"Tante Ely..."
Kelly langsung memeluk Ely dengan wajah sendu menahan tangis.
"Kelly, kamu kenapa, Sayang?" tanya Ely, wanita itu melepaskan pelukan Kelly agar bisa melihat wajah perempuan itu. Ely tentu kaget dengan kedatangan Kelly yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya. Padahal sebelumnya ia menyuruh Kelly untuk pergi makan siang bersama Zio.
"Kamu kenapa Kelly? Ada apa?" tanya Ely lagi ketika Kelly mulai terisak.
"Zio udah punya pacar, Tante," ucap Kelly disela-sela isakannya, lalu ia menarik diri. "Tadi ada di kantor Zio."
"Yang bener kamu?"
Kelly mengangguk. Ely berdecak. Ia kira ucapan Zio kala itu hanya main-main untuk menggertaknya saja, namun ternyata ia salah.
"Dan Tante tau, pacarnya Zio itu anak SMA, Tante!"
"Apa?!"
Oke, ini lebih mengejutkan lagi bagi Ely. Bagaimana bisa Zio berpacaran dengan anak SMA? Ely mengelus ramput Kelly. "Kamu tenang aja, Kelly, Tante pastikan mereka akan berpisah dan Zio akan bersama kamu," ujarnya.
Kelly menatap Ely dengan mata berlinang air mata. "Tante janji?" Ely mengangguk. "Tante janji, Sayang."
***
"Raya," Zio memeluknya dari belakang. "Aku minta maaf soal tadi sama kamu."
Raya bergerak risih, sebab embusan napas Zio menerpa lehernya, membuat bulu kuduknya meremang.
"Aku janji, Sayang, nggak akan ada sesuatu terjadi suatu hari nanti," ucap Zio.
Raya membalikkan tubuhnya tanpa melepas tangan Zio yang memeluk pinggangnya.
"Perjodohan itu nggak pernah terjadi, aku cuma cinta sama kamu," ucap Zio lagi. "Aku akan pastikan itu."
Raya mengangguk. "Aku percaya Kakak nggak bakal khianatin aku."
Zio menarik Gadis itu ke dalam pelukannya, mendekap gadis itu erat dan hangat. Raya
adalah perempuan satu-satunya yang ia cintai sampai kapan pun. Zio akan menjamin itu.
Ia menarik Raya untuk mengikutinya masuk ke dalam sebuah ruangan yang masih berada di dalam ruang kerja Zio. Raya menatap sekeliling. Ternyata ini kamar. Mungkin ini tempat istirahat Zio.
"Kamu istirahat disini ya, Kakak ada meeting satu jam. Setelah itu, kita jalan-jalan," ujar
Zio. Pria itu tersenyum lalu mengelus kepala Raya dengan sayang.
Raya mengangguk.
Zio mengecup keningnya. "Nggak akan lama kok," ucapnya.
Raya mengangguk, membuat Zio hendak melangkah menuju pintu, namun gadis itu
langsung menahan tanganya.
Zio menoleh, lalu tiba-tiba saja Raya mengecup bibirnya singkat.
"Semangat!" ucap Raya yang dibarengi senyuman yang mampu membuat Zio meleleh.
Zio tersenyum konyol lalu memegang dadanya sendiri. "Raya..."
Gadis itu hanya membalas dengan senyuman. Raya berbalik lalu naik ke atas ranjang. "Sana, katanya ada meeting," ucap Raya, mengusir.
Zio terkekeh masih dengan memegang dadanya. Pria itu kemudian berjalan ke arah Raya yang duduk di sisi ranjang. Ia menyelipkan tangannya di belakang kepala Raya, tangan yang satunya memegang tengkuk. Zio mencium bibir Raya membuat gadis itu sedikit terhuyung namun tangannya menahan tubuhnya.
Zio duduk di samping Raya tanpa melepaskan pagutan bibir mereka. Zio benar-benar ahli dalam ciuman walau pria itu bilang ini belum pernah ciuman sebelumnya.
Gadi itu mengalungkan tangannya ke leher Zio. Sesekali meremas rambut hitam Zio saat pria itu mengigit bibirnya dengan lembut. Satu tangan Zio beralih ke pinggang gadis itu, lalu menariknya agar Raya duduk di pangkuannya.
"Kak Zio," ucap Raya disela-sela ciuman mereka.
Suara Raya terdengar seperti desahan di telinga Zio, membuatnya menggeram lalu mencium Raya lebih dalam lagi. Pria itu seakan melupakan jadwal meeting yang seharusnya diadakan sekarang.
"Kak.. Emhh..."
Lagi-lagi suara Raya terdengar s*****l di telinga Zio. Sial!
"Meetinghh...," ucap Raya dengan susah payah.
Zio menggeram, ia melepas pagutan mereka lalu bibirnya beralih ke leher Raya, menciumi
sekitar sana. Akal sehat Zio hampaknya mengilang diterpa gairah. Pria itu sesekali menggigit dan menghisap leher Raya.
Bahkan tanpa Zio sadari, satu tangannya berada tepat di atas d**a Raya, kemudian meremasnya pelan membuat satu erangan tertahan terdengar dari bibir gadis itu.
"Mmhhh,,,"
Napas Raya memburu, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya lagi. Ya Tuhan! Ini pertama kalinya Raya merasakan sesuatu seperti ini. Entah harus ia sebut apa. Sesuatu yang meminta untuk dituntaskan. Raya b*******h.
Tiba-tiba saja Zio melepaskan diri dari Raya, menaruh tubuh gadis itu untuk duduk di sampingnya kembali. Napas Zio sama-sama memburu dan wajahnya memerah. Ia menatap ke leher Raya, ada tiga bercak merah keunguan tergambar di sana. Astaga, Zio!
"Raya, aku minta maaf, aku terlalu berlebihan," ucap Zio, pria itu terlihat panik sekaligus salah tingkah. Zio berdiri. "Maaf, seharusnya aku nggak melakukan ini."
Raya berdiri, ia menahan tangan Zio saat pria itu hendak pergi. Namun pria itu cepat melepaskan tangannya kembali dan segera pergi meninggalkan Raya.
***
Zio menggerutu di ruang meeting dan Vino setia mendengarkan gerutuan Zio. Terpaksa meeting di undur setengah jam karena Zio memintanya.
"Lo kenapa sih?" tanya Vino yang sedari tadi keheranan melihat Zio.
Zio menghela napasnya, menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. "Gue udah bertindak terlalu jauh," ucap Zio.
Kening Vino kembali berkerut, semakin tidak mengerti apa maksud perkataan Zio. "Apa sih? Jangan bikin gue pusing kenapa sih. Lo tiba-tiba aja ngundurin jadwal meeting cuma buat hal yang nggak jelas," ujar Vino, kesal kepada bos sekaligus sahabatnya ini.
"Lo nggak tau, Vin."
"Ya emang, apa? Jelasin."
"Raya."
"Raya kenapa?" tanya Vino. "Masih marah soal Kelly?"
Zio menggeleng. "Karena Kelly, gue hampir aja bertidak terlalu jauh."
"Hampir ap—jangan bilang kalo lo gituin Raya?" Vino menunjuknya, jelas menuduh.
Zio menepis kelas tangan Vino yang menunjuk tepat di wajahnya. "Hampir ya, gue bilang hampir."
"Sejauh apa lo?"
Zio menatap tangan kanannya sendiri. Tangannya yang tanpa ia sadari telah menyentuh d**a gadisnya. Bodoh, Zio! Bodoh!!
Seakan mengerti, Vino membulatkan matanya lalu menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangannya, membuat Zio memutar bola matanya malas, kelebayan Vino kumat lagi.
Vino mendekat ke arah Zio. "Sampe o*****e nggak?" tanya Vino, sedikit berbisik.
Zio refleks menoyor kepala sahabatnya itu. "Gue nggak nyampe situ ya!" ucapnya.
"Ya lo pake segala natap tangan lo, ya gue kira emang gitu," ujar Vino lalu menepuk bahu Zio. “Jangan, Zi, kasihan Raya masih sekolah."
Zio mengumpat dalam hati untuk sahabatnya tercinta ini. "Gue juga nggak mau, b**o! Gue nggak mungkin ngerusak orang yang gue cintai."
Vino mengangguk sambil menepuk-nepuk bahu Zio lagi. "Bagus. Walaupun lo haus akan
belaian, tapi lo jangan ngelakuin lebih dari sekedar ciuman sama Raya."
Zio memutar bola matanya malas. Ya iyalah! Tapi, tadi Zio sedikit terlalu jauh bersama
Raya. Astaga, bagaimana bisa Zio hilang akal seperti itu. Ia hampir saja hilang kendali.
Bego!!
***