena misi akan di lakukan beberapa jam lagi,”
Lugia tidak menjawab, laki-laki itu memilih diam untuk menunggu penjelasan yang akan di lakukan Wine sebentar lagi. Ya, walaupun sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan sekarang juga. Namun sepertinya memang lebih baik dirinya harus mendengarkan oenjelasan mereka berdua, yaitu Kavior dan juga Wine. Yang tega datang malam-malam ke kamarnya dan menganggunya untuk beristirahat.
“Gua Lemurian, yang akan menjadi tujuan utama kita untuk melakukan perjalanan misi kedua,” Wine sedikit melirik ke arah Kavior sebelum melanjuykan ucapannya, Kavior mengangguk pelan membiarkan Wine untuk melanjutkan ucapannya.
“Gue tersebut terletak di dalam hutan yang terkenal di kerajaan utara,” Lanjut Wine.
“Wait! What?!” Pekik Lugia yang terkejut saat mendengar penjelasan Wine yang tidak pernah ia sangka sebelum-sebelumnya.