Zeema dan kakek keluar dari ruangan, menatap Disaka yang tengah melipat tangan ke arahnya.
"Tuan Vang, ada sesuatu yang ingin ku bicarakan langsung denganmu." Pintanya.
Kakek mengangguk, lantas mengikuti kemana Disaka membawanya.
Kedua pria ini singgah di sebuah ruangan tertutup, hanya ada meja berukuran sedang lengkap dengan kursinya.
Keduanya duduk berhadapan.
Beberapa saat kemudian Disaka mengeluarkan sebuah benda kecil dari jas nya.
"Ini data yang ku kumpulkan tentang perusahaan Win Taulang." Ucap Disaka.
"Aku hanya ingin tahu siapa yang membocorkan data perusahaan ku."
"Akan ku lakukan. Saat ini setidaknya kau butuh pegangan bukan?"
"Baiklah, terimakasih Disaka."
"Bukan masalah, dan ya. Tuan Vang, aku secara langsung mengundangmu untuk jamuan besok malam. Itu acara pembukaan proyek baru kami- ah kita....." Ucapnya seraya tersenyum manis, barulah ia bangkit dari tempat duduknya.
Berjalan keluar meninggalkan kakek.
Membuatku semakin iba pada pria paruh baya ini, aku pun mendekat, mengelus lembut pundak tegapnya.
"Kakek! Jangan murung, pasti baik-baik aja kok." Mendengarnya, kakek tersenyum mengelus lenganku.
Selesai dengan kesibukkan di pagi hari, aku berniatan untuk kembali mengikuti kakek. Tapi rasanya tubuhku tertarik ke arah berlawanan, aku hanya bisa menatap punggung kakek yang semakin menjauh hingga hilang dari pandangan.
Tubuhku kembali tertarik pada ruangan besar yang tengah di singgahi seorang pria, wajahnya terlihat serius menatap layar besar di hadapannya.
Membuatku bingung harus apa sekarang, entah itu di hutan atau di rumah orang lain rasa kesepian tak akan pernah bisa ku tepis.
Seandainya ada seseorang yang bisa melihatku, itu jauh lebih baik. Aku berdiri di sisi jendela, menetap betapa indahnya pemandangan dari atas.
"Ternyata kota jauh lebih ramai dari yang ku bayangkan."
"Apa yang harus ku lakukan sekarang? Tak ada teman, apa hidupku akan terus seperti ini?" Gumamku.
Saat kedua mataku memaku menatap awan, suara dari Disaka yang mengendus mencari aroma memecah keheningan.
Beralih menatap pria ini, aku mendekat.
"Mengapa pria ini terus mengendus seperti binatang?"
"Ka-"
Ceklek...
"Tuan? Kenapa anda memanggil?"
Disaka bangkit. "Ah wan, apa kau menaruh pengharum ruangan baru?"
"Tidak..... Pengharumnya masih sama dengan yang anda minta bulan lalu."
Disaka kembali mengendus. "Kau mencium baunya?"
Mendengar pertanyaan itu, Wan mencari aroma yang di maksud Disaka. Tapi pria itu tetap menggeleng.
"Tidak...... Mungkin tuan muda sedang flu?"
"Tidak wan, tubuhku sehat. Sungguh tidak mungkin jika aku gila!"
Wan hanya tersenyum kaku.
"Sudahlah, kembali bekerja." Mendengar perintah Disaka, wan kembali keluar.
Pria ini terus bergumam selama bekerja, membuatku semakin kebingungan. Aku merasa ragu jika pria ini bisa merasakan kehadiran ku, namun mengingat Disaka yang mampu menarik jiwaku memberikan sedikit keyakinan. Entahlah aku semakin bingung.
"Halo, bisa kau datang sekarang jim? Aku sepertinya mau gila." Umpat nya di telpon.
"Hm, aku menunggu."
Hanya itu yang ku dengar sebelum Disaka kembali melanjutkan pekerjaannya.
Aku benar-benar tak melakukan apapun di sini, hanya diam di sudut ruangan selama berjam-jam. Terkadang aku terkekeh melihat tingkah Disaka yang terus mengendus lalu mengumpat.
Hari mulai terasa senja, ingin rasanya aku pergi ke pantai mendengarkan suara ombak, bermain di pasir, dan merasakan kesejukan senja di tepi pantai.
Ceklek....
"Jim! Kemari!" Disaka bangkit, mendudukkan tubuhnya di sofa.
Begitupun dengan pria bernama jim, keduanya duduk berhadapan.
"Dengar! Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang ku alami belakangan ini, kau tahu aku selalu mencium aroma mawar bercampur vanilla. Apa kau mampu membayangkan seperti apa aromanya?"
Pria bernama jim itu mengangguk seraya tersenyum tipis, ah pria ini sangatlah dewasa.
"Dan, gambaran seorang gadis bergaun merah. Wajahnya sangat cantik....." Ucapannya terhenti, membuatku membulat.
"Dia sungguh melihatku?!!"
"Tapi! Bukan itu, aku hanya merasa terganggu dengan aromanya. A-a-aku..." Disaka gelagapan dengan ucapannya sendiri.
"HAHAHAHA....." Jim tertawa seraya menepuk pelan pahanya.
"Disaka, kau membutuhkan seorang wanita di hidupmu. Cobalah untuk berhubungan, aku jamin mimpi senjamu itu akan menghilang secara perlahan."
"Tidak, aku tak tertarik dengan hubungan asmara. Itu membuang waktuku."
"Kau membutuhkan itu Disaka!"
"TIDAK, apapun yang terjadi, aku tak sudi melakukannya."
"Dan akan terus membiarkan mimpi itu datang?"
"Semalam aku tak memimpikannya, itu artinya aku akan pulih."
"Benarkah? Apa yang kau lakukan sebelum tidur?"
"Tidak ad-"
“Tuan, angin malam bisa membuat pikiran anda tenang.”
Diska terdiam sesaat mengingat ucapan bibi. "Aku menghirup udara malam sebelum aku tidur, apa itu berpengaruh?"
"Itu hal yang wajar di lakukan oleh kebanyakan orang, tapi jika kau tak memimpikan senjamu karna menghirup udara malam. Mungkin itu sangat berpengaruh padamu, cobalah lakukan lagi nanti malam."
Disaka mengangguk.
Apa maksudnya mimpi senja? Apa dia pernah mencintai seorang gadis bernama senja?
"Lalu? Bagaimana dengan aroma dan gadis bergaun merah yang terus menggangguku?"
"Bukankah aku sudah mengatakannya!"
"Jim! Hidupku tak akan bergantung pada S*x, aku tahu aku tak pernah bersetubuh tapi apa benar-benar harus untuk pulih? Ini gila jim."
"Tapi kenyataannya kau menang membutuhkan itu? Kau sungguh tak ingin mencobanya?"
"Kau sudah tahu jawabannya."
Jim hanya menghela nafas.
"Apa kau ingin therapy?"
"Tidak, aku hanya ingin tahu apa yg terjadi padaku. Terkadang aku berfikir jika aku tengah berhalusinasi saat melihat jelas gadis itu di hadapanku, dia bisa menghilang dalam satu kedipan jim."
"Aku mengerti, jika ku lihat reaksi mu, ini hanya syndrome s*x yang harus segera tubuhmu rasakan. Bisa di bilang, tubuhmu meminta s*x." Jelasnya dengan sedikit menggoda Disaka.
"Tapi hanya gadis itu yang mengganggu ku!"
"Kau menyukainya?"
"Tidak, a-aku hanya sering membayangkan wajahnya saat gadis itu tiba-tiba menghilang."
"Sungguh?"
"Yaa, mengapa aku bisa menyukai seseorang hanya dalam pertemuan singkat?"
"Mungkin kau akan lebih sering bertemunya, selagi b*rahi mu belum tercapai."
"Tidak mungkin." Disaka tertawa meremehkan ucapan temannya itu.
"Jika menurutmu dia cantik, gadis itu sudah pasti memang cantik. Aku tak yakin kau bisa menahannya Disaka."
"Cih! Kau terlalu sering menggodaku!"
"HAHAHA.... Baiklah, ada lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Sungguh hanya s*x yang bisa mengobati ku?"
"Em... Ada juga yang lain."
"Apa?"
"Cinta."
Disaka kembali berdecak, segara bangkit.
"Pergilah."
"Baik."
Semudah itu Disaka mengusir seseorang, hidupnya sudah seperti raja. Kembali aku mengingat pembahasan dari Disaka dan jim.
Apa pria menyeramkan ini memiliki kelemahan? Apa maksudnya senja, lalu hubungan s*x? Sedikit sulit memahami pria ini.
Aku menghela nafas, mungkin aku akan memahaminya seiring waktu. Karna aku tahu, untuk kedepannya aku dan Disaka akan semakin dekat.
Sekilas aku melihat Disaka merasa resah, kedua halisnya saling bertautan.
"AKHH!!!"
Pria itu mengusap kasar wajahnya, menatap langit-langit ruangan. Sesekali ia menghela nafas.
"Apa harus ku coba?" Gumamnya.
"Siapa sebenernya kau? Kenapa terus muncul dalam mimpiku....."
Sejenak aku berfikir, apa Disaka memiliki masa lalu yang berakhir trauma?
Kembali Disaka mendudukkan tubuhnya. "Apa harus ku coba bersama vely?"
Hari mulai terasa gelap. Mengisi malam dengan bintang, rembulan yang terang rasanya aku tak ingin yang lebih selain malam ini.
Aku duduk di sisi jendela, ada banyak bintang yang bisa ku gapai dalam pandangan. Seandainya aku masih hidup.
Iris mataku tertuju pada Disaka yang datang menghampiri ku, mendudukkan tubuhnya di sampingku dengan segelas wine.
Tok..
Tok...
Tok...
Ceklek....
"Disaka....." Suara lembut seorang gadis memalingkan ku.
Menatap ke arah sumber suara itu, aku melihat gadis yang sama dengan yang kemari di rumah Disaka.
"Ah vely?"
"Apa aku mengganggu mu?"
"Tidak, duduklah."
Gadis yang di panggil vely itu mendudukkan tubuhnya, penampilannya semakin s*ksi. Rasanya aku sesak saat menatap milik vely terhimpit, hingga menonjol keluar.
"Apa gadis ini tengah menggoda Disaka?"
"Ada apa?" Tanya Disaka seraya mendudukkan tubuhnya berhadapan dengan vely.
"Aku ingin meminta maaf untuk kejadian kemarin, aku tau aku berlebihan Disaka."
"Ahh.... Itu, tak apa."
"Sungguh? Itu artinya kita masih tetap berteman? Aku masih bisa menemuimu?"
"Ya, hanya teman."
Ku lihat senyuman vely pada Disaka, gadis ini memang cantik.
"Em... Apa kau sibuk Disaka? Aku ingin mengajakmu makan malam bersama."