Raya mengerjapkan matanya. Gadis itu menggeliat tidak nyaman saat merasakan bantalnya tidak seempuk biasanya. Ia menoleh lalu matanya terbelalak kaget ketika melihat Zio tidur di sampingnya.
Oh tidak, apakah mereka tidur bersama?
Raya buru-buru bangun, hal itu membuat Zio langsung terjaga dari tidurnya.
"Kak Zio..."
Raya melirik jam weker di atas nakasnya. Jam itu menunjukkan waktu pukul 4 pagi. Raya meringis. Ia ingat kejadian semalam.
Semalam Zio berkunjung ke kamarnya lagi. Mereka menonton film bersama dari laptop Raya lalu berakhir di ranjang bersama.
Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Mereka hanya tidur.
"Aku nggak ngapa-ngapain kok, Ray. Beneran deh."
Raya turun dari ranjangnya. "Aduh, itu kita bicarain nanti aja. Sekarang Kakak pulang yaa. Nanti ibu keburu bangun."
Walaupun kesadarannya belum seratus persen kembali, Zio harus segera pulang dari pada ketahuan ibunya Raya. Pria itu segera mengambil jaketnya dan memakai sepatunya.
"Aku pulang dulu. Nanti aku jemput kamu kayak biasa," ujar Zio.
Raya mengangguk dengan segera. Ia bergegas membuka pintu balkon dan berusaha tak mengeluarkan suara yang dapat menarik perhatian ibunya.
Setelah memastikan bahwa Zio benar-benar pergi, Raya kembali menutup pintu balkon kamarnya. Gadis itu menutup matanya lalu menghela napas. Raya merutuki dirinya sendiri kenapa ia bisa sampai tidur bersama Zio. Dalam satu ruangan. Satu ranjang.
Poor Raya!!
***
Saat matahari nampak malu-malu menampakkan wujudnya, hujan tiba-tiba saja turun mengguyur dengan derasnya.
"Oh s**t!"
Raya menoleh. Memperhatikan Zio yang nampak kesal.
"Macet banget. Aku nggak yakin kamu bakalan sampai tepat waktu," ujar pria itu.
Raya menggigit bibir bawanya. Ini hari senin dan Raya tidak boleh telat datang meskipun
kemungkinan upacara dibatalkan. "Kak..."
"Tenang, Sayang. Aku bakalan berusaha buat sampai tepat waktu," ujar Zio lalu pria itu
menginjak gas kala jalanan mulai renggang.
Raya berpegangan pada sealbeat. Zio benar-benar membawa mobil seperti orang kesetanan.
"Pelan-pelan aja, Kak. Aku nggak pa-pa kalo telat." Asal jangan kenapa-napa di jalan.
"Tenang aja, Raya."
Raya memejamkan matanya. Tidak ingin melihat kegilaan yang dilakukan Zio. Raya
berharap saat ia membuka mata, dirinya berada di dalam kelas, duduk di bangkunya dengan buku berserakan di atas meja.
Raya mencengkram erat tali tasnya. Dalam keadaan mata yang masih tertutup, Raya merasakan cahaya terang menyorot ke arahnya. Disusul suara decitan ban yang beradu dengan aspal, suara klakson yang berbunyi nyaring dan sekilas ia mendengar u*****n Zio. Lalu Raya merasakan tubuhnya melayang dan terhantam ke sana-sini.
"Raya!!!"
Raya mendengar itu. Namun dirinya sukar untuk membuka matanya. Badannya terasa mati rasa.
Kak Zio!!
Raya hanya mampu teriak dalam hati. Hingga seterusnya, Raya kehilangan kesadarannya.
***
"Pemirsa, pada hari senin pukul 7 lewat 19 menit pagi tadi, sebuah mobil Mercedes Benz AMG dengan plat polisi B 1204 SH mengalami kecelakaan lalu lintas. Hingga saat ini pihak kepolisian masih menyelidiki penyebab dibalik kejadian tersebut."
Salah satu televisi menyiarkan berita siang yang hampir serupa dari dua hari yang lalu dan hampir semua stasiun televisi menyiarkan hal yang sama.
"Namun telah dikonfirmasikan bahwa pengemudi sekaligus pemilik mobil tersebut adalah anak tunggal dari pengusaha ternama Indonesia Fabrio Allegra, yaitu Fabrizio Allegra yang berada di dalam mobil tersebut bersama seorang siswi SMA yang belum diketahui indentitasnya. Menurut saksi mata setempat, mobil yang dikendarai saudara Fabrizio melaju dengan kecepatan tinggi. Namun dari arah berlawanan sebuah truk pengangkut besi melaju dengan kecepatan tinggi. Diduga karena jalanan licin dan berkabut sehingga mengganggu pengguna jalan, kecelakaan tersebut tidak dapat dihindari."
"Matikan, Vino!" ucap Ely.
Vino dengan mematikan televisi itu lalu ia kembali duduk. Matanya menatap ke arah seseorang yang terbaring di atas brankar rumah sakit dengan luka yang hampir memenuhi wajahnya.
"Zio..." Kelly menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisnya agar tidak menganggu ketenangan pria yang masih memejamkan matanya. "Kamu cepet bangun."
Pada akhirnya Kelly tidak dapat menahan tangisnya lebih lama lagi. Perempuan itu terisak sepelan mungkin. Melihat wajah Zio lebih lama membuatnya tidak tahan. Wajah pria itu yang biasanya tampan dan bersih kini penuh luka dan memar, membuatnya terus menangis.
Kelly merasakan tangan Zio yang digenggamnya bergerak kecil. Perempuan itu mendongak. "Zio? Tante, jarinya Zio gerak."
Ely buru-buru menghampiri ranjang Zio. Sedangkan Vino pergi memanggil dokter.
"Sayang, ini Mami, Zio."
Ely melihat putranya mulai membuka matanya. Wanita itu menangis melihat Zio telah sadar dari koma singkatnya.
"Saya periksa dulu," ucap dokter perempuan berkerudung biru navy, Dokter Athena yang bertugas menangani Zio bersama Dokter Steve—dokter saraf.
"Anda bisa lihat saya? Coba ikuti gerakan jari saya." Dokter Athena menggerakkan dua jarinya ke kiri dan ke kanan tepat di depan wajah Zio.
Zio mengikuti arahan Dokter Athena. Pria itu lalu menatap orang-orang yang mengelilinginya. Yang pertama ia menatap ibunya, kemudian Vino dan berakhir menatap Kelly.
"Kamu siapa?" tanya Zio dengan suara pelan.
Kelly menatap Ely dan Dokter Athena secara bergantian, lalu kembali menatap Zio. "Ini aku Kelly, Zio."
"Lo inget gue?" tanya Vino.
Zio mengalihkan pandangannya pada Vino, menatapnya selama beberapa saat. "Vino."
"Dok, kenapa dia nggak inget sama saya? Apa ada yang salah sama Zio, Dok?" tanya Kelly. "Biar saya panggilkan Dokter Steve," ucap Dokter Athena lalu bergegas pergi.
Tak lama, Zio menutup matanya lalu mengerang kesakitan memegangi kepalanya. Kilasan bayangan hitam muncul secara cepat dikepalanya, namun kepalanya menolak kehadiran itu sehingga Zio merasakan kepalanya berdenyut hebat seperti akan pecah.
"Arrgghhhh!!"
"Zio!" Kelly tak kalah histeris. Ia merasa ketakutan melihat keadaan Zio.
Tak lama Dokter Athena kembali datang bersama Dokter Steve. Keduanya kembali
memeriksa Zio dan memenangkan pria itu yang terus mengerang kesakitan seraya memegang kepalanya.
Ely menangis, wanita itu tidak tega melihat putranya kesakitan seperti itu. Sedangkan Vino bergegas menghubungi Fabrio yang sedang berada di kantor polisi.
Setengah jam lamanya Dokter Athena dan Dokter Steve berhasil menenangkan Zio.
"Apa ada yang salah dengan Zio, Dok?" tanya Ely.
Dokter Steve tampak menghela napas. "Karena benturan di kepalanya yang cukup hebat, sepertinya beberapa saraf otaknya mengalami kerusakan. Saya mendiagnosa Zio mengalami amnesia. Tapi kita perlu melakukam tes lebih lanjut agar lebih tahu rincinya."
"Amnesia? Tapi kenapa Zio ingat sama Vino, Dok? Dia nggak inget saya," ujar Kelly masih disela isakannya.
"Amnesia ini disebut Amnesia Retrograd. Kehilangan ingatan sebelum suatu waktu tertentu. Karena ini kasusnya kecelakaan, Zio kehilangan ingatannya sebelum kejadian kecelakaan tersebut," ujar Dokter Steve lagi.
***