Aris telah melewati garis polisi, semakin ke dalam, hutan itu semakin menyeramkan. Sebuah bayangan berkelebat, Aris waspada. Rupanya hanya seekor kelelawar. Ada jejak tapak kaki ukuran anak kecil di sepanjang jalan, Aris semakin yakin jika anaknya masuk ke hutan ini.
"Siapa itu ?" Teriak Aris tatkala melihat sebuah bayangan yang menurutnya itu adalah bayangan yang sangat dikenalnya.
Tak ada rasa gentar dalam hatinya, apapun yang terjadi, anaknya harus selamat.
"Nathan ?" Panggilnya dengan pelan.
Karena tak ada sahutan dia terus meneriakan nama anaknya dengan keras sehingga menggema di seantero hutan itu.
"Siapapun kalian, kembalikan anakku !"
Tak ada sahutan, sebuah bayangan berkelebat lagi lalu terdengar tangisan anak kecil. Itu suara Nathan.
"Nathan ! Jangan takut nak, ayah disini, ayah akan melindungimu."
"Ayah!" Terdengar suara Nathan yang sangat ketakutan.
Aris yang hanya mengandalkan cahaya dari senter kecilnya tak bisa melihat dengan jelas dimana Nathan berada. Seketika wajahnya pucat pasi, nampak Nathan sedang di dekap oleh sosok tubuh besar yang menyeramkan, bisa dibayangkan bagaimana takutnya Nathan. namun Aris sempat mengakui nyali putera sulungnya ini, orang awam pasti akan pingsan, jangankan di dekap seperti itu, melihat saja pasti sudah membuat mereka pingsan.
Sebagai seorang laki-laki yang pernah selamat dari hutan itu, tidak gentar sekalipun menghadapi wajah menyeramkan yang kini mendekap anaknya.
"Nathan tutup mata nak, ayah akan menyelamatkanmu, jika ayah belum memintamu membukanya jangan lakukan ya ?"
Nathan menurut, dia mengangguk dan menutup matanya lalu terdengarlah dentingan senjata tajam saling beradu, awalnya hanya satu lalu terdengar semakin banyak. Nathan sudah berjanji pada ayahnya untuk tidak membuka mata, perlahan dia merasakan tubuhnya melayang lalu terdengar suara ibunya.
"Dia selamat, tolong bawalah dia pulang, aku akan menghadapi mereka. Jangan pernah kembali lagi kesini, percayalah aku pasti akan pulang."
Sahara menyerahkan Nathan pada suaminya, lalu meletakkan tangan di kepala Nathan. Hanya ini yang dia bisa lakukan untuk menghilangkan ingatan Nathan akan hutan ini.
Aries segera membawa Nathan keluar dari hutan itu, masyarakat yang menunggu di tepi hutan terhenyak, nampak kelegaan terdengar dari helaan nafas mereka.
"Syukurlah kalian selamat, ayo kita pulang," perintah pak Rt kepada warga yang membawa obor.
Walau Nathan sudah ditemukan, namun kecemasan belum hilang dari wajah Aris. Dibaringkannya tubuh Nathan disamping Nela. Aris sebentar berdiri, sebentar duduk, lalu melongokkan kepalanya keluar jendela. Terdengarlah suara batuk isterinya dari arah dapur.
Isterinya jatuh tak sadarkan diri, darah kental keluar dari mulutnya.
"Tolong...tolong!"
Masyarakat yang baru saja masuk ke dalam rumah dikejutkan oleh teriakan dari rumah Aris. Mereka berbondong-bondong masuk ke rumah Aris yang nampak belum terkunci. Nampaklah oleh mereka Sahara dalam pelukan Aris dengan darah kental keluar dari mulutnya.
Aris yang melihat sebuah benda berbentuk bintang menancap di punggung isterinya, dia segera mencabutnya perlahan dan menyembunyikannya di saku celananya, oh Tuhan senjata beracun. Karena isterinya terlalu banyak mengeluarkan darah, dan racun terus menjalar di seluruh tubuh, akhirnya nyawanya tak tertolong.
Sejak saat itu Aris terlihat murung, Nathan tak tahu apa yang terjadi. Yang dia tau ibunya meninggal karena sakit, muntah darah lalu meninggal.
Dua bulan lamanya Aris berkabung atas meninggalnya sang isteri tercinta, sudah banyak tawaran dari beberapa warga untuk menjodohkannya dengan janda di desanya namun Aris terus menolak. Sampai ketika Nathan dan Nela jatuh sakit tak ada yang bisa merawat mereka, persediaan di dalam rumah habis. Keadaan ini menuntutnya untuk kembali mencari nafkah untuk kedua anaknya. Dalam kondisi ini akhirnya dia menerima tawaran warga yang menikahkannya dengan seorang gadis yang sudah lama memendam rasa padanya namun tak pernah diketahuinya. Namanya Ningsih. Dialah ibu sambung Nathan dan Nela saat ini. Gadis perawan yang menolak menikah kecuali dengan Aris, akhirnya keinginannya terkabul, mereka menikah, dan Ningsih jualah yang merawat Nathan dan Nela sampai mereka berusia tujuh belas dan lima belas tahun.
***
Ujian sekolah dimulai hari ini, Nathan buru-buru pulang ke rumah setelah menyerahkan hasil ujian tertulisnya. Ujian Sekolah Menengah Atas selesai maka seminggu kemudian ujian Sekolah Menengah Pertama.
Nathan sengaja tidak berlama-lama di sekolah karena dia ingin melindungi adiknya dari kekerasan di dalam rumah.
Nathan tak pernah tau ada dendam apa ibu sambungnya itu terhadap Nela. Toh Nela itu adiknya juga.
Pernah suatu hari dia bertanya pada Ningsih perihal perlakuannya yang tidak adil itu.
"Ibu, aku ingin tahu kenapa kau selalu saja menyakiti Nela."
Ningsih tertegun sesaat dan memandang anak laki-lakinya itu.
"Ibu tidak menyakitinya, tapi ibu menghukumnya, yang namanya salah pasti dihukum," kilahnya. Tangannya tak berhenti mengolah adonan roti pesanan warga. Namun dia waspada.
"Kesalahan Nela apa bu, jika terlambat pulang sekolah bukan berarti harus dihukum, cukup diperingati. Lagian kenapa hal itu hanya berlaku pada Nela, toh aku juga sering terlambat pulang sekolah"
Nathan memprotes ibu sambungnya yang terlihat tak sekalipun melihat dirinya yang sedang duduk di hadapannya. Nathan tak tau jika sebenarnya, Ningsih sering-sering meliriknya dengan jengah.
"Laki-laki berbeda dengan perempuan, menjaga anak perempuan itu sama dengan menjaga sebuah telur jangan sampai retak."
Nathan tak terima dengan alasan sang ibu yang menurutnya tidak masuk akal.
"Tapi ibu terlalu berlebihan menghukumnya."
Ningsih mulai gerah melihat Nathan terus membela adiknya.
"Dengar Nathan, kau itu tidak perlu terlalu membela adikmu, karena kalian tidak lahir dari rahim yang sama. Sudah sana, ganti bajumu dan bantu ibu memanggang roti ini."
Kening Nathan mengernyit, dia berusaha mencerna kata-kata Ningsih. Jika bukan lahir dari rahim yang sama lalu Nela anak siapa ? tapi menurut Nathan, sewaktu ibunya masih hidup, ibunya selalu memperlakukan Nela layaknya memperlakukan anak kandung.
Untuk urusan yang satu ini Nathan masih mendiamkannya, akan tiba saatnya dia tahu kebenaran itu. Lagian ayahnya tak sekalipun membedakan keduanya. Malah ketika ayahnya sebelum ke Malysia sempat berpesan.
"Jaga adikmu dengan baik, dia adalah tanggung jawabmu sekarang. Ayah percayakan dirinya padamu."
Menjelang ujian Sekolah, Nela sedang belajar di kamarnya. Lalu lampu tiba-tiba padam. Di rumah tetangga lainnya lampu menyala, artinya terjadi korsleting listrik di rumahnya.
Sebagai laki-laki Nathan berusaha mencari sumber korsleting listrik dan ternyata berasal dari colokan kipas angin di kamar Nela.
Untuk menutupi itu Nathan bertindak cepat, takutnya hal kecil ini lagi yang memicu kemarahan ibunya pada Nela. Namun terlambat, dengan masih memegang senter ibunya tiba di kamar Nela.
"Oh jadi ini ulahmu, kebiasaan kau ya, mau hidup enak, apa kau tidak tau jika ibu sedang membuat es lilin dan kau seenaknya menggunakan kipas angin ? Lihat hasilnya," Ningsih segera menghampiri Nela dan menarik rambutnya dengan keras.