Part 5 : Marah

1506 Kata
(PoV Suci) ***** Aku bersyukur begitu sampai rumah ternyata ibu sedang mengikuti pengajian di masjid kompleks rumahku. Aku menuju kamar dan langsung membasuh wajahku berulang kali. Badanku roboh, bersandar di dinding kamar mandi, ku peluk kedua lututku hingga tangisku pecah kembali. Apa salahku sehingga harus merasakan sakit yang seperti ini lagi? Tanyaku ke diri sendiri, kupukul-pukul dadaku yang terasa sesak karena luka hati ini. Aku beranjak mengeringkan badanku, bersalin baju. Tok..tok..tok… Terdengar suara ketukan pintu kamarku, "Suci...sudah tidur ya?" aku diam saja, sengaja tidak menjawab pertanyaan ibuku agar beliau mengira bahwa aku memang sudah benar-benar tidur. Aku menyalakan kembali handphone yang tadi sempat dinonaktifkan. Banyak sekali notif pesan maupun panggilan yang tak terjawab dari nomor mas Arya. Aku masih enggan bicara dengannya. Aku paksaan diriku agar bisa tertidur, aku tak ingin esok hari wajahku sembab dan menimbulkan banyak pertanyaan di benak ibu. Di pagi harinya, aku mengirim pesan pada mas Arya meminta ia tidak menghubungi atau menemuiku dulu. Namun percuma ternyata ia tetap nekat menemuiku ke rumah. "Eh ada mas Arya, mari masuk…" "Iya bu, terimakasih." "Suci...ini mas Arya datang lho," seru ibu memanggilku agar aku segera beranjak menemani mas Arya. "Baik mas Arya, maaf ya ibu tinggal dulu, harus ke pasar soalnya belanja kebutuhan dapur." "Mau saya antar saja bu biar lebih mudah?" "Gak usah, mas Arya kan juga harus berangkat kerja setelah ini." Ibuku meraih tas belanjanya kemudian berlalu pergi ke luar rumah. "Ibu belum tahu tentang semalam Suci?" "Menurut mas sendiri gimana?" Mas Arya tampak gelisah dalam duduknya," Begini Suci..biar mas jelaskan sekarang, sebenarnya antara mas dan Putri itu…" "Sebenarnya belum selesai cinta kalian, begitu maksudnya?" aku memotong pembicaraan mas Arya. "Semestinya dikelarin dulu mas, baru setelah yakin semuanya selesai, mas boleh menjalin hubungan dengan wanita lain, jangan masih mengambang tapi mas mendekati wanita lain dan malah menyeret wanita itu ke lubang sakit hati yang sebelumnya pernah ia rasakan," imbuhku lagi dengan nada sedikit ketus. "Semuanya sudah berakhir Suci, ini tidak seperti yang kamu kira kok." "Kata mas tidak seperti yang Suci kira? Lalu Suci harus mengira bagaimana ketika seorang yang katanya kekasihku diam-diam berbalas pesan bahkan sering telponan dengan wanita lain, ohhh dan jangan lupa wanita lain itu bukan sembarang wanita lain, tetapi MANTAN PACAR, coba mas bantu Suci mikir kira-kira Suci harus mengira bagaimana terhadap mas..!!" Aku menarik nafas panjang kemudian melanjutkan perkataanku lagi, "Mas ingat saat Suci bertanya tentang mas chat dengan siapa saat Suci makan malam di rumah mas? Mas menjawab apa saat itu? Dani katanya, teman di kantor..sejak kapan Putri jadi teman kantor mas?" "Suci...mas tahu mas sudah salah menyembunyikan semua ini, seharusnya memang mas lebih terbuka semuanya sama kamu Suci," "Ya kalau yang namanya selingkuh mana ada yang terbuka awalnya mas." "Mas tidak SELINGKUH Suci…sekali lagi mas tekankan kalau mas ini gak selingkuh..!!" aku cukup terkejut saat mas Arya meninggikan suaranya membuatku semakin tersulut emosi. Enak saja dia yang salah kok dia yang marah. "Lalu apa namanya? Khilaf? Lama bener khilafnya," sindirku. "Sudahlah, lebih baik mas sekarang pergi dari sini, bukankah aku sudah katakan mas jangan menemui bahkan menghubungiku dulu, kenapa mas egois sekali sih jadi lelaki..!! Cepat keluar sebelum banyak warga yang datang jika aku berteriak sekarang…!!" "Aku sedang tidak ingin melihat wajahmu mas, pahami itu..dan jangan mengambil kesempatan karena tahu ibuku belum mendengar masalah ini..silahkan keluar..!!" Mas Arya bangkit dari duduknya, aku langsung mundur ketika mas Arya ingin mendekat. "Baik jika ini mau Suci sekarang, mas pamit dulu...mas minta maaf tapi sungguh mas sayang dan tidak mau kehilangan kamu Suci," ratap mas Arya sebelum akhirnya dia melangkah keluar rumah. Segera aku menutup pintu, enggan melihatnya. -------- Seharian ini aku lampiaskan amarahku dengan bersih-bersih rumah. Walau Ibu sempat heran dengan perubahan sikapku, namun Ibu senang dan semangat membersihkan rumah bersama-sama denganku. "Bu... sepertinya besok Suci akan mulai masuk kerja lagi." "Lho bukannya waktu cuti kamu masih 2 hari lagi Suci?" "Suci sudah ingin beraktivitas bu, sudah rindu dengan keadaan di kantor," aku beralasan. Aku menghubungi pihak kantor jika kemungkinan besok aku akan mulai masuk bekerja. Sedikit gusar juga mengingat ternyata Sari, adik dari Putra yang bekerja disana. Aku mencoba berfikir positif jika mungkin ini sudah menjadi jalan dari Tuhan agar aku menjadi pribadi yang lebih kuat dalam soal perasaan. Lamat-lamat aku pandangi foto mas Arya di handphoneku. Bagaimana sebenarnya perasaannya terhadapku dan mau dibawa kemana hubungan ini jika di dalam hatinya masih terselip nama Putri. Aku duduk bersandar di kursi beranda samping rumah. Semilir angin menerpa dedaunan tanaman di sekeliling halaman rumah. Pikiranku melayang pada kejadian 3 tahun silam ketika aku membongkar perselingkuhan Putra dengan sepupu sahabatku. Masa itu aku sengaja meluangkan waktu untuk membuntuti Putra. Sekali lagi aku ingin menangkap basah saat ia bertemu dengan Ayu. Aku sudah muak ingin mengakhiri semuanya. Dapat aku bayangkan bagaimana nanti reaksi Putra sebab yang dia tahu aku ini masih kekasihnya yang mudah dibodohi. Putra menemui Ayu yang baru selesai melakukan perawatan di sebuah salon kecantikan dan spa. Dari netraku terlihat jelas bagaimana sikap mereka berdua mesra, dan sialnya aku penasaran saat Putra seperti membisikkan sesuatu yang membuat Ayu mencubit manja perut Putra. Aku mengekori laju mobil putra hingga memasuki kawasan penyewaan resort yang berupa saung-saung seperti kamar hunian. Refleks isi kepalaku terasa mendidih menduga-duga apa yang akan mereka lakukan dengan datang ke tempat seperti ini. Aku mengedarkan pandangan, melihat beberapa petugas keamanan yang sedang berjaga. Sepertinya tak sembarang orang bisa masuk kesana jika tidak melakukan penyewaan. Baiklah aku putuskan untuk turun dari mobil dan menyewa kamar. Dengan sedikit gemetar aku berjalan ke bagian resepsionis untuk menanyakan kamar. Apapun itu aku harus siap dengan pemandangan yang akan tersaji di hadapanku. "Selamat sore mbak, ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang pegawai resepsionis padaku. "Oh iya saya butuh satu kamar, ada?" "Baik kalau begitu, silahkan mbak pilih kamar yang letaknya sesuai keinginan mbak,barangkali ada spot-spot mana yang membuat mbak tertarik," mendadak aku bingung sebab aku butuh ruangan yang letaknya berdekatan dengan kamar yang disewa Putra tadi namun aku tidak tahu dia pesan yang mana. "Bagaimana mbak... ?" "Oh maaf malah jadi gak fokus, sebentar yah saya perlu memahami dulu." "Silahkan mbak..disini sudah sekalian tertera biaya sewa kamarnya yah mba sesuai fasilitas spot yang ada," ucapnya lagi menjelaskan. "Jujur mbak, saya bingung nih, atau begini..tadi gak sengaja saya melihat teman saya kesini, kira-kira kamar mana yang ia sewa, saya ingin yang berdekatan dengan dia saja. " Pegawai resort seperti terheran mendengar perkataanku, aku pun mencoba berbicara lebih luwes agar tidak dicurigai. "Itu maksudnya teman saya tadi yang memakai dres warna biru selutut, namanya Ayu, biasanya selera dia bagus mbak, jadi kalau saya menyewa yang berdekatan dengan kamarnya kemungkinan saya tidak menyesal sebab saya tahu selera dia selalu bagus." "Mohon maaf, nama lengkap temannya mbak siapa? Biar bisa saya bantu cek dulu. " "Ayu Citra Kusuma." aku menyebut nama lengkapnya, beruntung sebelumnya aku sudah pernah berbasa-basi dengan Rena menanyakan nama lengkap Ayu. Aku merasa dewi keberuntungan sedang memihakku. Aku diberitahu lokasi kamar yang Putra sewa untuk bersama Ayu. Seorang petugas resort mengantarku hingga ke kamar yang aku sewa Aku mengenakan topi dan masker agar keberadaanku tidak langsung diketahui oleh Putra, aku juga memakai baju yang sama sekali belum pernah Putra lihat. Aku menyisir seisi ruangan. Tak butuh waktu lama, sayup-sayup aku dengar suara yang begitu aku kenal sedang tertawa bersama wanita. Aku menuju balkon yang menghadap ke kolam renang. Rupanya Putra dan Ayu tengah berenang bersama di kolam renang kamar yang mereka sewa. Mereka berenang dengan asik b******u hingga tidak menyadari ada sepasang mata yang menyorot ke arah mereka. Putra menggendong Ayu memasuki kamar mereka ala bridal shower. Tanganku mengepal membayangkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Tidak mungkin hanya sebatas peluk cium biasa. Aku berjalan mengitari saung hingga berada di dekat kamar yang mereka sewa. Suara lenguhan terdengar samar di balik ruangan. Hatiku membeku untuk sekedar mencairkan lelehan air mata. Aku bertekad tak boleh menangisi lagi lelaki macam Putra. Dengan ragu aku memegang handle pintu, ternyata mereka tidak menguncinya. Cckkkk ceroboh sekali. Apa karena terlalu tak bisa menahan gejolak nafsu. Aku memutar knop pintu, mereka sama sekali tidak sadar jika pintu telah sedikit ku buka. Sedikit dapat aku lihat tubuh mereka yang tanpa sehelai benangpun. Kembali aku menarik diri, aku jijik melihat mereka. Namun aku mengingat tekadku yang sudah bulat. Aku buka lebar-lebar pintu itu... Jeder… Baik Putra maupun Ayu terbelalak melihat kemunculan diriku. Permainan mereka yang belum mencapai klimaks terpaksa harus berhenti. "Suci…" lirih Putra sambil menggeser posisinya. Aku hanya tersenyum sinis. "Mba Suci temannya mba Rena kan? Apa-apan ini mba? Apa kepentingan mba mengganggu privasi kami? Lancang sekali kamu mbak.." sungut Ayu. "Maaf sudah mengganggu adegan asik kalian, kamu Ayu bertanya apa kepentinganku? Silahkan tanya saja sama lelaki pengkhianat cinta itu?" aku acungkan jariku ke arah Putra. Sebelum aku pergi, aku melempar cincin yang pernah Putra beri yang katanya sebagai tanda pengikat, ya secara pribadi dia sudah memintaku untuk menjadi pendamping hidupnya. Nyatanya kini aku menitikkan air mata setelah teringat masa lalu. Apakah aku sanggup jika faktanya mas Arya pun demikian. Aku sudah kepalang begitu memujinya sebagai sosok pria idaman, fisik maupun kepribadiannya begitu mempesona banyak pasang mata. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN