BAB 21

930 Kata
Raya mengusap wajahnya dengan handuk lalu beralih menggosok kepalanya yang basah. Ia baru saja selesai mandi setelah mengerjakan tugas rangkuman hasil penelitian museum tadi. Gadis itu beranjak menuju jendela kamarnya, hendak menutup gorden karena langit sudah gelap. Raya melihat seseorang berdiri di sebrang jalan, menatap ke arah rumahnya atau lebih tepatnya ke arah kamarnya. Ia tidak tau siapa orang itu karena orang itu di bawah kegelapan. Apa itu Zio? Raya bergegas mengambil ponselnya dan langsung menanyakannya lewat chat. Raya : Kakak ada di depan rumah aku? Setelah mengirimkan itu, fokus Raya teralihkan lagi pada sosok yang berdiri di luar itu. Tubuhnya tinggi dan berpakaian serba hitam. Tak berselang lama, ponselnya bergetar, Zio membalas pesannya. Fabrizio : Tidak, Sayang. Kakak ada di apartemen. Tak lama, Zio mengirimkan foto selfie dirinya sedang berada di apartemen, sedang menonton televisi sambil menikmati secangkir teh hangat. Ah, lalu orang di depan rumahnya itu siapa? Fabrizio : Emangnya kenapa? Raya : Nggak. Ada orang di sebrang jalan depan rumah. Aku kira Kak Zio, mungkin itu orang lain. Raya bergegas menutup gorden kamarnya, berusaha untuk tidak peduli pada orang itu. Mingkin saja dia emang sengaja diam di situ untuk bersantai? Atau, entahlah. *** "Mami," "Kamu hanya punya waktu setengah jam buat sampai di sini sebelum keluarga Jeermy sampai." "Zio nggak mau, Mi. Mami kenapa sih selalu maksa Zio pada sesuatu yang Zio nggak suka?" tanya Zio yang sudah jengah dengan kelakuan ibunya. "Oh, atau kamu lebih suka gadis itu terluka?" "Maksud, Mami?" "Orang suruhan Mami ada di depan rumah gadis itu. Jika kamu terus menolak, maka Mami akan bertidak lebih. Pilihan ada di tangan kamu." Zio mengepalkan tangannya. Jadi orang yang dibicarakan Raya adalah orang suruhan Ely? Ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Raya. "Ah begitu. Jadi kamu lebih suka gadismu itu terluka dibanding—" "Oke, Zio dateng sekarang." Zio memutuskan panggilannya secara sepihak. Ia mengumpat pelan. Fabrizio : Jangan keluar dari rumah. Setelah mengirimkan pesan itu pada Raya, Zio bergegas menuju kamar untuk bersiap-siap. Butuh satu jam untuk ia sampai di kediaman Allegra. Zio sengaja berlama-lama di jalanan karena ia merasa sangat malas. Dilihatnya mobil asing sudah terparkir di garasi rumahnya, sepertinya itu mobil keluarga Kelly. Ia masuk ke dalam rumahnya tanpa minat dengan wajah yang datar tanpa ekspresi. "Zio?" Kelly tersenyum lebar. Semuanya masih berada di ruang tamu, belum beranjak ke ruang makan karena masih menunggu Zio. "Kamu terpambat, Zi." Ely menatapnya dengan tajam namun Zio tak peduli. "Ah iya maaf, tadi jalanan macet." Zio menyunggingkan senyum menyebalkan menatap Ely. "Zio, saya denger kamu nggak tinggal di sini lagi ya? Saya seneng pas denger kamu mau mandiri dan tinggal sendiri." Seorang wanita seumuran Ely berujar, tersenyum menatap Zio. Dia ibunya Kelly, Irna Jeermy. "Benarkah?" Kali ini Tuan Jeermy sendiri yang bertanya. "Hm," respon Zio, pria itu tidak beranjak untuk duduk agar terlihat lebih sopan tapi malah menyandarkan tubuhnya pada lemari sambil memainkan kunci mobilnya. "Ah, lebih baik kita mulai saja makan malamnya." Fabrio mencairkan suasana tegang yang ada. Mereka semua beranjak untuk menuju ruang makan. Ely menghampiri Zio. "Kamu jangan bikin malu keluarga. Bersikap yang sopan di depan keluarga Pak Firman Jeermy atau Mami akan menyuruh orang itu untuk menyakiti gadis itu." "Kalo Mami sampe menyakiti Raya sedikit saja, Mami akan menyesal." Zio mengabaikan ibunya dan langsung duduk di salah satu kursi. Tangannya terkepal kuat melihat Kelly tersenyum manis kepadanya. Suasana makan malam berjalan dengan lancar. Sesekali Jeermy mengobrol bersama Fabrio membicaran tentang bisnis. "Zio, bagaimana hubungamu dengan Kelly?" tanya Firman, setelah selesai berbincang dengan Fabrio mengenai bisnis. "Hubungan? Hubungan apa?" tanya Zio dengan satu alis terangkat. "Zio, kita kan dijodohkan." Kelly tersenyum. "Dia masih malu, Pi, kalo ngebahas soal ini." Jeermy terkekeh. "Ah, pantas saja. Nggak pa-pa, maklum saja." Pria itu tersenyum kepada Zio. Zio mengumpat dalam hati. Sampai kapan pun Zio tidak akan mau dijodohkan dengan Kelly, karena wanita yang dicintainya hanya Raya. Zio hanya ingin bersama Raya, tidak dengan siapa pun. "Maaf, tapi saya nggak bisa menerima perjodohan ini." "Zio!" Ely langsung menegurnya. "Apa-apaan kamu ini?!" "Maaf, Tuan Jeermy, tapi saya memang tidak mau dijodohkan dengan Kelly." Zio mengulas senyum. "Saya sudah punya mendamping saya sendiri." Jeermy nampak tersinggung dengan ucapan Zio. Pria itu jelas menolak anaknya. Pria itu langsung menatap Fabrio dan Ely secara bergantian. "Bukannya anda telah sepakat?" "Kel, kamu bisa cari orang yang bisa menerima kamu dengan tulus, yang bisa memberikan apa yang kamu mau termasuk cinta. Tapi itu bukan saya karena saya nggak bisa memberikan itu semua." "Kamu menolak Kelly?" tanya wanita di samping Kelly. "Ah, bisa dibilang seperti itu." "Zio!" bentak Ely. Wanita itu menatap keluarga Jeermy. "Maafkan kelakuan Zio. Dia hanya belum mengerti soal perjodohan ini saja. Saya belum menjelaskannya." Fabrio hanya diam, dia tidak berniat untuk ikut campur karena sejak awal, Fabrio tidak setuju dengan keputusan istrinya untuk menjodohkan Zio. "Maaf jika pernyataan saya barusan menyinggung anda. Tapi, saya sama sekali tidak menyukai Kelly." Zio berdiri, dia mengulas senyum manis. "Permisi." "Zio!!" teriak Ely saat Zio malah pergi begitu saja. Kelly bergerak mengejar Zio, perempuan itu menangis sejak detik pertama Zio mengucapkan kalimat penolakannya. "Zio!" Pria itu menghentikan langkahnya dan langsung berbalik, menatap Kelly yang berjalan ke arahnya. "Apa kamu emang nggak bisa membuka hati kamu buat aku?" "Sejak awal hati saya untuk Raya." Air mata Kelly semakin membanjiri wajah cantiknya. "Kenapa kamu nggak bisa lihat aku? Aku udah lama suka sama kamu. Sejak kita kuliah, Zio, bahkan sampai sekarang aku semakin cinta sama kamu." "Maaf, saya nggak bisa balas perasaan kamu." Kelly bergerak memeluk Zio dengan erat, tidak ingin melepaskan pria ini. "Coba saja kamu mau lihat aku sejak lama, ini tidak akan pernah terjadi. Zio, aku cinta banget sama kamu." Zio melepas pelukan Kelly walau perempuan itu enggan. "Maaf. Saya bukan seseorang yang pantas untuk kamu cintai. Sekali lagi saya minta maaf." Zio berbalik, dia sudah jengah pada masalah perjodohan ini. Ia tidak ingin berurusan lagi sekarang. Zio hanya ingin hidup tenang bersama Raya. Hanya Raya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN