32- Pembicaraan Serius

1110 Kata
"Please ..." Hana masih terdiam, dan Vito masih mencoba memohon. Dini, Nino dan Argan bahkan berharap agar Hana tak mengiyakan ajakan dari Vito itu. Sampai akhirnya- "Okey." Argan, Dini dan Nino terkejut mendengar hal itu. Akhirnya Hana mengiyakan ajakan dari Vito itu. Hana mengangguk dan membiarkan Vito berbicara empat mata dengannya. "Hana!" "Han ..." "Hana!" Ketiganya reflek mengeluh pada wanita itu. Hana segera membalik badannya. Ia menatap ketiga orang itu. Kemudian tersenyum. "Gue memang perlu bicara sama Vito." Dini terkejut. Setahunya Hana tak akan mau begitu saja menuruti perkataan dari Vito itu. Bagaimana kalau Vito hanya berpura- pura? Dan bagaimana jika pemuda itu hanya mencoba menipu Hana lagi? "Kalau lo takut gue diapa- apain, lo bisa ikut gue sama Vito, Din." Rupanya Hana mengerti akan kegelisahan Dini itu. Ia tersenyum dan menatap Dini seolah memberi keyakinan agar tak gelisah lagi. Hingga akhirnya Dini mengangguk. Ia dan Hana pada akhirnya mengikuti Vito dan berbicara di tempat yang cukup jauh dari jangkauan Argan dan Nino. Mereka bagai tak menganggap keberadaan Argan dan Nino itu. Argan dan Nino hanya pias memandang punggung ketiga orang itu yang kian menjauh. Argan mengulum bibirnya. Ditatapnya Hana yang tengah berjalan itu dengan lekat. Detik berikutnya Argan merasa bahwa ia harus menyusul Hana. "No, gue harus susul mereka." Argan hendak melangkah dan menyusul ketiga orang itu. Ia sangat khawatir pada Hana. Namun tentu saja Nino menghentikan niat gegabahnya. Bagi Nino, Argan ini memang selalu berpikir di belakang, ia lebih mengandalkan tindakan dahulu. "Jangan Gan!" Nino berseru menghalau langkah Argan. "Gimana pun juga itu urusan privasi mereka. Kita berdua gak ada hubungannya dengan mereka." Ia memperingati Argan. Nino memegangi pundak Argan itu dengan susah payah. "Kita ini bukan siapa- siapa. Ingat?" sambungnya lagi. Mendengar hal itu, Argan tersadar. Ia langsung menghentikan usahanya untuk menyusul Hana itu. Benar yang dikatakan oleh Nino, bahwa dirinya memang tak ada urusannya dengan kisah Hana dan Vito itu. Argan dan Nino bukanlah siapa- siapa. Bahkan ia hanya orang asing yang belum 24 jam dikenal Hana. Namun tetap saja pemuda itu khawatir. "Iya, lo benar. Kita cuma orang asing, ya." Argan berujar dengan pasrah. Ia tersenyum dengan sendu. Pada akhirnya tak ada yang bisa ia lakukan. Karena ia tak memiliki hak apapun. Nino mengangguk. "Betul itu." Mereka berdua akhirnya hanya dapat memandang dari kejauhan Hana, Vito dan juga Dini yang tengah berbicara serius itu. Berbagai ekspresi ditampilkan Hana. Ia tampak marah, kecewa, dan sedih dari waktu ke waktu. Dan entah mengapa tiba- tiba membuat Argan khawatir. Tetap saja Vito itu adalah pemuda yang tak dapat diprediksi. Selang beberapa menit setelahnya, Dini berjalan meninggalkan Hana dan Vito berdua. Seolah membiarkan keduanya berbicara dengan leluasa. Tanpa gangguan siapapun. Wanita itu kini berjalan mendekat pada Argan dan Nino yang masih berdiri di depan lift itu. Dini tersenyum ketika sudah berada di hadapan Argan dan Nino itu. "Maaf ya nunggu lama." Ia memulai topik. Ditatapnya kedua pemuda yang masih penasaran itu. Lagi- lagi ia tersenyum. "Kalian berdua udah bantuin gue sama Hana dan kami berdua sangat berterima kasih." Dini menyambung lagi kalimatnya. Bukannya fokus pada Dini, Argan justru masih fokus memperhatikan Hana dan Vito yang tengah berbicara di kejauhan itu. Ia masih menerka- nerka pembicaraan apa yang tengah dibicarakan oleh kedua orang itu hingga sangat serius begitu. "Hana ... gak apa- apa?" tanya Argan masih mencuri- curi pandang ke belakang kepala Dini itu. Dini mengikuti arah pandang Argan dan tersenyum sendu. "Hana?" Dini mengangkat sebelah alisnya, namun berikutnya wanita itu terkekeh. "Dia baik- baik aja kok," ucapnya lagi. Nino kini ikut penasaran. Ia ikut menatap belakang kepala Dini itu. Pertanyaan tentang keadaan Hana sudah ditanyakan oleh Argan, jadi tentu saja Nino harus mencari topik pertanyaan lain. Tiba- tiba saja ia terpikirkan sesuatu. "Apa Hana dan Vito bakal bersama?" Pertanyaan tiba- tiba dari Nino itu tentu saja membuat Dini dan Argan terkesiap dan sontak menatap pemuda itu. Mendengar pertanyaan itu Argan sontak menyenggol lengan Nino. "No." Ia memperingati Nino. Bukankah tadi Nino sendiri yang berkata tentang privasi dan urusan terkait Hana dan Vito itu? Anehnya Nino juga yang menanyakan tentang privasi itu. Argan tak habis pikir. "Apaan sih gue cuma kepo." Nino menyengir pada Argan. Selanjutnya ia menatap Dini seolah menunggu jawaban dari wanita itu. Karena ikut penasaran, pada akhirnya Argan juga ikut menatap Dini seolah menunggu jawaban dari wanita itu. Ia tetap saja penasaran. Ditatap intens oleh kedua pemuda itu, Dini tentu saja terkekeh. Ia menunduk sembari masih tertawa kecil, sebelum akhirnya mendongak dan menatap keduanya. Ia mulai membuka suara dan kembali memasang raut seriusnya. "Kalau itu ... gue gak tahu. Itu urusan mereka." Dini membalik badannya. Ia ikut memperhatikan Hana dan Vito yang masih berbicara itu. Argan dan Nino juga melakukan hal yang sama. Mereka bertiga kini akhirnya hanya dapat memandang keduanya dari kejauhan. "Semuanya tergantung Hana. Biar dia yang bikin keputusannya sendiri," sambung Dini lagi. "Sebagai temannya, gue cuma bisa menasehati dan mendukung. Tapi gue akan selalu mendoakan yang terbaik buat Hana." Argan dan Nino menganggukkan kepala mereka seraya menyetujui perkataan Dini itu. Memang benar yang Dini katakan. Pada akhirnya mereka semua tak dapat melakukan apapun karena itu semua adalah hak Hana. Hanya Hana seorang yang dapat menentukan jalan hidupnya. "Okey, dan selesai sudah tugas kalian berdua!" Dini berseru di tengah keheningan itu yang membuat Argan dan Nino terkejut. "Terima kasih ya kalian udah mau nemenin kami berdua ke kondangan." Dini terkekeh melihat ekspresi terkejut dari Argan dan Nino itu. Argan dan Nino tersenyum lebar. Keduanya mengangguk bersamaan. "Iya, sama- sama." Argan yang pertama kali menyahut. Nino juga menjawab hal yang sama. Dini tersenyum lagi. Ia menyisir rambutnya ke telinganya sembari berucap lagi, "Kalau gak ada kalian, gak tahu deh akhirnya kayak gimana." "Anytime." Argan mengangguk. "Kalau ada perlu lain, kabarin gue dan Nino lagi ya." Nino mengangguk sembari merangkul pundak Argan itu. "Iya, betul. Udah save kontak kita 'kan?" Dini terkekeh seraya mengangguk. "Udah." Ia menggoyangkan ponselnya sendiri. "Upah kalian hari ini gue transfer nanti, ya." Ia tersenyum lagi. Argan dan Nino mengangguk. "Gue balik ke sana lagi. Kalian hati- hati pulangnya." Dini berujar seraya mengangkat gaunnya kembali. Ia bersiap melangkah lagi mendekat ke arah Hana dan Vito yang masih berbicara itu. Argan dan Nino tersenyum seraya melambaikan tangan mereka menatap punggung Dini yang kian menjauh. Dan begitulah akhirnya. Tugas Argan dan Nino dalam penyelesaian misi untuk kliennya kali ini berhasil. Misi yang awalnya mereka kira mudah karena hanya akan menemani ke kondangan saja, namun berujung dengan hal yang rumit. Meski begitu Argan dan Nino masih dapat tersenyum ketika menginjakkan kaki mereka di luar hotel. Tadi pagi mereka datang ke hotel dengan langit masih cerah, dan sekarang mereka pulang dengan langit yang menjelang senja. Tentu saja mereka tetap mendoakan yang terbaik untuk klien mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN