bc

Invisible Diamond

book_age18+
104
IKUTI
1K
BACA
adventure
time-travel
versatile
mystery
brilliant
another world
friendship
superpower
gorgeous
sacrifice
like
intro-logo
Uraian

Atlas Helios, seorang pecundang kutu buku yang biasa di jadikan bahan ejekan oleh teman-teman sekolahnya.

Sebenarnya Atlas tidak pecundang seperti yang orang lain kenal, hanya saja nama anehnya itu sama dengan nama dari salah satu karakter novel terkenal pada jamannya, yaitu pada tahun 1996, itulah alasan semua teman-temannya selalu merundungi Atlas.

Tetapi siapa sangka? Dengan dikehidupan nyatanya Atlas yang selalu ditindas, pada akhirnya hidup pria itu berubah 180 derajat setelah Atlas masuk ke dalam cerita novel terkenal itu dan menjadi tokoh utama karakter novel tersebut! Seperti arti dari namanya, didalam kehidupan fiksi Atlas, ia menjadi dewa matahari dan bulan yang di agung-agungkan dan di takuti semua orang dalam cerita yang berjudul INVISIBLE DIAMOND.

chap-preview
Pratinjau gratis
DUNIA ITU
Hey! Pahlawan Helios! HAHAHA,"teriak salah satu laki-laki di ujung kantin saat Atlas menaruh bokongnya duduk di kursi, laki-laki berumur 17 tahun itu hanya memutar kepalanya jengah seakan-akan sudah muak dengan olokan tidak masuk akal setiap harinya.   "Oh ayolah Atlas, aku tau jauh dari dalam lubuk hatimu  kau bangga bukan mempunyai nama yang sama seperti tokoh utama dari nover terkenal itu?"     Semua dalam ruangan tertawa, lagi dan lagi Atlas hanya diam mendengar semua makian tersebut, sampai pada akhirnya Atlas pun kembali bangkit dari duduknya dan meninggalkan makanan yang belum ia sentuh sama sekali.   Cukup ini sudah keterlaluan! Dan tanpa di duga Atlas melayangkan pukulannya tepat kearah pipi laki-laki yang sedari tadi berbicara sampah kepadanya.    "Apa pukulan itu cukup untuk membuat mu diam Jack?"    Semua orang yang melihat itu terdiam, tidak menyangka dengan tindakan Atlas yang bisa dibilang sedikit berani, sekian lama Atlas diam akhirnya laki-laki itu berontak.   Jack yang mendapat pukulan tersebut terkekeh pelan, sial! Pukulan Atlas benar-benar bisa membuat kepalanya pening. Lumayan juga batinnya.   "Kau menantangku?" Ejek Jack   Lagi, semua tertawa, yang tadi keadaan menegang dengan mudahnya kembali ramai dengan tawa merendahkan. Baiklah, cukup sudah! Cukup Atlas berdiam diri dan tanpa pikir panjang Atlas kembali memukul wajah Jack tanpa ampun.   Rasa amarah yang ia pendam selama ini ia luapkan tanpa berhenti kepada Jack sampai Jack berkali-kali mengucapkan kata ampun kepadanya, Atlas yang mendengar itu tidak peduli sebagaimana Jack meringis kesakitan dan mengeluarkan beberapa setetes darah di wajahnya, banyak siswi yang berteriak ketakutan melihat Atlas yang kesetanan.   Bagi yang melihat Atlas pun sudah jelas, laki-laki itu seperti iblis sekarang. Perhatikan, dengan sorot mata yang menyala-nyala seperti halnya ia puas dengan tindakan tersebut, membuat semua orang berfikir bahwa ia laki-laki yang gila.    Akan tetapi, jika seseorang berada diposisi Atlas yang bertahun-tahun selalu terkena rundung akibat nama anehnya yaitu Atlas Helios yang sama persis seperti salah satu karakter tokoh utama di novel Invisible Diamond yang sangat terkenal selama berpuluh-puluh tahun, pasti itu sedikit aneh kan? Ah! Bukan sedikit tapi memang sangat aneh.   Demi tuhan, Atlas masih tidak habis pikir kenapa Ayahnya, Felix. Memberi nama terkutuk seperti ini, ayolah ini bukan dunia fiksi seperti yang ada di novel tersebut, bahkan Atlas pun sebenarnya ingin sekali marah kepada Felix bahwa dirinya muak dengan nama yang dia miliki.   Tetapi saat dirinya menyadari bahwa Felix senang dengan nama tersebut dan seakan-akan bangga dengan nama yang ia miliki membuat Atlas mengurungi niatnya untuk marah kepadanya, dan rela menjadi bahan rundungan semua orang.   Atlas Helios, laki-laki perawakan tinggi dengan bola mata hitam, dan kelopak mata yang tajam namun terhalang karena Atlas memakai kacamata karena pengelihatannya yang buram, seumur hidup sebagaimana Felix menyukai novel tersebut Atlas tidak pernah menyentuh buku itu karena baginya benda itu adalah pembawa sial baginya.   Sebagaimana Atlas samar-samar dengar bagaimana isi dari buku tersebut dari semua orang,  tetap tidak membuat Atlas ingin membaca, yang ada semakin kesal dan memuakan.   Dewa matahari dan bulan? Hah! Apanya yang dewa. Apanya yang di takuti dan di hormati semua orang? Yang ada Atlas di remehkan dan di jadikan bahan lelucon oleh semua orang disaat mereka mengetahui namanya.   "ATLAS!" Seseorang memanggil namanya, dan itu membuat Atlas memberhentikan tindakannya dan tanpa diduga.   BUGH!!!!   Semuanya menjadi gelap, baiklah, hanya satu pikiran Atlas saat ini. Ia akan mati dan bertemu dengan ibu.   ••••••   "Aku tidak bermaksud membuat Atlas menjadi seperti ini paman, hanya saja saat itu Atlas seperti membabi buta memukul Jack dan aku tidak ingin Atlas membunuh seseorang dan berakhir dalam penjara anak,"   Suara samar-samar terdengar di indera pendengarnya, perlahan pun Atlas membuka mata. Felix yang sadar anaknya sudah siuman lelaki berumur 49 tahun itu tersenyum.   "Kau lihat bukan? Atlas tidak selemah yang kau bayangkan Annete," ucap Felix.   Gadis berambut coklat tua itu menatap cemas kearah Atlas yang masih terbaring dikasurnya, melihat Annete yang berdiri di ujung kasur membuat Atlas memutar bola matanya jengah.   Iya, kalian benar Atlas tidak suka akan kehadiran Annete yang seakan-akan ia sangat peduli dengan dirinya, sebenarnya ia tahu bahwa Annate sudah senang dengan keadaannya sekarang, dimana ia menjadi gadis populer yang selalu di puja semua orang terutama lelaki.   Annete Brown, teman masa kecilnya. Sejak sekolah menengah akhir Atlas dan Annete saling menjaga jarak, sebenarnya bukan Annete melainkan Atlas. Karena menurutnya untuk apa Atlas bersanding dengan Annete disaat kehidupan Annete sudah berubah setelah mereka masuk ke sekolah menengah akhir?    "Baiklah, Ayah akan keluar. Sepertinya ada pembicaraan yang harus kalian selesaikan," kata Felix tersenyum, lantas tangannya menyentuh ujung kepala Annete lembut dan melangkah keluar.   Annete menghela nafas saat Felix keluar kemudian kedua matanya jatuh menatap Atlas yang sudah menatapnya.   "Kau masih marah?"   Atlas tidak menjawab, Annete menghela nafas kasar, kesal dengan Atlas yang selalu bersikap dingin seperti ini. Ayolah! Gimanapun ini bukan salah nya kan? Sebagaimana Jack adalah pacar Annete bukan berarti ini semua salah dirinya juga kan?    "Kau, mau sampai kapan seperti ini?"   Tanya Annete lagi, kali ini gadis itu sudah duduk tepat di sebelah tubuh Atlas yang berbaring di atas kasur.   "Seperti apa?"   "Ya seperti ini, mengabaikanku karena aku berpacaran dengan Jack,"   "Dan ikut tertawa melihat temannya di bully semua orang selama tiga tahun terakhir," tembak Atlas.   Annete terdiam, tidak bisa menjawab perkataan yang di lontarkan Atlas barusan, bukan. Bukan itu maksudnya, Annete tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja semua ini diluar kendali Annete, sebenarnya disaat Jack yang selalu menggoda dan menjahili Atlas Annete selalu bilang untuk cukup melakukan hal itu kepada Atlas, karena itu sudah keterluan.   Bayangkan, selama 3 tanun Atlas menjadi bahan bullyan Jack bahkan semua orang hanya karena nama saja. Bahkan Annete pun tidak habis pikir dengan otak lelaki tersebut, okay! Jangan tanya kenapa Annete mau berhubungan dengan lelaki seperti Jack, cinta itu buta.   “Maafkan aku. Bagaimanapun kau tetap temanku, jadi kalau kau membutuhkan sesuatu kau bisa memberitahuku, sebisa mungkin aku akan membantu," Annete bangkit, menatap kearah Atlas yang sudah mengalihkan perhatiannya kepada gadis itu.   "Cepatlah sembuh, 3 hari kedepan akan ada ujian,"    Langkahnya menjauh, membuat Atlas menghela nafas kasar dan mengacak-ngacak rambutnya kasar dengan kedua tangannya. "Sial!"   ••••••     Setelah 3 hari Atlas tidak masuk sekolah, akhirnya pagi hari ini Atlas berniat masuk sekolah untuk melaksanakan ujian seperti yang diingatkan Annete. Dengan tangan yang masih sedikit ngilu akibat memukul Jack berkali-kali beberapa hari yang lalu membuat Atlas sesekali meringis kesakitan saat tangannya mencoba untuk memegang atau menggenggam sesuatu.   "Kau sudah baikan?"    Atlas menoleh, terlihat Annete dengan rambut terurainya sudah berdiri tepat di sebelahnya. Laki-laki itu hanya mengangguk pelan, lantas kembali menoleh kearah depan dan mempererat jaket yang dia gunakan.   Hari ini cuaca agak dingin akibat musim dingin akan tiba untuk beberapa pekan kedepan, masih dengan mengacuhkan Annete, Atlas tidak memperdulikan ocehan Annete yang memintanya untuk berjalan pelan-pelan.   Tetapi tanpa diduga, seseorang menjengkal kaki Atlas hingga ia terjungkal kedepan sehingga wajahnya tergores aspal, parahnya lagi kacamata yang diberikan oleh Felix pecah sampai tidak terbentuk. Melihat itu Atlas memejamkan kedua matanya sebentar, mengendalikan rasa emosi yang sudah meluap-luap.   "Ah! Maaf. Apakah itu sakit Helios?" Ejek Gio dengan nada yang di buat-buat. Yap! Dia teman seperkumpulan Jack.   "Demi Tuhan, aku tidak melihatmu. Umm.... bagaimana ini?" Tangan Gio mengambil kacamata milik Atlas yang sudah hancur, “Kacamata tua mu rusak. Ya tuhan, maafkan aku. Kau butuh berapa? 200$? Atau 1000$? Untuk membeli kacamata tua seperti itu? Ayolah aku mampu menggantikannya karena uang nominal seperti yang aku sebutkan tidak ada harganya di mataku,"   Semua orang yang melihat pemandangan ini hanya tertawa puas, terutama melihat Atlas ditindas seorang diri oleh orang-orang populer seperti Jack, Gio dan teman-teman yang lain.   Kedua matanya tertuju kepada Annete, dari sorot mata gadis itu udah jelas bahwa ia mengisyaratkan kalau Annete meminta maaf atas kejadian seperti ini, sebagaimana itu bukan salahnya, ia mau bersusah payah meminta maaf kepada Atlas. Hah! Menjijikan, dengan  pemandangan yang Atlas liat sekarang, yaitu Jack yang berada disebelah tubuh mungil Annete sebari tertawa dan merangkul pinggang gadis itu.   Ngomong-ngomong laki-laki k*****t itu sudah baik-baik saja ternyata, setelah wajah tampannya hancur karena ku? Batinnya dalam hati.   "Atlas...entah apa yang ada di otak ayahmu sampai-sampai kau diberi nama seperti halnya pahlawan dalam buku tua yang selalu dibaca semua orang?"   "Ah! Apa jangan-jangan ayahmu hanyalah kutu buku pecundang seperti kau? Atau-“   BUGH!   BUGH!   BUGH!   "Shut up your f*****g mouth,” Ucapnya dingin sebari memberhentikan layangan 3 pukulan kepada Gio. Semua orang yang berada disitu lagi dan lagi tercengang dengan sikap Atlas yang tidak terduga seperti halnya beberapa hari yang lalu.   "Dari awal sudah kutekan kan bukan? Kalian boleh menghinaku, but not my Father,"    Jack yang melihat harga diri temannya diinjak-injak seperti itu berdecak pelan, kemudian disaat ia berniat menghampiri dan memukul Atlas, langkahnya berhenti saat Annete memegang lengannya.   "Kumohon," lirih Annete kepada Jack, Jack yang melihat ekpresi gadis itu hanya berdecak dan memutar bola matanya.     "Bubar, semua BUBAR!" Teriak Jack lantas semua orang disitu meninggalkan koridor seperti yang disuruh Jack, dan sekarang hanya ada Gio, Jack, Annete dan ketiga teman Jack lainnya.   Jack menatap Atlas dengan tajam, Atlas pun sama, kemudian meninggalkan Atlas tanpa sepatah kata sedikit pun, dan itu membuat Atlas menghela nafas lega bahwa hari ini dia aman dari gangguan Jack dan teman-temannya.   Setelah seharian Atlas berkutat dengan ujian-ujian yang menyebalkan, akhirnya Atlas mengambil sepeda yang tertata rapih di parkiran khusus sepeda. Saat laki-laki itu mengayuh sepeda santai menuju jalan rumahnya, entah kenapa seperti ada seseorang yang mengikutinya selama perjalanan, dengan hati-hati Atlas memperhatikan jalan secara was-was.   Dengan asap yang kelur dari mulutnya menandakan bahwa Atlas kedingin, membuat dia secara cepat mengayuh sepedanya sebagaimana kedua kakinya terasa beku sekarang. Musim dingin yang menyebalkan.     Masih dengan nafas yang tidak teratur, kemudian langkahnya mendekat kearah api unggun ruangan yang sudah nyala sejak tadi ia berangkat, ngomong-ngomong dimana Felix? Biasanya setelah Atlas sampai dari rumah laki-laki tua itu selalu menyambutnya dengan senang.   “Daddy?” Panggilnya sebari mencari kepenjuru ruangan.   Ruang makan, ruang keluarga, bahkan kamarnya pun Felix tidak ada, jalan satu-satunya ruangan yang ia datangi adalah perpustakaan bawah tanah.   Dengan perasaan santainya, laki-laki itu bersiul sesekali, terkadang Atlas selalu bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa diruang perpustakaan bawah tanah Felix sampai-sampai ia betah menghabiskan waktunya didalam sana.   Sebagaimana Felix selalu mengajaknya untuk bergabung untuk membaca di ruangannya bahkan membaca novel favoritnya itu selalu di tolak dengan halus oleh Atlas. Respon laki-laki tua itu selalu hanya tersenyum sebari mengatakan.   “Suatu saat, kau akan menyukainya.”     Hah! Menyukai apa maksudnya? Tergila-gila? Begitu? Oh! Tidak, itu tidak akan terjadi, Atlas tidak seperti Felix yang selalu maniak dengan sesuatu, Ditambah nama aneh yang dia miliki saja itu sudah cukup membuat dirinya membenci diri sendiri, bagaimana bisa ia akan menyukai novel sialan tersebut? Itu tidak akan terjadi pada hidupnya.   Melihat Felix yang tertidur disofa sebari memegang novel ditangannya membuat Atlas menghela nafas panjang. Langkahnya mendekat ketubuh laki-laki tua itu, berniat memberikan selimut karena udara yang dingin.    Namun saat tangan Atlas tidak sengaja menyentuh tangan Felix dimana ia mengambil novel tersebut untuk ditaruh diatas meja. Ada yang sedikit aneh dari Felix saat ini.   Bibir yang membiru, bahkan tubuh yang dingin. Tunggu! Berkali-kali Felix menaruh kepalanya ke d**a Felix untuk menentukan detak jantungnya, dan disitu tidak ada suara apapun.    Denyut jantung Atlas berdegup kencang, panik bahwa ini benar-benar diluar dugaan laki-laki itu, dan juga tidak mungkin secepat ini bukan? Setelah berkali-kali Atlas memastikan keadaan Felix, badan Atlas ambruk seketika, menyadari bahwa Felix benar-benar meninggalkannya seorang diri dan itu sangat mendadak.   Ditambah, Felix yang tidak mempunyai penyakit bawaan sejak dulu, membuat Atlas sedikit curiga. Tetapi saat ia masuk ke dalam rumah tadi tidak ada tanda-tanda seseorang menyelinap. Lantas kenapa? Kenapa tiba-tiba? Bahkan suhu ruangan di ruang bawah tanah masih normal.  Dengan perasaan yang berkecamuk dan bingung harus bersikap seperti apa, Atlas berteriak dan menangis kencang, meluapkan semua emosinya.    ••• Dua minggu sudah Felix pergi dari rumah ini, dan dua minggu juga Atlas tidak memperdulikan keadaan rumah yang bisa dibilang sangat berantakan akibat Atlas yang tidak memiliki gairah hidup.   Memang, hidup sendirian tanpa kedua orang tua itu berat, ditambah Atlas yang belum bisa sepenuhnya mandiri dengan kehidupan sendirinya saja keadaan memaksakan Atlas harus benar-benar keluar dari zona nyaman laki-laki itu. Dengan perasaan yang tidak mempunyai gairah  beberapa waktu terakhir ini, Atlas dengan rambut yang acak-acakan berjalan sempoyongan keruang bawah tanah yang biasa Felix datangi.   Kantong mata yang sedikit menghitam, bulu-bulu halus yang muncul didaerah pipinya, jelas menandakan bahwa Atlas benar-benar tidak peduli dengan penampilannya sekarang. Dunianya benar-benar hilang sekejap setelah Felix pergi begitu saja tanpa memberinya tanda sedikitpun.   HAH!    Ia menghembuskan nafasnya kasar, kedua mata tajam memperhatikan sekeliling ruangan yang agak berdebu. Pandangannya memperhatikan dengan lamat-lamar dengan pikiran kosong, lalu pandangannya jatuh kearah sofa yang selalu di duduki oleh Felix.   Langkahnya mendekat, lantas ia menjatuhkan badannya dan duduk diatas Sofa yang biasa Felix duduki. Lagi dan lagi laki-laki itu memandang sekitar dengan pikiran kosong, masih tidak percaya dengan keadaan dimana semuanya benar-benar meninggalkan ia seorang diri didunia ini yang menurut Atlas tidak adil sama sekali.   Semenjak ia menemukan Felix meninggal di atas sofa ini, ia masih belum lagi pergi kesekolah, sebagaimana Annete selalu datang dan mengetok pintu untuk mencarinya, Atlas tetap menghiraukan gadis itu.   Iya, dipikir-pikir lagi untuk apa? Untuk apa Atlas membiarkan gadis itu masuk kedalam rumah dan melihat keadaan dirinya yang sudah tidak berbentuk seperti ini?   Ia tertawa pelan, lalu menggeleng kepalanya. “Apa yang aku pikirkan? Mengharapkan Annete peduli denganku?”    Tanpa disengaja, sudut pandangnya melihat kearah buku lusuh yang selalu di baca dan dibawa kemana-kemana oleh Felix.   Invisible Diamond.   Novel itu. Novel yang membuat hidup Atlas penuh dengan perundungan tidak jelas oleh manusia-manusia sampah.   Selama 17 tahun laki-laki itu tidak pernah menyentuhnya sedikitpun, sebagimana Felix selalu merayunya, Atlas jelas bersih keras menolak secara halus agar ia tidak menyentuh buku tersebut.   Namun kali ini, entah kenapa hati kecilnya tergerak untuk menyentuhnya, tanpa perasaan ragu Atlas mengulurkan tangannya dan mengambil buku berwarna biru tua yang lusuh.    Ia membolak balikan buku tersebut, melihat halaman depan yang tidak ada hal menarik sedikit pun disana. Tetapi entah kenapa disaat Atlas membuka buku, jari-jarinya sedikit tersengat seperti di sengat listrik.   Ia terkejut dan masih memegang buku ditangan kirinya. Tanpa ada rasa curiga, Atlas kembali membuka halaman buku itu, satu persatu ia membaca halaman depan dimana itu adalah awal mula cerita yang tanpa pernah ia duga-duga.   Masih dengan keseriusannya membaca buku tersebut, tiba-tiba saja seseorang menepuk pundak Atlas sehingga membuat Atlas terkejut. Namun bukannya melihat siapa yang melakukan itu kepadanya, yang ada Atlas bangun dari kasur dimana ia tadi sedang berada diruang bawah tanah sebari membaca novel.   Tunggu, saat Atlas sadar bahwa dirinya berada diatas kasur dan ia juga menyadari bahwa dirinya tidak memakai kacamata yang selalu ia gunakan membuat Atlas kebingungan,  Atlas menoleh, seseorang tidur tepat disebelah, dan Atlas tidak tahu siapa laki-laki itu.   Dimana ini? Atlas bangkit, tetapi disaat ia berniat beranjak dari kasur, perut sebelah kiri terasa nyeri membuat Atlas sedikit meringis. Sial! Apa-apaan.  Atlas semakin kebingungan saat tubuhnya mempunyai luka tusuk yang belum kering, dengan perasaan hati-hati, ia kembali bangkit dan melihat kearah jendela yang kebuka, Atlas berjalan dengan langkah pelan mendekati kearah jendela. Setelah ia berhasil mendekat, Atlas terdiam melihat suasana dimana pemandangan didepannya saat ini benar-benar indah yang tidak bisa Atlas deskripsikan.  Entah apa yang terjadi, dan dimana ini Atlas butuh penjelasan, dan kenapa ia mempunyai luka tusuk tepat disebelah perut kirinya.   “Atlas, kau sudah bangun?”   Atlas menoleh, laki-laki berambut silver itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Atlas,   “Astaga! Perutmu berdarah lagi. Aku akan memanggil Yara, kau tu-“   “Kau siapa?” Tanya Atlas.   Orang itu menoleh, memandang aneh kearah Atlas,”Maksudmu?”   “Kau siapa?”   “Tunggu,” langkahnya kembali mendekat. “Perutmu yang terluka, kenapa isi kepalamu terganggu?”   Atlas memutar bola matanya, diam menunggu jawaban laki-laki yang berdiri tepat dihadapan Atlas. Melihat ekpresi menunggu itu, membuat dirinya menghela nafas lalu menggeleng tidak percaya.   “Baiklah, baiklah. Sepertinya kepalamu memang sedikit TERLUKA juga,”   “Aku Carlos, Laki-laki tertampan di akademi,” ucapnya bangga sebari membenarkan rambut silvernya dengan tangan.   Atlas mengerutkan dahinya, membuat Carlos mendecak kesal kearahnya.   “Kau! Astaga!! Kau ini kenapa sih? Kau lupa dengan sahabatmu yang sangat amat tampan ini?”   “Hah?”   “Iya, SAHABAT. MU. YANG. TAMPAN,” jelas Carlos yang setiap katanya penuh dengan penekanan.   “Ya terserah kau, lalu dimana ini?” Tanya Atlas kembali.   Dan itu mampu membuat Carlos membelalakan kedua matanya kearah Atlas, langkahnya sedikit maju lalu memukul kepala Atlas keras.   “Kau gila?!”   “Kau yang gila, bagaimana bisa lupa ingatan dalam urung waktu 20 menit,”   Tetapi dengan cepat, Carlos sadar bahwa Atlas yang berdiri dihadapannya ini bukanlah Atlas sahabatnya. Akibat mempunyai otak yang cerdas, Carlos dengan cepat memahami situasi yang terjadi pada Atlas.   “Kau siapa?” Carlos menanyakan balik kearahnya.   “Atlas,”   “Iya Atlas siapa?”   “Atlas Helios,”   Carlos diam, sedikit berfikir dengan apa yang terjadi, entah apa yang berada benaknya saat ini dan Carlos adalah tipikal orang yang percaya bahwa didunia ini banyak sekali dimensi-dimensi yang berbeda, membuat Carlos yakin sekaligus percaya bahwa dimensi lingkar waktu itu sebenarnya ada.   “Kau darimana?”   “Apanya?   “Tempat tinggalmu lah,”   “Canada,”   “Hah! Itu terletak dimana?”   Atlas menaikan sebelah alis matanya, ia kembali bingung dengan ketidaktahuan Carlos.   “Begini-begini, bisakah kau ceritakan yang sebenarnya kepadaku? Agar aku bisa mencernanya dengan baik,”   Atlas menghela nafas pasrah, sampai pada akhirnya ia menjelaskan yang sebenarnya terjadi dari ayahnya meninggal sehingga ia terbangun secara tiba-tiba disini. Carlos yang mendengarkan itu secara seksama, hanya diam sebari membayangkan yang Atlas ceritakan tadi.   Setelah Atlas selesai menceritakan secara detail dan rinci, tidak ada lima menit, Carlos mengangguk paham kemudian tertawa puas, tangannya memukul pundak Atlas bangga.   “Ini benar-benar luar biasa Atlas! HAHAHA!”    Atlas menatap Carlos dengan ekpresi meminta penjelasan, masih dengan perasaan bangganya bahwa dirinya tidak pernah salah bahkan meleset sedikitpun, ia kembali menatap Atlas dengan tersenyum lebar.   “Kau tau Atlas? Mengapa kau berada disini? Dan mengapa tidak mengenaliku sama sekali disaat kau bangun?”   Carlos menggantungkan ucapannya, lalu beberapa detik ia kembali melanjutkan.   “Kau telah ditarik seseorang ke dimensi yang berbeda, dan dimensi yang kau tempati sekarang ini adalah dimensi yang jauh dengan dunia aslimu,”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.8K
bc

Romantic Ghost

read
163.0K
bc

Time Travel Wedding

read
5.7K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.6K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.9K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
5.4K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
147.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook