Dahulu ketika ibunya masih hidup, kehangatan dan kebahagiaan tak pernah ada habisnya dirasakan keluarga itu. Ibunya bernama Sahara, cantik dan anggun. Di desa itu ada dua wanita tercantik menurut beberapa warga, Sahara dan seorang gadis bernama Alena. Kedua gadis itu bagaikan bidadari yang turun dari kayangan, kata orang Aris beruntung mendapatkan isteri secantik Sahara pasca kecelakaan yang menimpanya ketika masuk hutan. Tak ada yang tau Sahara berasal dari desa mana, tiba-tiba ayahnya menyampaikan kepada tetua adat disana jika ia akan menikah. Semula mereka sempat mempertanyakan asal usul Sahara, tetapi setelah melihat KTP yang disodorkan Aris, akhirnya pernikahan itupun dilangsungkan dengan sederhana.
Walau Sahara sangat cantik namun dia ramah dan berhati mulia, penduduk desa sangat menyayanginya, selang satu tahun menikah, lahirlah sang buah hati yang diberi nama Nathan. Ayahnya bekerja serabutan, terkadang bertani di lahan orang, terkadang pula sebagai tukang batu, namun semuanya dilalui dengan bahagia. Tak pernah ada keluhan, semua kebutuhan selalu terpenuhi setiap harinya.
Itu beberapa cerita yang di dengar Nathan dari tetangganya, ketika sang ibu meninggal, hanya sepenggal cerita yang menurutnya sangat sedikit didapatkannya, ingin bertanya pada ayahnya bagaimana kehidupan mereka selanjutnya sampai lahirnya Nela tapi ayahnya hanya diam saja.
Nathan hanya teringat ketika dia berusia 8 tahun dan Nela berusia 5 tahun, mereka bermain kejar-kejaran, saat Nela terjatuh, ibunya segera memarahinya dan mengoleskan betadin kelutut adiknya itu.
"Lain kali jangan main kejar-kejaran, lihat adikmu terluka."
Nathan ingat bagaimana ibunya merawat keduanya dengan baik, keluarganya tak pernah kekurangan. Walau hanya bekerja serabutan namun kebutuhan sehari-hari mereka selalu terpenuhi, bahkan makanan di atas meja menunya selalu berganti setiap harinya. Padahal ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Diusia kecil seperti itu, Nathan sudah diajari bagaimana bertanggung jawab terhadap adiknya, Nathan diajari cara memasak, mencuci dan menyapu. Semua pekerjaan rumah bisa dikerjakan Nathan dengan baik, bahkan ketika ibunya sakit, maka Nathan yang merawat ibu dan adiknya.
Ayahnya sangat bangga padanya, sosok pekerja keras itu merasa tidak sia-sia diberkahi anak pertama laki-laki, mungkin sebagian orang ingin anak pertama perempuan karena nantinya bisa membantu meringankan pekerjaan ibu di rumah, tapi ternyata anak laki-lakipun bisa melakukan tugas seorang wanita.
Setiap malam ketika hendak tidur, ibunya selalu mendongengkan mereka dengan cerita-cerita rakyat yang didalamnya menyimpan pesan-pesan moral yang terus melekat di benak mereka sampai dewasa.
Bahkan ada satu cerita yang membuat Nathan ingin mengetahui kebenarannya, cerita tentang sebuah kerajaan yang terletak di sebelah hutan lindung. Usia delapan tahun adalah usia yang bisa merekam semua masa kecil dengan baik bahkan saat dewasapun cerita itu tetap tak akan hilang dari memorinya.
Di dalam hutan yang katanya terlarang ada sebuah kerajaan, pemimpinnya adalah seorang raja yang sangat bijaksana, namun tak segan-segan dia menghukum rakyatnya yang berbuat kesalahan. Di kerajaan itu terdapat harta karun yang tak ternilai, harta itu adalah milik raja dan akan dibagikan kepada rakyat yang membutuhkannya. Konon raja memiliki seorang puteri yang sangat cantik, banyak pemuda-pemuda tampan bahkan pangeran dari kerajaan-kerajaan tetangga ingin mempersuntingnya, namun puteri itu lebih memilih seorang pemuda miskin sampai membuat sang raja marah dan membuang puteri ke hutan.
"Masa harus di buang kehutan, lalu bagaimana nasib sang puteri setelah dibuang kehutan ?" tanya Nathan dengan polosnya.
Puteri menikah dengan laki-laki pilihannya dan punya anak. Cerita itu hanya berhenti disitu.
Esok harinya, sebagai anak yang selalu ingin tahu, terus mencerca Sahara dengan pertanyaan yang membuat ibunya terus tertawa.
"Apa puteri itu adalah ibu ? Jika begitu aku dan Nela adalah cucu sang raja dong."
Sahara membelai kepala kedua anaknya dan mencium kening mereka. Wajah cemberut Nathan yang tak mendapatkan jawaban yang dinginkannya membuatnya semakin gemas.
Esok harinya Nathan yang sudah duduk di bangku kelas dua sekolah dasar itu ingin membuktikan cerita ibunya, benarkah di hutan itu ada kerajaan yang tersembunyi ?
Sepulang sekolah Nathan tak langsung pulang ke rumah, dia mengendap-endap keluar dari sekolah melalui pintu belakang. Kebetulan jarak dari sekolah ke hutan itu tidak terlalu jauh. Ada police line terpajang di area yang menuju kawasan hutan lindung. Sebuah papan bertuliskan, "Area terlarang, dilarang masuk," Nathan membacanya sepintas. Karena sudah siang hari, jadi banyak masyarakat desa yang sudah kembali ke rumah masing-masing untuk istirahat. Nathan memberanikan diri masuk ke dalam hutan. Rasa lapar dan haus yang menderanya tak menyurutkan langkahnya untuk terus menyusuri hutan lindung itu.
Sahara melihat jam dinding, dia kebingungan mengapa pada jam ini Nathan belum pulang ? Dia keluar sambil menggendong Nela bertanya kepada beberapa orang yang melintas di depannya.
"Maaf pak, apa melihat Nathan ?"
Semua yang ditanyai menggelengkan kepala bahkan ketika Sahara menemui kepala sekolah malah semakin membuatnya bingung.
"Anak-anak kelas dua biasanya sudah pulang pada jam sebelas siang."
Dan sekarang sudah jam dua siang, akhirnya Sahara menemui suaminya di ladang.
"Ayah, Nathan hilang !"
Nampak kepanikan di wajah kedua orang tua itu. Nela yang berada dalam gendongan tak mengerti apa-apa hanya diam saja dan terus mengemut permen di dalam mulutnya sampai berlepotan.
Sebagian warga turut membantu mencari keberadaaan Nathan, sampai menjelang sore tak ada juga yang berhasil menemukannya.
Dengan wajah putus asa Aris dan Sahara kembali ke rumah, setelah memandikan dan menyuapi Nela, Sahara berkata.
"Ayah, apa jangan-jangan Nathan masuk kehutan lindung itu ?!"
Aris yang sedang membasuh tubuhnya dengan air di dekat sumur segera berpaling, "Apa maksudmu ?"
"Semalam, ketika hendak tidur aku menceritakannya tentang kerajaan yang terdapat di hutan itu, " Sahara berkata sangat pelan, takut suaminya akan marah.
Pada akhirnya Aris memang marah, "Apa kau sudah gila ? Anak sekecil itu daya ingatnya sangat kuat, kau pikir ini lelucon ?"
"Maafkan aku, tidak seharusnya aku bercerita seperti itu."
"Sudahlah aku nanti yang akan mencarinya disana."
"Aku ikut denganmu."
"Tidak, kau jaga Nela, aku sendiri yang akan kesana."
"Bagaimana jika..." Sahara tak meneruskan kalimatnya, dia hanya menatap sendu kepergian suaminya.
Aris memutuskan untuk mencari anaknya seorang diri di hutan lindung. Bayangannya akan kisah kelam yang dialaminya membuatnya sedikit bergidik, namun demi sang buah hati, dia rela menorobos hutan itu hanya dengan berbekal senter dan sebuah pedang di tangan.
Masyarakat yang melihatnya sempat mencegahnya, namun dia tetap bertekad masuk hutan. Akhirnya beberapa masyarakat yang membawa obor hanya bisa menemaninya sampai di batas police line, mereka dilanda kecemasan. Sahara di dalam rumah pun semakin berdebar, terpikir olehnya ingin melakukan sesuatu demi melindungi suami dan anaknya.