Kini Kaisar Han hanya mampu berdiam diri menatap tubuh Permaisurinya yang tampak begitu pucat, bahkan kulitnya sudah hampir berwarna kebiruan. Kedua mata indahnya yang biasanya menatapnya dengan takut-takut kini terpejam sempurna, menyembunyikan kedua manik matanya yang indah memukau.
Matanya menerawang, memikirkan berbagai kemungkinan agar dirinya mampu menyelamatkan Permaisurinya. Entah apa yang bisa dilakukannya, pikirannya saat ini kosong. Para prajurit kini telah dikerahkannya untuk menyelidiki siapa saja yang kira-kira berpotensi mencelakai Permaisurinya. Tapi hingga saat ini, belum ada petunjuk yang menunjukkan pelaku sebenarnya.
Sejenak Kaisar Han memejamkan kedua matanya memikirkan perkataan Tabib Zola beberapa saat yang lalu. Raut wajahnya tenang, akan tetapi menyimpan berbagai kekalutan dan ketakutan di dasar relung hatinya.
"Maaf Yang Mulia menurut saya satu-satunya cara yang dapat kita lakukan sast ini adalah dengan mencari tanaman obat 'dark lavender' atau lavender hitam, dimana tanaman tersebut adalah tanaman paling langka. Dan kemungkinan tanaman itu hanya terdapat di lembah puncak gunung kematian.
"Baiklah, aku akan mencarinya!"
"Tapi Yang Mulia, kawasan gunung kematian adalah salah satu kawasan yang paling dihindari masyarakat. Karena telah tersebar bahwa banyak orang yang mencoba datang kesana dan mereka tidak dapat kembali atau bahkan menghilang hingga saat ini."
Kaisar Han hanya menoleh dengan tatapan dingin pada tabib Zola dan sikapnya seolah tidak terpengaruh sedikit pun dengan perkataan tabib Zola padanya tadi.
"Dan ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan Yang Mulia,"
"Apa lagi?" kali ini tatapan Kaisar Han benar-benar menunjukkan raut wajah dinginnya dengan tatapan mengintimidasinya seolah menunggu setiap kata sayang akan keluar dari mulut tabib Zola. Yang dimana hal itu mau tak mau membuat Tabib Zola sedikit merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Kaisar Han padanya.
"Ini mengenai kondisi permaisuri, seperti yang telah saya ketahui bahwa risin adalah sejenis racun mematikan yang dapat membunuh manusia dalam kurun waktu 2 x 24 jam atau selama dua hari. Sementara waktu yang kita miliki saat ini hanya tersisa 34 jam."
Mendengar perkataan Tabib Zola secara perlahan membuat Kaisar Han mengepalkan kedua tangannya dan tampak mengeraskan rahangnya.
"Dan saya mempunyai ide untuk sedikit memperpanjang waktu yang kita miliki dengan mencoba untuk sedikit menetralkan racun yang telah tersebar dalam tubuh permaisuri."
"Katakan!"
"Jika racun risin hanya dapat dinetralkan pada suhu tinggi sekitar 80° Celcius, mungkin kita bisa mensiasati dengan ikut serta membawa permaisuri ke lembah kematian untuk sedikit mempersingkat waktu. Dan juga saya mendengar bahwa di sana terdapat aliran sungai kecil yang miliki PH air yang netral namun bisa berakibat buruk bagi siapa saja yang meminum air tersebut serta dapat menimbulkan efek keracunan bahkan kematian."
"Lembah gunung kematian, itulah sebabnya masyarakat menyebut tempat tersebut sebagai lembah gunung kematian. Karena setiap apapun yang terdapat di dalamnya akan memberikan dampak buruk berupa kematian." Panglima Lou ikut menimpali perkataan tabib Zola sebelum kemudian kedua matanya memincing dan melanjutkan perkataannya. "Tapi setahuku, bawa di sungai tersebut terdapat banyak lintah penghisap darah yang sangat berbahaya."
"Jangan bertele-tele! Cepat katakan inti dari pembicaraan ini, waktu kita tidak banyak!" Kaisar Han yang sedari tadi menyimak kini angkat suara dan menegaskan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdiskusi.
"Begini Yang Mulia, tujuan saya berniat ikut serta membawa Permaisuri ke lembah kematian justru agar lintah penghisap darah tersebut dapat menyedot darah dalam tubuh Permaisuri. Dan juga jika dua jenis racun yang mematikan dipertemukan, maka akan menetralkan kedua racun mematikan tersebut."
"Maksudmu kau akan membiarkan tubuh Permaisuri kehabisan darah karena lintah yang menyedot darahnya? Apa kau bosan hidup?" Kaisar Han berkata sarkasme mendengar penuturan Tabib Zola padanya tadi. Tatapannya nyalang memandang murka tabib Zola saat ini.
"Bukan seperti itu maksud dari perkataan saya tadi Yang Mulia, saat ini sirkulasi darah dalam tubuh permaisuri tidak stabil karena adanya penggumpalan darah yang disebabkan oleh racun risin dalam tubuhnya. Jadi saya berniat agar lintah tersebut paling tidak bisa mengurangi kadar racun dalam tubuh Permaisuri dengan menghisapnya, dan anda tidak perlu khawatir karena saya sudah menyiapkan pasokan darah yang akan saya berikan pada permaisuri jika permaisuri sampai kekurangan darah."
"Baiklah, kapan kita akan berangkat."
"Secepatnya Yang Mulia, setelah saya selesai berkemas dan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan."
***
Kaisar Han saat ini telah bersiap untuk berangkat ke lembah gunung kematian, letaknya sekitar 15 km dari Kerajaan Blutenblatt saat ini. Dan kemungkinan akan memakan waktu paling tidak 3 jam jika harus menunggang kuda.
Saat ini Kaisar Han sengaja mengenakan topeng untuk menutupi sosoknya, dan juga dengan keberadaan Permaisuri yang memang sengaja dia bawa dengan posisi bersandar di dadanya saat menunggangi kuda. Kaisar Han sempat menolak keras usulan Tabib Zola dan Panglima Lou untuk membawa Permaisuri menggunakan tandu, karena hal tersebut akan sangat mencolok dan menarik perhatian, dan tentunya akan semakin memperlambat waktu yang mereka miliki.
Mereka sengaja berangkat malam hari agar tidak ada yang mengetahui bahwa kondisi Permaisuri saat ini tengah dalam keadaan kritis. Karena jika sampai kabar tersebut tersebar, maka tidak akan menutup kemungkinan bahwa akan ada banyak pihak yang menggunakan hal ini sebagai senjata mereka untuk meruntuhkan kekaisaran yang tengah dipengang oleh Kaisar Han saat ini.
Dengan penuh kehati-hatian Kaisar Han mulai memacu kuda hitamnya untuk segera berangkat menuju lembah gunung kematian diikuti dengan beberapa prajurit dan juga tabib Zola dan Panglima Lou di belakangnya.
Selama 3 jam perjalanan, Kaisar Han berusaha semampu mungkin untuk menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak sampai melukai Permaisurinya yang saat ini tubuhnya bahkan terasa semakin dingin.
Kaisar Han terus mendekap erat tubuh Keyra agar
Beberapa prajurit yang mengikuti mereka kini tampak mendirikan tenda untuk tempat mereka beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan mencari tanaman lavender hitam.
terjatuh dari kuda yang saat ini dipacunya dengan cukup cepat menuju lembah gunung kematian. Sementara dia sendiri hanya memacu kudanya dengan menggunakan tangan kanannya.
'Bertahanlah..'
Kalimat itu seolah menjadi mantra yang senantiasa diucapkan Kaisar Han dalam hatinya, atau bahkan sesekali ia membisikkan kata tersebut berharap Keyra akan kembali pulih seperti sedia kala.
Tak beberapa lama kemudian tampaklah sebuah hutan yang diselimuti oleh kabut yang cukup tebal sehingga cukup mempersulit pengelihatan untuk menerawang lebih jauh ke dalam hutan.
"Tabib kita telah tiba di hutan kematian, menurutmu dimana letak sungainya."
"Menurut peta yang saya bawa, kemungkinan besar sungai tersebut terletak di sebelah selatan hutan ini. Jika kita berjalan dari sini mungkin kita hanya perlu berjalan lurus ke depan Yang Mulia."
"Baiklah!"
Setelahnya mereka kembali melanjutkan perjalanan, suasana hutan yang cukup lebat membuat berapa prajurit, Panglima Lou, dan Tabib Zola mengenakan kain untuk menutupi hidung mereka untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu kabut yang terdapat di hutan tersebut mengandung racun.
Kali ini mereka memacu kuda mereka tidak terlalu cepat mengingat jalur yang saat ini mereka lewati cukup terjal dan berdekatan dengan jurang. Jika salah melangkah sedikit saja, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan terpelosok ke dalam jurang.
"Yang Mulia hamba mendengar suara gemericik air." tabib Zola mengatakannya tatkala terdengar suara gemericik air diantara suara hewan malam yang mendominasi hutan kematian.
"Aku juga mendengarnya, ayo kita ikuti sumber suara tersebut."
Tak beberapa lama kemudian kini mereka telah mendapati sebuah air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan arus sungai yang cukup sedang. Kaisar Han segera turun dari kudanya dengan berhati-hati tak lupa membawa serta Keyra dalam gendongannya.
"Sesuai dengan kesepakatan, aku sendiri yang akan memandikan Permaisuriku."
"Baik Yang Mulia, tapi apa Anda yakin bahwa Anda akan ikut masuk ke dalam sungai tersebut Yang Mulia? Bagaimana jika kabar mengenai racun yang terdapat dalam sungai ini benar-benar terbukti." Panglima Lou tampak ragu saat Kaisar Han hendak berniat akan memandikan Permaisuri dan ikut serta masuk ke dalam sungai.
"Aku tak apa, lebih baik kalian menyingkirlah!" ucap Kaisar Han dingin tak menggubris perkataan Panglima Lou yang tampak sedikit cemas.
"Baik Yang Mulia!"
Tabib Zola segera saja menyeret Panglima Lou untuk menjauh dari Kaisar Han saat ini, mengabaikan protes yang hendak dilakukan Panglima Lou akibat perlakuan Tabib Zola yang dengan seenaknya menyeretnya seperti saat ini.
"Apa yang kau pikirkan tabib? Mengapa kau membiarkan mereka mandi di sungai itu? Bagaimana jika mereka kenapa-kenapa?"
"Sudahlah, mereka akan baik-baik saja."
"Mengapa kau terlihat begitu santai?"
"Lalu aku harus apa? Melarang Kaisar Han untuk memandikan Permaisurinya sendiri? Tidak terima kasih, aku masih sayang nyawaku!"
Panglima Lou hanya mendengus mendengar perkataan tabib Zola dan akhirnya memutuskan untuk duduk di atas bebatuan cukup besar di bawah sebuah pohon rindang.
Beberapa prajurit yang mengikuti mereka kini tampak mendirikan tenda untuk tempat mereka beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan mencari tanaman lavender hitam.
Setelah beberapa saat kemudian, tabib Zola Kembali beranjak bangun dari posisi duduknya dan berniat kembali menemui Kaisar Han yang diperkirakannya sudah selesai menyeka tubuh Permaisuri dengan air sungai tersebut untuk sedikit menawarkan racun dalam tubuh Permaisuri.
Tabib Zola menghampiri Kaisar Han dengan membawa beberapa alat yang dibawanya untuk proses penghisapan racun dalam tubuh permaisuri, tak lupa dengan beberapa lintah yang sudah diambilnya tadi.
"Yang Mulia bagaimana jika sekarang kita langsung melakukan penghisapan darah permaisuri menggunakan lintah...!"
Tabib Zola menghentikan ucapannya sejenak ketika melihat apa yang terjadi di hadapannya saat ini sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Astaga Yang Mulia, bisakah anda sedikit menahan libido Anda saat ini untuk tidak menyentuh Permaisuri lebih jauh lagi. Sekarang bukan saatnya, dan Anda bisa melakukannya dilain waktu ketika Permaisuri sudah sembuh nanti." Tabib Zola langsung menyuarakan protesnya melihat bahwa saat ini Kaisar Han tengah mencium Permaisuri dalam keadaan Kaisar Han masih bertelanjang d**a.
"Sial!" umpatan kecil tampak muncul dari mulut Kaisar Han saat mendengar perkataan Tabib Zola. Antara kesal dan tersinggung saat mendengar kebenaran ucapan yang dikatakan tabib Zola padanya tadi.
"Berbalik!"
Dengan secepat kilat Kaisar Han memakai kembali pakaiannya dan juga menutupi kembali tubuh Permaisuri yang sempat disekanya dengan air sungai tadi. Sungguh, sebenarnya Kaisar Han tidak ada maksud untuk melakukan hal yang tidak-tidak pada Keyra tadi. Apa lagi dalam keadaan Keyra yang kritis seperti saat ini. Kaisar Han hanya berusaha memberikan kekuatan pada Permaisurinya melalui ciuman yang diberikannya, tidak lebih.
Hanya sebuah ciuman lembut tanpa nafsu, yang di dalamnya mengalirkan sejuta harapan akan kesembuhan sosok Permaisuri yang telah berhasil mengikat hatinya.
To be Continued...