Zeema 10

1066 Kata
"Aku ada jadwal malam ini." "Kalau begitu, aku akan menemanimu." "Tidak perlu repot-repot vely, lagi pula kehadiran mu tidak berpengaruh." "Tapi tetap saja aku ingin menemani mu. Aku mohon Disaka." Rengeknya membuat mimik wajah seimut mungkin. Aku yang melihat interaksi keduanya hanya bisa tersenyum tipis, apa yang membuat Disaka begitu menolak gadis ini. Dari se penglihatan ku vely gadis yang cantik, lekuk tubuhnya juga indah. Disaka tak menyahut, pria itu kembali ke kursinya. Menatap fokus ke arah layar berukuran besar itu, mengabaikan vely yang terduduk di sofa. Entah apa yang ingin gadis ini lakukan, mengapa begitu ingin mendekati Disaka. Aku tahu pria ini tampan, tapi apa harus benar-benar mendekati nya seperti ini? Beberapa waktu berlalu, vely yang asik dengan ponselnya, sesekali memotret wajah cantiknya itu, dan Disaka yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Ponsel milik Disaka berdering. "Ya Wan?" “Tuan, lahan yang anda inginkan sudah di tandai. Apa aku perlu mengirim rincian pembangunannya?" "Tentu." “Baik” Segera Disaka bangkit, kembali mengenakan jas nya. Vely yang memperhatikan, menghampiri Disaka. Entah apa yang merasuki gadis ini, ia langsung memeluk tubuh Disaka. "Kepalaku sakit Disaka, boleh antar aku pulang heum??" Terlihat tautan halis yang begitu tajam, Disaka mendorong tubuh gadis ini. Tapi vely kembali memeluknya. Berusaha melepaskan pelukan vely. "Sungguh aku benci sentuhan gadis rendahan sepertimu!" "Disaka lihat aku sebentar." Disaka menatapnya. "Apa kurangnya aku? Aku akan melengkapinya demi mu? Salurkan seluruh b*rahi mu padaku sayang..." Ucapnya seraya mengelus pelan rahang kokoh milik Disaka. "Dia penggoda handal." Gumamku. Cukup lama Disaka memandangi wajahnya, membuat mataku tak berkedip. "Apa pria ini akan?....." Ucapan ku terhenti saat Disaka memegangi pinggul vely. Senyuman gadis itu mengembang, membuatku menatap tak percaya ke arah keduanya. Aku mengedikkan bahuku, pria mana yang tak tergoda dengan gadis secantik vely? Blam! Disaka menghempaskan tubuh vely ke sofa, seraya kembali merapihkan jasnya. "Cukup! Aku bahkan tak sudi meski sekedar menjadikan mu gadis malam ku." Ucapnya angkuh berlalu pergi. "Gadis yang sangat malang." Gumamku. Seperti biasa, tubuhku kembali mengikuti Disaka meskipun aku tak menginginkan nya. Di dalam mobil, Disaka asik dengan ponselnya. Sedangkan aku duduk di sisi jendela, menatap pepohonan yang di lalui begitu rindang. Kapan aku bisa bebas dari pria ini, atau mungkin hidupku akan habis bersama Disaka. Aku selalu merasa iba dengan takdirku sendiri, kapan aku bisa bahagia. Meskipun aku mahkluk halus, tapi aku juga butuh kebahagiaan bukan? Aku menghela nafas pelan, kembali menatap sekilas Disaka yang ternyata tengah menatapku. "Kau?...." Ucapnya. Seketika tubuhku kakuk, aku bahkan tak bisa berkedip atau sekedar membuang wajah. "Siapa kau?" "A-aku....." Disaka mengedipkan matanya berkali-kali, seolah merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat. Diskaa mendudukkan tubuhnya ke arahku, sedikit mendekat. Hingga tangannya terulur, hendak menyentuh wajahku. Aku hanya bisa diam, membiarkan Disaka dengan pikirannya. "Sungguh? I-ini? Apa aku gila?" Ucapnya seraya meraba wajahku dengan sebelah tangannya. Kedua matanya membulat menatapku, untuk pertama kalinya Disaka terlihat begitu terkejut. Glek. Pria ini menelan saliva sendiri, sungguh merasa terkejut dengan kehadiranku. Dan untuk pertama kalinya, sentuhan pria ini terasa begitu nyata dan hangat di wajahku. "T-tidak... A-aku pasti berhalusinasi, tidak hahahaha..." Merasa tak percaya, pria ini merogoh ponselnya. Menekan satu nomor. "JIM dengar, aku melihatnya sekarang! Sungguh aku melihatnya dengan sadar, dia di hadapanku sekarang!" Aku kebingungan, aku tak bisa melakukan apapun hanya diam menatap Disaka yang gelagapan sendiri. "SUNGGUH! PERCAYALAH PADAKU! A-AKU, aku harus memotret untukmu?" “Disaka, kau ini kenapa? Itu hanya halusinasi mu saja!" "Tidak bodoh, aku sangat sadar sekarang! Datang ke rumahku aku akan menunjukkan gadis ini padamu!" Tut... Tut.... Disaka mencengkram tangan ku, membuatku sedikit terkejut. "Dengar, jangan coba-coba untuk menghilang lagi!" Aku mengangguk. Selama perjalanan Disaka terus menggenggam ku, bahkan tatapan nya tak beralih dariku. Hingga aku merasa tulang leher nya akan sakit. Sesampainya di sebuah tempat yang lebih besar dari tempat Disaka tinggal sebelumnya, pria ini langsung menarik ku keluar. Sikapnya yang menyeret ku masuk, membuat beberapa tukang kebun di sana menatap heran ke arah Disaka. Tentu saja, Disaka merasa tengah menggenggam seseorang, tapi orang lain menatap nya tengah menggenggam angin? Sesampainya di sebuah ruangan sedang, pria ini menghempaskan tubuhku ke sofa, aku menatap tak suka padanya. "Kenapa kau begitu kasar?!" Ia menaikkan kedua alisnya. "Kau mampu berbicara ternyata, katakan siapa dirimu dan mengapa kau terus mengikuti ku?" Kedua tangan ku tergenggam erat, ingin rasanya aku menghantam pria ini. Aku bangkit, menunjuk ke arahnya. "Kau! Pria aneh, kau yang membeli tempat tinggalku! Membuatku terus menerus mengikuti mu. Dan kau bersikap seolah-olah kau lah yang tersakiti begitu?!" "Tempat mu? Katakan tempat menjijikan apa yang ku ambil dari makhluk seperti mu?" Rasanya seluruh emosiku meledup-ledup mendengar pertanyaan konyol dari Disaka. "MENJIJIKAN KAU BILANG!" Segera aku mencengkram erat kerah bajunya, membuat pria ini memegangi tanganku. "Dasar pria tak tahu diri! Biar ku beri tahu makhluk seperti apa aku ini!" BUGH! BRAK! Satu pukulan dariku mampu menghempas jauh tubuh Disaka, hingga pria itu jatuh pingsan. Sadar dengan apa yang ku lakukan, aku menutup mulutku. "Apa aku baru saja menyakiti nya?" Segera aku mendekat, menatap Disaka yang terkapar lemas di sisi tiang yang tadi di hantamnya. "Disaka..." Panggilku. "A-aku bukan sengaja melakukannya, aku hanya terbawa suasana dengan ucapanmu yang menyakitkan itu." "Maaf Disaka, aku sungguh tak sengaja." Suara gemuruh datang dari arah pintu masuk, membuat ku segera berdiri menatap para pelayan sekaligus anak buah Disaka yang terlihat panik menatap tuannya jatuh pingsan. "Tuan?!" "Tuan Disaka?!" Meraba tubuh Disaka, memastikan tak ada luka di sana. Barulah mereka membopongnya ke sofa, merasa khawatir tuannya ini terluka parah. Tak lama setelahnya, pria yang pernah di sebut Jim oleh Disaka datang. Sedikit heran menatap Disaka terbaring tak sadarkan diri. "Ada apa dengannya?" Pertanyaan itu, tak ada satupun yang bisa menjawabnya. Cukup lama terdiam. "Kami tadi di luar tuan jim, lalu kami mendengar suara benturan keras di dalam. Saat kami masuk, kami melihat tuan muda sudah pingsan." Jelas salah satu dari beberapa orang di sana. "Sungguh? Pria ini bisa pingsan juga?" Jim memeriksa deru nafas Disaka, melakukan beberapa sentuhan, barulah pria ini mengangguk faham. "Ah... Hanya benturan sedang, dia pingsan karna terkejut." Sahutnya. "Ambilkan air hangat saja." Pintanya. Saat jim mendudukkan tubuhnya, seraya menatap tak percaya ke arah Disaka. Asisten wan datang dengan tergesa-gesa. "Tuan?! Aku mendapatkan telpon dari orang rumah, tuan Disaka pingsan. Ada apa sebenarnya?" "Bukan hal yang besar wan, kau tenang saja." "Sungguh? Syukurlah, bawa tuan muda ke kamarnya." Pintanya pada beberapa pelayan di sana. Aku dan rasa bersalahku hanya bisa diam, menunggu Disaka sadar lalu aku akan meminta maaf padanya. Sungguh!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN