20

2699 Kata
"Tunggu." Zack menyergah. Membuat Levo mengernyit. "Apa lagi?" "Kau belum menjelaskan kembali apa yang harus kita lakukan. Kau harus mengesahkan rencana kita seperti biasa, Lev." Zack memang benar, Levo biasanya akan mengulang kembali rencana dan membuat mereka benar-benar paham dengan apa yang akan mereka lakukan. Agar apa yang terjadi sesuai dengan rencana. Tidak ada yang rumpang atau bahkan gagal. Sebab, akan sangat berbahaya bagi mereka. Levo memijat keningnya. Sebenarnya itu hal yang menjengkelkan. Karena ia akan menguras tenaganya untuk menjelaskan. "Baiklah. Aku akan mengulangi rencana kita. Tugas masing-masing dari kalian cukup sederhana. Aku yakin, rencana kita akan berhasil." Semuanya terdiam. Termasuk Zack. Levo kembali duduk di kursi kebesarannya dan menatap satu demi satu anggota Blackhole. Apapun yang terjadi, Levo takkan membiarkan salah satu di antara mereka mati. Termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Ia akan lakukan jika keadaan sangat mendesak. Setidaknya, tidak ada yang mati sebelum dirinya sendiri mati. Sebab, yang menyeret mereka ke dalam lingkaran hitam ini juga dirinya. Dirinya harus bertanggung jawab sebagai pendiri organisasi gelap yang meresahkan masyarakat golongan atas. Tapi dipuja oleh masyarakat golongan bawah dan menengah. Levo berdeham sebelum memulai menjelaskan kedua kali tentang misi mereka dan apa saja tugas masing-masing dari mereka. Mereka semua turut andil. Sena sekalipun. Meski yang berperan adalah cairannya. Tapi Sena juga yang membuat cairan tersebut. "Jam sembilan lebih enam belas menit. Sekarang aku akan menjelaskan tentang apa yang akan kita lakukan hari ini. Misi menculik Andrew. Harus penuh dengan kecerdikan agar Andrew menghilang tidak secara tiba-tiba. Tapi dengan tragedi." Dengan seksama, mereka mendengarkan penjelasan Levo yang sudah pasti akan menyita waktu yang panjang. "Tepat jam sepuluh, kita harus sudah sampai di tempat. Menurut informasi dari Mea yang berhasil menyelundup ke lingkungan Andrew, Andrew akan perjalanan dari rumah sekitar jam sepuluh ke makam sebelum meeting besar di istana negara di mulai. Saat Andrew tiba, Mea maku pertama. Mea akan mengambil kunci salah satu mobil agar kita bisa membuat beberapa bodyguard pergi mencari kunci itu. Kemudian, Zack maju kedua. Kemungkinan besar, mereka akan membawa dua mobil. Zack akan membakar salah satu mobil. Hanya untuk pengalihan agar beberapa bodyguard yang masih di sisi Andrew akhirnya pergi dari sisi Andrew. Setelah Andrew hanya bersama dengan sekretaris dan bodyguard setianya, pasti mereka akan segera dibawa pergi dari tempat pemakaman umum. Sebelum pergi, Sena akan beraksi. Dengan cairan yang baru saja ia buat, ia akan menyiramkan cairan itu ke sekretaris. Efeknya mungkin sedikit lama. Tapi saat efeknya beraksi, di bawah kendali Sena, sekretaris itu akan pergi dan meninggalkan Andrew. Lalu, ketika hanya tertinggal Andrew dan supirnya, maka mereka akan bergegas pergi sebelum semua keadaan semakin kacau dan Andrew gagal ke pertemuan besar di istana negara. Saat itulah Dexa beraksi. Dia akan merasuki tubuh bodyguard yang juga merupakan supir pribadi Andrew. Kali ini akan sedikit membahayakan. Tapi aku yakin, semua akan berjalan dengan lancar. Setelah Dexa berhasil merasuki dan membawa Andrew di bawah kendalinya, Nezi akan mengatakan padaku di mana Dexa menbawa Andrew. Selanjutnya, aku akan datang dan menjemput Andrew seperti malaikat maut." Levo tersenyum miring. Rencananya sangat mulus. Ia berharap, kali ini akan berjalan dengan mulus juga seperti apa yang sudah direncanakan. "Zack, kau sudah paham apa yang kujelaskan?" tanya Levo. Hanya diangguki, oleh Zack. Meski tampak masih tak se-semangat biasa, Zack tetap profesional dan mau menjalankan misi dengan tenang. "Sena, Mea, Nezi?" lanjutnya. Kemudian ketiga rekannya itu hanya mengangguk. Setelahnya, Levo menatap Dexa yang menatapnya datar. "Dexa, kau siap melakukan hal berbahaya itu?" Sontak keempat anggota Blackhole lain menatap Levo dengan heran. "Tunggu, berbahaya?" Levo mengangguk. "Ya, kita akan menempatkan sebuah tragedi di sini." "Kau menggunakan Dexa untuk melakukannya?" tanya Mea dengan kening mengerut. "Tentu. Hanya dia yang bisa." Levo tak tanggung-tanggung menjawab. "Kau yakin dia mampu?" timpal Zack dengan nada remeh. "Jangan remehkan Dexa. Meski tampangnya bodoh, dia cukup cerdik." Entah itu adalah pujian atau hinaan, Dexa tak mempedulikan ucapan Nezi. Ia sudah hapal betul sikap Nezi sekarang. Zack dan Mea saling tatap. Mungkin heran karena Nezi sudah mulai membela Dexa si anak baru. "Sen, kau juga ikut. Semua sudah siap kan?" tanya Levo mengalihkan perhatian. Sena mengacungkan jempol. Gadis itu sudah berhasil membuat cara masuk Cairan Kendali yang berhasil ia ciptakan. Awalnya Cairan Kendali itu hanya berfungsi setelah masuk ke peredaran darah. Hal itu cukup merepotkan. Tapi pada akhirnya, akibat ketekunan dan kecerdikan seorang ilmuwan abal-abal seperti Sena berhasil mengubah cara masuk cairan dan mengendalikan tubuh orang lain dengan cairan itu. Sena cukup menumpahkan cairan itu ke kulit target sekitar lima atau lebih mililiter. Waktu tunggu masih belum dipastikan karena tak ada yang mau dijadikan sebagai marmut percobaan Sena lagi. Tapi Sena sudah mencobanya di kulit mencit. Mencit itu bergerak sesuai dengan kendalinya. Tapi kulit mencit dan kulit manusia berbeda. Hal itu yang membuat Sena sedikit ragu tapi ia tetap akan mencoba. Toh jika Sekretaris itu tidak mau menurut, dia akan terjebak juga di tragedi buatan Levo. "Oh, ya, Levo." Zack menahan lagi. Sebenarnya Mea sudah gatal ingin segera mulai. Tapi sosok itu terus menahan Levo untuk memulai start! "Ada apa?" Levo kembali terheran dengan sikap sosok yang sedang gundah gulana itu. "Fany baik-baik saja kan?" "Kau masih sempat menanyakan gadis itu! Kita sudah hampir mulai, Zack! Lupakan sejenak dia!" Mea mengomel. Tapi Zack hanya mencibir. "Dia baik-baik saja. Tenang saja. Percaya saja padaku." "Setelah ini, bawa aku ke sana." Levo mendesah pelan. "Baiklah. Aku akan membawaku ke sana setelah Fany setuju." "Levo..." "Zack!" Mea mulai kesal. Sena menyela percakapan antara mereka yang mulai ngelantur. "Lev, sudah jam sepuluh tepat." Levo menyeringai. "Game dimulai!" *** Fany melihat ke sekitar. Banyak sekali foto masa kecil Leo terpasang di sana. Rumah itu kecil dan sederhana. Meski tak sebesar rumahnya, rumah itu tampak nyaman. Meski sunyi, tapi cukup membuatnya tak merasa kesepian. Setidaknya, ibu Leo—Helen—bernasib sama dengannya. Sebatang kara. Dalam hati Fany bersyukur karena Levo punya pikiran untuk membuat Fany dan Helen bersama. Meski ada bumbu kebohongan yang dilontarkan Levo tentang keberadaan Leo pada Helen, tapi Fany memaklumi itu setelah tau jati diri Levo sebenarnya. Kematian Leo bukanlah hal yang membuatnya bahagia atau menderita. Apalagi setelah Leo melakukan hal b***t padanya. Ia sangat ingin membunuh Leo dengan tangannya sendiri. Tapi ia juga tak mampu. Leo melakukannya karena Leo mencintainya. Ya, hanya itu yang Leo katakan. Leo memang memaksa, tapi setidaknya Leo tidak melakukannya dengan kasar. Mengingat hal itu membuat Fany benci. Tapi kehilangan Leo juga terkadang membuat hatinya sedikit hampa. Apalagi saat mengingat bahwa kedua orang tua dan adiknya telah tiada. Begitu menyakitkan. Tapi sekarang ia berusaha untuk menerima semua takdir meski takdir sangat kejam. "Fany?" Fany menoleh ke pintu kamar. Di mana ada Helen di sana sedang tertidur di ranjang. Seandainya Leo bukan boneka dari Andrew, seandainya Leo tidak diperalat okeh Andrew, mungkin ia dan Leo akan menikah dengan cepat dan berbahagia bersama dengan Helen sekarang. Mereka akan menjadi keluarga kecil yang bahagia diantara keterbatasan Helen. Akan tetapi semua itu hanya mimpi belaka. Mimpinya juga begitu pahit hingga ia harus bangun dari tidur dan menjalani kenyataan yang tak kalah pahit. "Ya, Bu?" Fany menemui Helen. Terlihat Helen sedang berusaha mengambil minum di meja lampu tidur yang ada di sisi ranjangnya. Melihat itu, Fany tak tega dan langsung mengambilkan minuman itu untuk Helen. "Terima kasih, Fan." Helen tersenyum dengan manis di antara bibir pucatnya. Wajahnya tirus. Sudah pasti kurang asupan gizi. Apalagi Leo tak bisa memasak. Pasti sosok itu hanya membeli bubur untuk ibunya setiap pagi, siang, dan sore. "Bu, mau kubuatkan makanan? Ibu boleh makan nasi kan?" tanya Fany dengan sedikit takut. Takut jika Helen tersinggung dan menyulut percikan api. Alih-alih tersinggung, Helen justru tersenyum dengan manis. "Tentu saja boleh. Tapi Leo tak pernah membolehkan ibu makan nasi. Katanya takut kalau nanti perutnya sakit atau bagaimana. Padahal ibu baik-baik saja." "Kalau begitu, biar Fany masak untuk ibu." "Kau bisa?" "Tentu. Fany punya kedai di kota. Tapi kedai itu sudah Fany jual. Karena Fany ingin tinggal di sini bersama ibu dan Leo kelak." Fany bergetar pahit mengatakannya. Tapi itu semua agar suasana tampak baik-baik saja. Terkadang otak juga harus ditipu oleh diri sendiri agar menciptakan kebahagiaan meski kebahagiaan itu semu dan abu-abu. "Wah, itu keren. Kenapa kau menjualnya, Nak? Seharusnya lanjutkan saja. Kau bisa tinggal di sini dan kerja di sana." "Tidak, Bu. Fany mau fokus menjaga ibu dan menjadi istri yang baik untuk Leo." Mendengar ucapan Fany, Helen tersenyum lebar. Seolah mendapatkan malaikat yang selama ini ia idamkan. "Kau memang idaman ibu, Fan." Helen tampak gemas ingin mencubit Fany. Sedangkan Fany hanya terkekeh. Sikap Helen hampir sama dengan ibunya. Suka mencubit pipi anaknya sendiri jika gemas. Meski tidak gemas dengan Fany tapi dengan hal lain, Fany tetap menjadi incaran cubitannya. Ah, mengingat keluarganya hanya akan membuatnya gagal move on dari pahitnya hidup. Fany pun bangkit dari ranjang kemudian pergi ke dapur. Sangat sepi. Alias tidak ada apapun untuk di masak. Terlebih lagi, Fany merasa tubuhnya gerah dan ingin mengganti pakaian. Tanpa sengaja, Fany melihat ada sebuah ruangan. Ruangan itu pasti kamar Leo. Tanpa takut, Fany memasuki kamar Leo. Kamar yang rapi dan tak bersih. Meski Leo berperawakan seperti preman, tapi Leo ternyata sangat tekun dan bersih. Fany juga bisa menilai itu dari apartemen Leo. Fany pun membuka almari Leo. Dalam hati ia meminta ijin Leo yang sudah berbeda alam dengannya. Setelah itu ia memilah tumpukan baju yang rerata berwarna gelap. Fany mengambil satu baju dan mengganti baju nya dengan baju milik Leo. Ia bercermin. Memeluk baju itu dengan erat seolah tengah memeluk Leo. "Leo, tenanglah. Kita akan segera bertemu setelah dunia berakhir." Setelah bernostalgia di kamar Leo, Fany pun langsung bergegas ke dapur dan membuat makanan. Ia tak mau Helen menunggu lama. "Lupa! Tidak ada bahan masakan. Aku harus membelinya." Baru saja Fany ingin keluar membeli bahan masakan, tiba-tiba Fany terkejut dengan sebuah hal. Di belakang rumah sederhana itu, Fany melihat ada kebun kecil. Banyak tumbuhan yang bisa dimasak di sana. Hatinya kembali sakit. Leo memang b***t. Tapi Leo tetap anak berbakti yang selalu bisa membuat Helen bahagia. Ia berharap, Leo akan mendapatkan keadilan yang adil. Di saat ia harus hidup dengan ketidakadilan yang mengelilinginya. *** Mereka menyamar sebagai peran mereka sendiri-sendiri. Sena tengah menyamar sebagai gadis yang sedang melayat ke makam seseorang. Di tangannya ada bunga tabur dan sebotol cairan yang orang pikir adalah air biasa. Tapi tak disangka bahwa air itu adalah cairan kendali miliknya yang siap ia tumpahkan ke tubuh sang sekretaris nanti. Sena harus rela menunggu hingga mendapat aba-ana dari Mea yang sedang menyamar sebagai gadis lain yang tengah nyekar di makam entah siapa. Gadis itu akan bergerak pertama kali. Setelah Mea berhasil mencuri kunci dan menjatuhkannya di asal tempat agar bodyguard kesulitan mencari kunci dan lalai dengan penjagaan Andrew, Zack akan diam-diam membakar salah satu mobil. Kemudian, Sena akan beraksi. Kini Zack sedang menyamar sebagai seorang pengemis. Zack duduk di bawah pohon rindang dengan pakaian compang-camping dan wajah penuh lumpur yang menjijikkan. Takkan ada yang mau mendekati apalagi mengamati wajahnya jika ia tampil begitu buruk. Sedangkan Levo, Dexa, dan Nezi bersembunyi di sebuah tempat yang jauh dari pantauan para bodyguard Andrew. Keadaan masih begitu aman. Andrew belum terlihat. Nezi juga masih belum memberi aba-aba jika sinyal Andrew terlihat. Tak lama kemudian, Nezi mengangkat tangan. Matanya fokus melihat dengan memicing. Sepertinya mematikan jika Andrew sudah mulai dekat. Levo langsung menghilang. Ia memberitahu Sena, Mea, dan Zack untuk bersiap jika Andrew sudah mulai mendekat. Untung saja target mereka memilih tempat pemakaman umum. Sehingga Levo bisa bebas datang dan pergi. Jika ada yang melihat, mereka akan mengira jika Levo adalah hantu semata. Setelah memberitahu Sena, Mea, dan Zack, Levo kembali bersama dengan Dexa dan Nezi. Memantau para anggota Blackhole beraksi dengan tugasnya masing-masing. Tiga buah mobil datang beruntun. Sepertinya rencana awal Levo meleset. Tapi tak masalah. Ia sudah memberi aba-aba untuk Mea tentang rencana B. Selagi Zack beraksi, Mea akan mengalihkan perhatian. Setelah merasa bahwa Mea sudah harus melakukan tindakan, Mea pun langsung bergegas pergi setelah rombongan Andrew menggiring Andrew ke makam putrinya—Samantha. Mea menghilang di balik pohon. Tak ada yang tahu jika gadis itu mulai mentransparankan tubuhnya. Mea langsung menuju ke gerombolan bodyguard Andrew dan mencuri dua kunci mobil lalu membawanya lari menjauh. Selain itu, Mea juga mengempeskan salah satu ban mobil untuk memastikan jika mereka takkan berhasil mengejar Andrew yang akan dibawa kabur. Misi Mea usai, kini berganti Zack yang bekerja. Mea yang masih dalam masa transparan nya hanya mampu berlari dan sembunyi. Semua kunci mobil sudah ia buang ke semak-semak belukar penuh duri. Akan membuat mereka kesulitan saat mencari. Tapi semak itu tak jauh dari mobil. Sehingga takkan menimbulkan kecurigaan bagaimana kunci itu bisa ada di sana. Zack yang menyamar sebagai pengemis langsung berdiri dengan gontai. Ia memperlihatkan manusia kelaparan yang miskin karena ulah negara. Jarak antara dirinya duduk dengan mobil lumayan jauh. Tapi langkah lebarnya tak membuat masalah besar. Meski ia harus mendalami peran dengan berjalan tertatih pelan, tapi Zack akhirnya berhasil sampai dan ... Bruk! Zack menabrak salah satu mobil yang paling depan. Mobil yang tak membawa Andrew di sana. Setelah Zack pergi menjauh dari mobil, Zack menjetikkan jemarinya pelan-pelan. BLAAMM! Suara ledakan itu membuat Andrew dan pada bodyguard terkejut bukan main. Belum sampai mereka di makam Samantha, Andrew berbalik dan melihat salah satu mobil bodyguardnya meledak dan membuat para pelayat lain kalang kabut. Begitupun dengan bodyguardnya. "Apalagi yang kalian lakukan! Bawa mobil lain pergi! Jangan sampai api menjalar!" Perintah Andrew dengan tegas. Sontak para bodyguardnya kebingungan mencari kunci mobil. Dua di antaranya menggersah hilang. "Cari! Cari! Hah! Apa-apa ini! Kalian kacau!" Andrew tampak sangat kesal dan marah. Sekitar ada sepuluh orang bodyguard menyebar mencari kunci dan berusaha memadamkan api pada mobil. Beberapa di antaranya menelepon pemadam kebakaran. Andrew sendirian bersama sekretaris dan seorang lelaki bertubuh tegap. Kini Sena yang menjalankan tugas. Gadis itu berjalan menunduk dengan sesenggukan menangis. Beruntung Andrew berhenti tepat di sisi Sena yang masih meringkuk penuh kesedihan. Ledakan yang terjadi membuat Sena bangkit seolah takut dengan apa yang baru saja terjadi. Pada akhirnya, Sena langsung pura-pura panik dan berlari. Tak lupa, menjatuhkan cairan itu ke baju sekretaris. Sena yakin, baju ketat itu akan membuat cairan mudah merasuk ke kulit sang sekretaris. "Maaf!" Sena langsung berlari pergi setelah menumpahkan cairan ke baju sang sekretaris. Andrew sempat menyentak. Tapi Sena seolah menulikan pendengaran. Terlebih lagi, Andrew memikirkan mobilnya yang meledak. Ia kalang kabut. Takut jika berita akan menyorot dan wajahnya akan tampil di media lagi. "Tuan, apa kita harus pergi sekarang? Lebih baik kita pergi sebelum api makin membesar dan—" "Cepat! Bawa mobil itu mendekatiku!" Andrew panik dan bodyguard setianya itu pun langsung berlari. Mengambil mobil untuk didekatkan dengan Andrew. Setelah mobil yang terparkir paling belakang itu sampai tepat di depan Andrew. Sena membisikkan sesuatu, "Lari menjauh." "Mau ke mana kau?!" Andrew berteriak melihat sang sekretaris pergi berlari menjauh. Rasanya terlihat aneh karena sang sekretaris berlari sembari meminta tolong. "Bodoh!" Andrew tak peduli. Ia pikir si sekretaris lebih mementingkan dirinya sendiri daripada Tuannya. Andrew menganggap itu sebagai pengkhianatan. Andrew pun tak peduli dengan keadaan yang tiba-tiba kacau. Ia hanya harus menyelamatkan dirinya sendiri. Karena pertemuan dengan presiden akan membuat dirinya menjadi sosok tersorot dan ia akan mendapat untung besar setelah pertemuan yang terlaksana. "Kita pergi dari sini." Andrew merapikan jasnya. Ia berusaha santai dan pergi bersama dengan supir pribadinya itu. Selanjutnya, Dexa akan bergerak. Nezi tengah mengamati bahwa mobil yang ditumpangi Andrew sudah berada di jalan yang ditandai. Jalan yang terhimpit jurang curam dan membahayakan. "Dexa, sekarang." Nezi memberi aba-aba. Dexa mengangguk. Sosok itu mendudukkan diri dan memejamkan mata. Pada akhirnya, ia berhasil merasuki supir Andrew. Sebenarnya ia tak bisa menyetir. Tapi ia hanya diam. Ia tak mau mengacaukan rencana Levo. Toh ia hanya perlu membanting stir agar mobil masuk ke jurang dan Levo akan bertindak. "Hei! Apa yang kau lakukan!" Andrew panik. Dexa membanting stir dan mobil mereka merosot ke jurang. Merasakan sensasi menegangkan, Dexa tertawa renyah. Ia melihat ke belakang dan menyapa Andrew dengan santai. "Woahahahaha! Hai, Tuan Andrew. Ini menyenangkan, bukan?" sapa Dexa sembari membanting stir ke kanan dan ke kiri untuk menyeimbangkan mobil agar tak terbalik sebelum Levo datang. "KAU GILA!" Tiba-tiba saja Levo datang duduk di kursi belakang samping dan memasang senyuman miring menatap Andrew yang panik karena mobil mereka jatuh ke jurang curam. Masih jauh dari dasar. Andrew melotot kaget melihat kedatangan Levo yang bagai angin berhembus. "S—siapa kalian?!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN