Nezi melihat mobil yang ditumpangi Dexa telah meluncur ke jurang. Jurang yang Nezi lihat ternyata sangat dalam dan curam. Jika Levo tak datang cepat, pasti mereka akan terbakar bersama. Meski Dexa tak ikut terbakar, tapi Dexa bisa merasakan sakit akibat terbakar itu. Lagipula, mereka takkan membiarkan Andrew mati terbakar sia-sia. Mereka masih perlu menginterogasi Andrew untuk mencari bukti kejahatan dan pada akhirnya semua akan terbongkar.
Mea mendekati Nezi yang terpaku diam. Sepertinya Nezi sedang was-was karena Dexa dan Levo masih asyik dengan tragedi buatan mereka. Sebenarnya Nezi sangat khawatir, tapi jika ada Levo di sana, sudah pasti semua akan baik-baik saja.
"Kau mencemaskan mereka?" Mwa menyenggol Nezi. Membuyarkan konsentrasi sosok itu. Nezi mulai merilekskan matanya. Mengendurkan otot tegang yang membuat kepala menjadi pening.
Seketika Nezi menoleh pada Mea dan Sena yang sudah ada di sisinya. Tak tertinggal Zack yang sudah duduk dengan napas terengah-engah. Membuat api yang begitu cepat membesar membutuhkan tenaga.
Jauh dari tempat mereka terlihat kebulan asap. Pasti apinya belum padam. Atau sudah coba dipadamkan tapi kesulitan. Atau mungkin sudah menjalar ke mobil yang ada di dekatnya. Ah, pasti seru melihat mereka kelabakan. Semoga dengan Andrew meninggalkan mereka kala susah, mereka sadar jika Andrew bukan atasan yang baik dan memanusiakan.
"Hei?" Nezi kembali tersadar kembali. Ia sempat tersadar dari lamunan sebelum akhirnya jatuh pada lamunan kembali. "Apa yang kau pikirkan, Nezi?" tanya Mea yang heran dengan tatapan kosong seorang Nezi. Sebab, Mea belum pernah melihat Nezi hilang konsentrasi.
"Aku hanya lelah." Alasan Nezi yang masuk akal membuat Mea mengerti dan berhenti bertanya. Nezi dan Dexa baru saja melakukan perjalanan untuk mendapatkan informasi tentang Andrew. Informasi itu akan sangat membantu saat menginterogasi Andrew nanti. Perjalanan yang Nezi lakukan jelas tidak mudah. Pasti menguras emosi karena Nezi harus tertekan di antara masyarakat yang sempat melayangkan hujaman kasar yang tak benar.
"Duduklah. Sebentar lagi Levo pasti akan menyusul kita." Zack menarik ujung celana panjang Nezi. Menyuruh sosok itu untuk rileks. Zack tau, Nezi sangat mudah santai dan sangat mudah tegang. Jika suasana santai, Nezi akan mudah beradaptasi dengan ketenangan. Tapi jika sudah menegang, Nezi akan menegang lebih lama.
"Hei, Zack. Apa yang kau pikir jika Fany menikmati apa yang dilakukan oleh Leo padanya?"
Mendengar pertanyaan tak senonoh dari Mea yang timbul secara tiba-tiba, Zack sontak melotot kesal. Hingga urat nya terlihat membesar.
"Pertanyaanmu sangat menyebalkan." Sena menyambar dengan kekehan. Membuat Zack semakin kesal.
"Jangan bahas itu. Meskipun Fany menyukainya, aku juga takkan pernah memaafkan Leo yang sudah merenggut kebahagiaan Fany."
Nezi melirik Zack. Sosok itu akhirnya duduk di sebelah Zack dan menepuk bahunya. "Tenanglah. Sekarang Fany sudah bahagia. Aku yakin itu."
Zack mengangguk. "Ya, aku juga ingin mendengar kalimat itu. Tapi aku juga ingin melihatnya sendiri."
"Aku pikir, kau jangan menemuinya." Saran dari Nezi membuat Zack mengernyit heran.
"Memangnya kenapa? Aku merindukannya."
Nezi terdiam sesaat. "Sesuai dengan apa yang kulihat, Fany sedikit menyesal karena menuruti apa kemauanmu untuk mencari tau soal Andrew. Kurasa ada sedikit rasa benci di hatinya padamu. Jadi, kupikir kau jangan pernah lagi menemuinya. Dia sudah melupakan semua kesalahan yang telah kau perbuat. Jika kau muncul dan menanyakan apakah dia baik-baik saja, sudah pasti dia akan kembali teringat dan bersedih. Bahkan ... dia bisa mengatakan jika dia membencimu."
Zack terdiam. Begitupun dengan Sena dan Mea. Mereka memahami hal itu. Tapi yang Zack pikirkan adalah Leo penyebab semua kepedihan Fany. Padahal dirinya juga termasuk penyebab dari keterpurukan Fany sekarang. Bahkan Fany juga berpeluang besar untuk membencinya.
"Zack, lebih baik sekarang kita kembali ke tempat kita." Sena memecah keheningan.
"Lebih baik kau urus dulu Sekretaris yang masih berlari itu." Zack menunjuk seorang gadis yang berlari hingga ke arah mereka. Sena hampir lupa, pasti sekretaris itu merasa kakinya hampir copot karena berlari sejauh ratusan meter.
Sena menghela napas pelan. "Ah, aku lupa."
Mea menggeleng dengan terkekeh. Meski sekretaris itu berlari ke arah mereka dengan wajah pucat pasi, sekretaris tak melihat adanya mereka di sana.
"Berhenti lari." Setelah Sena mengatakannya, Nezi melihat gadis itu berhenti dan terengah-engah. "Duduk di tempat."
Gadis itu pun terlihat duduk di tempat. Sudah lebih dari cukup. Setidaknya gadis itu bisa merehatkan kakinya agar tidak putus begitu saja karena berlari ratusan meter.
"Cairan Kendaliku cukup mengerikan, Sena. Kau ilmuan gila kebanggaan yang salah tempat." Zack menyindir setelah merasakan cairan Sena dalam tubuhnya. Semua kendali benar-benar diambil alih oleh Sena. Alat geraknya seolah mati rasa tapi masih bisa bergerak selama Sena yang meminta.
"Kuanggap itu pujian." Sena tersenyum miring menatap Zack.
"Ah, lebih baik kita pulang." Mea langsung bangkit. Ia menatap sekilas tubuh Dexa yang belum sadar. Itu berarti Dexa masih ada di tubuh si sopir. Berarti belum ada lima menit Levo dan Dexa berada di tragedi buatan mereka itu.
Nezi juga mengalihkan pandangannya pada tubuh Dexa. Sosok itu masih tak sadarkan diri seperti orang mati. Bagaimanapun Zack menamparnya, Dexa tetap tak bergeming.
"Zack, kau melakukannya karena membenci Dexa kan?" Sena melirik malas.
"Sedikit. Tapi aku hanya ingin bermain-main." Zack masih terus melayangkan tamparan demi tamparan. Sembari terkekeh kecil karena rasa puas di hatinya.
"Cukup, Zack. Kau bisa membuat wajahnya babak belur." Mea menyergah. Tapi Zack tak peduli.
"Sekali lagi." Zack menggosokkan kedua tangan sambil meniupnya. Ia akan melayangkan tamparan yang begitu panas untuk Dexa. Mumpung sosok itu sedang tak sadar dan mau menjadi samsak gratisnya.
Satu
Dua
Ti—Haapp!
Baru saja ingin mendarat, tangan Zack tertahan. Bukan oleh Sena, Mea, atau Nezi. Tapi tertahan oleh Dexa sendiri.
"Uh! Kau membuatku makin pening, Zack! Terjun ke jurang curam dengan permukaan tak rata membuat kepalaku terasa berputar. Saat kembali ke tubuh, ternyata kau menyakitiku. Kenapa tak sekalian kay bunuh saja, huh?" Dexa mengoceh sambil memejamkan mata dan menahan tangan Zack. Meski mulutnya komat-kamit, Dexa masih tak mampu membuka mata. Jika ia membuka mata sudah pasti ia akan muntah sekarang. Sebab, kepalanya masih terus berputar dan pening yang tak tertahankan.
Zack langsung menepis tangan Dexa dengan kasar dan menjauh. Membuat Nezi mendekat lalu memberi bantuan Dexa agar lebih tenang.
"Sepertinya kita harus kembali ke markas. Sena dan Mea, kalian bisa pergi dulu." Nezi memberi perintah.
"Baiklah." Sena dan Mea pun langsung bergegas. Karena mereka sesama memakai pakaian hitam untuk melayat, jadi mereka aman dari rasa curiga mata yang melihat.
Sedangkan Zack yang masih berpakaian compang-camping langsung turun kaki dan berjalan gontai seperti manusia kepalaran tak pernah makan selama sewindu.
Meninggalkan Nezi dan Dexa yang masih tak sadarkan diri. Tapi setidaknya Nezi tenang. Karena rencana Levo berhasil meski sempat meleset.
***
Kini mereka telah kembali ke markas. Nezi dan Dexa juga baru saja sampai. Akan tetapi, Levo masih belum ada. Sepertinya Levo langsung pergi ke tempat eksekusi.
Blackhole memiliki dua tempat eksekusi. Eksekusi pertama dan eksekusi akhir. Yang pertama adalah tempat di mana target utama seperti Andrew akan di bawa Levo ke sebuah gubuk kecil yang jauh dari keramaian. Bahkan hanya anggota Blackhole atau bahkan hanya Levo saja yang tau tempatnya. Para anggota lain hanya numpang dengan Levo untuk bisa pergi ke sana. Biasanya Levo akan mengajak Sena untuk membawa cairan kejujuran. Di mana cairan itu akan menstimulasi otak untuk mengatakan yang sebenarnya. Meski tak semua hal bisa dikorek. Karena ada sesuatu yang tak bisa digali meski si target sudah meminum cairan tersebut.
Misalnya, si target sedang berada di pengaruh kemampuan orang lain. Atau si target telah meminum cairan tertentu dari orang lain. Maka cairan kejujuran Sena takkan mampu membuat otak berkata jujur. Semua kejujuran tak bisa didapatkan. Meski tetap bisa terdorong untuk jujur tapi takkan banyak kejujuran yang akan mereka dapatkan.
Tempat pertama ini akan membawa target utama dalam kesulitan sebelum kematian. Mereka akan dipaksa untuk memberi keterangan sejujurnya di depan kamera dan film kamera itu akan sengaja dibuang Levo ke tempat yang mudah di cari oleh para penyidik atau para detektif dari polisi. Para oknum negara itu sudah pasti akan mencari keberadaan Andrew kare a dalam tragedi buatan Levo, Andrew menghilang tanpa jejak. Meski akan dinyatakan hilang setelah kecelakaan, tapi para detektif takkan sebodoh itu. Mereka pasti akan mengarah kepada para anggota Blackhole. Terlebih, sudah banyak korban berjatuhan akibat ulah Blackhole dan semua itu para tikus berdasi yang meresahkan.
Kini Nezi sedang mengintai di mana keberadaan Levo. Ia melihat bahwa benar adanya Levo sedang bersama dengan Andrew di tempat eksekusi pertama. Levo terlihat sedang berdiri mematung saja. Sedangkan Andrew masih pingsan di kursi dengan ikatan yang kencang. Meskipun sosok itu kabur, Levo tetap mampu mengejar Andrew hingga dapat.
"Levo masih bersama Andrew. Sepertinya sebentar lagi dia akan ke markas." Nezi menetralkan pandangannya. Kemudian ia mengalihkan tatapan pada Sena yang sibuk di meja praktek. Sepertinya gadis itu tak tahan jika semenit saja tidak mengotak-atik cairan baru. "Sena, sepertinya kau harus bersiap. Levo pasti akan menjemputnya setelah ini."
"Tidak. Levo tidak akan menjemputku." Dengan santai, Sena mengatakannya sambil menuang sebuah cairan lain ke dalam erlenmeyer.
"Kenapa? Bukankah dia membutuhkan cairan kejujuranmu?" timpal Mea yang terheran juga. Tak hanya Nezi yang mengerutkan kening.
"Ya, dia sudah membawanya. Entah dia akan menggunakannya atau tidak, aku tak tahu. Dia tak mengatakan apapun saat aku tanya."
"Aku hanya butuh Dexa." Tiba-tiba saja suara Levo terngiang di telinga mereka. Sontak semua perhatian langsung terarah ke sosok yang baru saja datang.
"Aku?" Dexa menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. Kebingungan dengan apa yang dikatakan Levo, Dexa melirik ke arah Nezi. Sedangkan Nezi hanya mengedikkan bahu tak tahu menahu apa yang akan dilakukan oleh Levo.
"Ikut aku. Kau harus menceritakan apa yang kau lihat beberapa tahun yang lalu." Levo menatap Dexa dengan penuh keseriusan. Hal itu membuat Dexa terheran hingga bingung dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Cerita apa?" tanya Dexa masih tak paham. Sedangkan para anggota lain hanya mampu diam melihat Dexa yang kebingungan.
"Ikutlah saja dengan Levo. Kau akan tau nanti di sana." Mea menyambar. Diangguki oleh Nezi dan Zack.
"Daripada kau bertanya terus dan membuat konsentrasiku buyar." Sena menempilkan kalimat yang menyebabkan.
Dexa mendelik. "Baiklah. Aku ikut denganmu."
Levo tersenyum. "Ada hal yang ingin kukatakan juga padamu."
"Apa?"
Levo menepuk bahu Dexa dan mereka menghilang seperti terhembus angin. Mereka berpindah tempat entah ke mana. Sudah pasti berpindah ke tempat yang Levo tuju.
"Nezi, ke mana Levo pergi?" tanya Mea penasaran.
Nezi menggeleng. "Aku belum melihatnya."
"Aku penasaran. Apa yang ingin dikatakan Levo pada Dexa hingga harus membawanya pergi? Sepertinya Dexa sangat spesial untuknya."
Meski diam, Zack tau apa yang membuat Dexa begitu berharga bagi Levo. Tapi sebenarnya semua anggota berharga bagi Levo. Hanya saja, sepertinya Dexa memiliki nasib yang sama dengan Levo. Hingga Levo melihat Dexa sebagai cerminan dirinya dan tak bisa membiarkan Dexa terluka begitu saja. Atau terkesan sebagai pilih kasih.
"Bagaimana, Nezi? Kau sudah melihat Levo?"
Nezi mengangguk. Ia melihat Levo. Tapi ia tak mungkin mengatakan di mana Levo berada bersama Dexa.
"Ke mana mereka pergi?" tanya Mea lagi. Sepertinya gadis itu sangat penasaran dengan Levo dan Dexa.
"Mea, diamlah. Kau membuat konsentrasi ku buyar." Sena mulai kesal. Sebenarnya gadis itu juga penasaran. Tapi sebisa mungkin ia mengalihkan perhatian ke penelitian atau uji cobanya. Sebab, Levo sangat kurang suka jika harus dikepoin.
Sena juga ingin tau apa yang membuat Levo sangat tumben tidak mengajaknya ke tempat eksekusi pertama untuk membuat target mereka jujur dengan cairan kejujurannya. Hal itu sangat menganggu. Karena dengan Levo tidak mengajaknya dan justru mengajak anak baru seolah membuat hatinya sakit karena diduakan.
Ya, namanya cemburu. Saat Levo datang membawa Nezi pun, Sena sempat cemburu. Bahkan saat membawa Mea hingga Zack juga membuat Sena cemburu. Padahal sudah ada Nezi. Tapi Sena merasa akan banyak saingan yang berlomba mencari kasih sayang seorang Levo.
Baginya, Levo adalah kakak sekaligus sosok yang mampu membuatnya menjadi sosok berguna. Sejak awal, Sena selalu dibuang. Meski, kecerdasannya diluar nalar, tapi Sena dianggap tak berguna. Sungguh sedih jika mengingat masa lalu. Tapi kehadiran Levo membuatnya kembali semangat dan pada akhirnya berhasil membuat cairan-cairan dan ramuan luar biasa. Bahkan Levo pun sering memujinya dengan tulus. Membuatnya sangat penting di mata Levo.
"Sena!" Sena terkejut dengan teriakan Mea. Ia tersadar jika sedari tadi cairannya tumpah dan membuat jas laboratorium nya menjadi kekuningan.
"Ah, sial! Untung saja hanya ammonia. Kalau tidak, bisa terbakar jas laboratorium ku!"
"Astaga! Apa yang kau pikirkan hah? Kau bisa membakar markas."
Sena mendelik kesal. "Tidak akan, Mea. Markas ini tangguh. Cairanku hanya sebatas meledak di mukaku saja."
Zack terkekeh. "Sepertinya kalian lapar. Aku akan membawakan kalian makan."
"Kau mau ke kedai Fany lagi?"
Zack mengangguk. "Aku ingin membakar kedai itu. Tapi aku masih kasihan dengan para rekan toxic Fany yang membuatku kesal."
"Jangan buat keributan, Zack. Kau bisa mengundang rasa penasaran polisi dan itu membuat kita bahaya." Mea melarang.
"Iya, aku juga tidak bodoh!" Zack melempar bantal ke arah Mea.
"Zack! Kau melukai wajah cantikku!"
"Ah, wajah cantik bagi Nezi. Bagiku Fany tetap tercantik."
"b***k cinta!"
Zack tertawa sarkas.
Melihat ketiga temannya ribut, Nezi tak peduli. Ia hanya berpikir satu hal. Untuk apa Levo membawa Dexa ke makam Moza.
***