Dalila membuka matanya seketika, dan merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Meskipun begitu, Dalila tidak meringis atau pun mengeluh. Ia masih ingat dengan jelas apa yang terjadi tadi malam, dan merasa jika apa yang saat ini ia rasakan adalah hal yang sangat lumrah baginya. Dalila menatap langit-langit kamar dengan kening mengernyit lalu tak lama menghela napas.
Entah harus seperti apa Dalila bereaksi saat ini. Rasanya, Dalila benar-benar bingung. Max, adalah manusia serigala. Kini, pria itu adalah suaminya. Namun sebelum itu Max adalah seekor anjing yang dipelihara oleh Dalila. Dipikirkan bagaimana pun, tetap saja relasi dan pertemuan mereka memang sangatlah aneh. Saking anehnya, Dalila bahkan sulit untuk bereaksi atas hubungan yang kini terjalin antara mereka.
Dengan susah payah, Dalila pun berusaha untuk bangkit dari posisi berbaringnya. Tentu saja itu terasa menyakitkan, mengingat jika tubuhnya terasa begitu pegal. Terutama sendir-sendinya yang terasa ngilu. Dalila berdeham saat dirinya tidak bisa menahan untuk tidak mengingat apa yang terjadi tadi malam. Max menyerangnya dengan begitu liar, sekaligus lembut dan penuh perhatian. Seakan-akan Max ingin memastikan jika Dalila juga menikmati kegiatan mereka.
Jujur saja, usaha Max memang berhasil. Dalila bisa menikmati kegiatan mereka tersebut. Hal yang mengejutkan padahal hubungan mereka tidak sedekat itu hingga bisa berbagi ranjang dan kenikmatan di atas sana. Mengenyampingkan jika selama ini Max tinggal di sisi Dalila sebagai Winter, mereka sebenarnya adalah orang asing yang bahkan belum mengenal lebih dari nama dan tempat tinggal. Namun, ajaibnya begitu saling menyentuh ada sesuatu yang terasa menyenangkan di dalam hati mereka. Seakan-akan hal itu memang sudah seharusnya terjadi.
Dalila pun meraih gaun tidurnya yang teronggok di lantai dengan susah payah. Ia pun mengenakannya dan meraih sebuah kertas yang berada di atas nakas. Dengan firasatnya, Dalila yakin jika itu adalah pesan yang ditinggalkan oleh Max. Benar saja, itu adalah pesan yang ditinggalkan oleh pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu.
Aku sebenarnya ingin berada di sisimu ketika kau terbangun. Namun, aku harus memimpin pasukan patroli. Jalani harimu seperti biasa. Jika ada sesuatu yang kau inginkan, tidak perlu ragu untuk memintanya pada para pelayan
—Max, suamimu.
Dalila mengernyitkan keningnya saat melihat tulisan tangan Max yang terlihat begitu tegas seperti pemiliknya. “Memangnya siapa yang tidak mengetahui statusmu sebagai suamiku?” tanya Dalila sembari meraba nama Max yang tertoreh di ujung pesan.
Max seakan-akan ingin menegaskan, jika dirinya adalah suami dari Dalila. Orang yang akan memiliki hati dan tubuh Dalila. Tentu saja benak Dalila merasa jika hal itu terasa sangat menjengkelkan. Namun, ternyata hatinya sama sekali tidak merasa jika itu adalah hal yang menyebalkan. Sebab, saat ini saja jantungnya berdegup dengan sangat kencang.
Dalila menggeleng, untuk mengenyahkan pikiran anehnya. “Aku harus bersih-bersih,” gumam Dalila lalu beranjak untuk memasuki kamar mandi.
Tentu saja perjalanan Dalila tersebut tidak berlangsung dengan mudah. Mengingat kondisi tubuhnya setelah malam pertama yang terjadi tadi malam. Namun, untungnya Dalila bisa mencapai kamar mandi dengan selamat. Namun, saat melewati wastafel, Dalila terkejut dengan sebuah tato yang melintang di atas tulang selangkanya. Dalila mematung di hadapan cermin, dan mencondongkan tubuhnya untuk melihat detail dari pola tato tersebut.
“Ini apa?” tanya Dalila sembari menyentuh tato tersebut dengan kening mengernyit. Sungguh, Dalila tidak mengetahui apa yang terjadi, dan kenapa bisa ada tato di sana.
Dalila pun teringat kejadian tadi malam, sebelum dirinya dan Max melakukan adegan panas yang membuat dirinya menjerit-jerit tidak kuasa takluk akan gairah yang ditawarkan oleh Max. Kening Dalila mengernyit dalam, saat mengingat jika Max memang menggigit dirinya tepat di atas tulang selangkanya. Namun, setelah menggigit itu, Dalila tidak tahu apa yang terjadi. Hal yang ia ketahui adalah, Max menggodanya dan memperkenalkannya pada dunia yang seharusnya hanya dikenal oleh pasangan suami istri.
Dalila terus mengamati pola tersebut dan pada akhirnya melihat detail di bagian tengah antara tulang selangka, tepat di tengah dadanya. Di sana, ada gambar seekor serigala yang tampaknya tengah mengaung, dan sebuah bulan sabit. Jika diperhatikan, ini benar-benar detail indah yang sangat memukau. Rasanya, sangat mustahil jika pola rumit ini adalah hasil karya ahli tato. Kegiatan Dalila dengan Max berakhir hampir menjelang pagi, dan Dalila rasa jarak waktu yang tersisa hingga dirinya bangun sama sekali tidak banyak.
Tidak mungki ahli tato profesional sekali pun bisa membuat pola serumit ini dalam waktu sesingkat itu. Selain itu, jika ini memang tato, saat ini Dalila pasti merasakan sakit. Hasil tatonya juga tidak mungkin sebagus ini dan masih memiliki ruam. Dalila benar-benar tidak menemukan jawaban atas rasa bingungnya, hingga seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan berkata, “Nyonya, kami akan masuk dan membantu Anda bersiap.”
Tentu saja Dalila menoleh kea rah pintu kamar mandi. Ia cukup terkejut, hingga tidak bisa memberikan respons yang tepat, dan membuat sang pengetuk pintu masuk. Dalila terkejut karena itu ternyata adalah lima orang pelayan berseragam rapi. Mereka memberi hormat pada Dalila dengan rapi sebelum salah satu dari mereka memperkenalkan diri. “Selamat siang Nyonya Dalila. Perkenalkan, saya Sia. Mulai saat ini, saya akan melayani semua kebutuhan Nyonya, dibantu oleh teman-teman saya,” ucap Sia yang Dalila pikir adalah pemimpin dari pelayan itu.
Sebelum Dalila menjawab, Sia dan para pelayan sudah maju dan membuat Dalila panik. “A, Apa yang akan kalian lakukan?” tanya Dalila lalu segera memberikan isyarat agar para pelayan untuk tetap di posisi mereka.
Untungnya, Sia dan para pelayan mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Dalila. Nyonya besar mereka meminta untuk tetap berada di posisi mereka, dan mereka pun patuh. Namun, Sia segera menjawab, “Nyonya, kami jelas harus segera membantu Nyonya bersiap. Pasti Nyonya merasa lelah karena tadi malam. Jadi, kami akan membantu Nyonya untuk bersih-bersih.”
Dalila yang mendengar hal itu pun membulatkan matanya. Hal itu jelas terasa sangat tidak masuk akal baginya. Tidak pernah Dalila berpikir jika dirinya akan berhadapan dengan situasi yang rasanya sangat tidak masuk akal ini. Dalila bahkan tidak suka lukanya diobati oleh orang lain, lalu apa mungkin mereka pikir dirinya akan senang saat mereka menawarkan diri untuk membantu Dalila mandi? Ayolah, Dalila rasanya ingin membenturkan kepalanya saat ini juga, saking frustasi dirinya saat ini.
“Tidak. Aku tidak mau. Aku bisa melakukannya sendiri. Kalian lebih baik kembali ke tempat kalian,” ucap Dalila secara tegas menolak apa yang ditawarkan oleh Sia dan yang lain.
Namun, sepertinya Sia tidak mau mundur begitu saja. Ia pun berkata, “Nyonya, tidak perlu sungkan. Kami akan membantu Nyonya dengan baik.”
Dalila benar-benar jengkel. “Astaga, dari usiaku lima tahun saja, aku sudah bisa mandi sendiri. Apa kalian pikir kini aku kehilangan kemampuan untuk mandi sendiri?” tanya Dalila terlihat sangat kesal hingga tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya di hadapan orang asing di sana.
Untungnya, perdebatan itu tidak berlangsung lama. Karena Max sudah datang dan menengahi. “Sia, pergilah. Siapkan saja pakaian untuk istriku. Biarkan istriku untuk membersihkan dirinya sendiri. Jangan membantah perintahnya. Jika dirinya memiliki keinginan, dan memungkinkan untuk dipenuhi, kau hanya perlu memberikannya. Hanya saja, pastikan jika sebelum kau penuhi, permintaan itu tidak boleh berbahaya, baik untuk istriku, maupun untuk keselamatan orang lain,” ucap Max.
Setelah mendengar hal itu, Sia pun undur diri dengan membawa para bawahannya. Sementara Dalila masih berada di kamar mandi sembari menatap Max dengan jengkel. Max sendiri bersandar di kusen pintu kamar mandi dan berkata, “Sekarang mandilah. Sia akan mempersiapkan semua kebutuhanmu. Aku akan menunggumu untuk makan siang bersama.”
Setelah mengatakan hal itu, Max pun beranjak pergi meninggalkan Dalila. Sementara Dalila menyentuh dadanya yang terasa sangat aneh saat berhadapan dengan Max. “Sepertinya aku harus segera mandi. Pikiranku menjadi aneh,” ucap Dalila merasa jika ada yang aneh pada dirinya sendiri.
**
Dalila agak kurang nyaman dengan gaun rumahan yang saat ini ia kenakan. Sia, sebagai pelayan pribadi yang melayani Dalila memang menyiapkan sebuah gaun rumahan yang terlihat cantik dan lembut. Tentu saja itu adalah gaun yang dibuat dari bahan terbaik. Dipastikan nyaman untuk dikenakan. Sayangnya, Dalila tidak terbiasa mengunakan gaun seperti ini. Bisa terhitung berapa kali dalam seumur hidup, dirinya mengenakan rok atau gaun seperti ini.
Hanya saja, ternyata tidak ada satu pun pakaian yang sesuai dengan selera Dalila di walk in closet di kamar utama. Pakaian yang sudah disiapkan oleh Max semuanya tampak feminim. Sebenarnya, Dalila tidak membenci jenis pakaian seperti itu. Namun, karena tidak terbiasa, Dalila merasa aneh jika mengenakannya. Sia yang melihat itu pun berkata, “Nyonya terlihat cantik mengenakan gaun ini. Jadi, tidak perlu merasa canggung.”
Dalila memaksakan tersenyum. Sia pun memimpin jalan untuk membawa Dalila menuju ruang makan. Tentu saja Max sudah menunggu Dalila di sana untuk makan siang bersama. Sepanjang perjalanan, Dalila pun mengamati kediaman mewah yang Dalila dengar adala bangunan utama di mana hanya ada Max yang meninggalinya. Sementara pelayan dan aktifitas keseharian lainnya akan berlangsung di bagian bangunan yang lain. Saat kembali dari pertemuan dengan para tetua, Dalila memang sempat melihat betapa luasnya area kediaman milik Max ini.
“Silakan, Nyonya,” ucap Sia sembari membukakan pintu ruang makan.
Dalila mengucapkan terima kasih dan masuk ke dalam ruangan tersebut. Ia duduk di kursi yang sudah dipesiapkan untuknya, dan benar di sana Max sudah menunggunya. Begitu Dalila tiba, para pelayan yang bertugas di bangunan utama segera bergegas untuk menyajikan santapan makan siang dengan gesit dan penuh rasa hormat. Dalila hanya diam dan melihat piring makan siang yang sudah tersaji di sana.
“Makanlah,” ucap Max.
Dalila pun mulai memotong daging panggang yang dimasak dengan sempurna dan mencicipinya. Saat itulah Dalila terkejut karena rasa lezat seakan-akan meleleh dan memanjakan indra perasanya. Ekspresi Dalila terlihat dengan jelas oleh Max, tetapi Max yang mencicipi makanan itu tidak merasa terpukau seperti Dalila. Max pun berkomentar, “Masakanmu lebih lezat.”
Dalila yang mendengarnya balas berkomentar, “Kau hanya mengatakannya karena ingin membuatku kembali memasak untukmu.”
Max menyeringai tipis. “Sepertinya kau sudah cukup cerdas sekarang,” ucap Max membuat Dalila menahan diri memutar bola matanya.
“Aku ingin pakaianku yang biasanya, aku tidak nyaman menggunakan pakaian ini. Bukan karena pakaian ini tidak bagus, hanya saja aku merasa canggung karena tidak terbiasa mengenakannya,” ucap Dalila tiba-tiba mengubah topic pembicaraan.
Max mengernyitkan keningnya dan mengamati penampilan Dalila. Istrinya itu terlihat begitu cantik dengan gaun yang membuatnya terlihat lebih anggun, dan rambut yang diikat rendah. Dalila seakan-akan hadir dengan pesona baru yang segar. “Kenapa canggung? Kau terlihat sangat cantik, apalagi dengan pola yang kau miliki itu,” ucap Max membuat Dalila tanpa sadar menyentuh pola yang melintang di atas tulang selangkanya dengan pipi merah merona.
“Ja, Jangan mengatakan hal yang memalukan seperti itu. Aku ingin mengenakan jenis pakaian yang biasanya aku kenakan. Aku yakin kau bisa mempersiapkannya,” putus Dalila.
Max mengangguk. “Ya, aku akan mempersiapkannya. Tapi, kau harus membiasakan diri untuk mengenakan gaun seperti ini. Pakaian yang kau inginkan hanya bisa kau kenakan di saat-saat tertentu.”
“Apa kaum kalian juga memiliki peraturan untuk berpakaian?” tanya Dalila jengkel.
“Tidak ada. Hanya saja, aku memiliki kuasa untuk mengaturnya. Aku suamimu dan aku ingin kau mematuhi peraturan yang sudah kutetapkan,” ucap Max membuat Dalila meletakan alat makannya dengan sangat jengkel.
“Wah, luar biasa sekali,” ucap Dalila benar-benar sarkasme.
Meskipun wajah Dalila terlihat tidak senang, tetapi wajahnya masih terlihat sangat cantik. Max bahkan semakin dibuat tertarik untuk menggoda Dalila agar istrinya itu semakin marah daripada saat ini. “Tapi untuk hari ini, aku memang sudah menyiapkan pakaian yang sesuai dengan kegiatan kita nanti. Tentu saja, kau pasti akan menyukainya,” ucap Max membuat Dalila mengernyitkan keningnya.
“Apa maksudmu? Kegiatan apa yang kau maksud?” tanya Dalila.
Max pun menyeringai. Seakan-akan tidak ingin menjawab secara gamblang pertanyaan sang istri, Max hanya berkata, “Kau akan tau nantinya.”