Mayat Hidup

2147 Kata
“Jack!” seru Sasya pada Jack dan melambaikan tangannya untuk mendekat pada mejanya. Saat ini Sasya, Gary, dan Dalila memang tengah menikmati makan siang di sebuah meja. Namun, ternyata Jack hanya melirik dan memilih untuk duduk dengan yang lain. Tentu saja hal itu membuat Sasya, Gary, dan Dalila mengernyitkan kening mereka. Terutama Dalila. Padahal biasanya Jack selalu menempel pada Dalila. Namun semenjak pagi ini Jack jelas-jelas menghindar dan menjaga jarak dengannya. Sebenarnya, Dalila sama sekali tidak merasa keberatan akan hal tersebut. Ia juga tidak merasa terganggu. Hanya saja, mungkin karena sudah terlalu biasa dengan keberadaan Jack di sisinya, saat pria itu tidak ada di sekitarnya, rasanya ada hal yang kurang lengkap. Dalila pun memilih untuk melanjutkan makan siangnya. Ia harus menyelesaikan makan siangnya karena setelah ini ia harus segera menjalankan tugasnya. Namun, Gary dan Sasya tidak merasa jika hal itu bisa dibiarkan begitu saja. Karena tingkah Jack jelas-jelas sangat tidak terasa normal. “Kenapa Jack bersikap seperti itu? Rasanya sejak pagi, aku melihat Jack yang berusaha untuk menghindarimu,” ucap Sasya. “Hal aneh juga saat aku mendengar kabar bahwa Jack pindah tim. Padahal, tim kita tidak memiliki masalah apa pun,” tambah Gary. Mereka semua memang biasanya bertugas dalam sebuah tim. Gary, Sasya, Dalila, dan Jack pada awalnya memang berada di tim yang sama. Mungkin, hal itulah yang membuat keempatnya memiliki keakraban yang lebih daripada yang lainnya. Sayangnya, tadi pagi ada kabar jika Jack pindah tim. Hal yang terasa sangat aneh, karena tidak ada masalah apa pun yang membuat Jack pindah tim seperti itu. Karena pemindahan tim seperti ini, biasanya dilakukan atas permintaan orang yang terkait. Biasanya akan diikuti dengan pertukaran anggota tim, agar tidak adanya kekurangan dalam tim yang bisa membuat kualitas pekerjaan yang menurun. Dalila yang mendengar perkataan Gary dan Sasya mengernyitkan keningnya. “Mungkin ada hal yang membuatnya tidak nyaman, dan kita sama sekali tidak mengetahuinya. Lebih baik cepat selesaikan makanan kalian, kita harus segera bersiap untuk bertugas,” ucap Dalila. Acara makan siang pun berjalan dengan sangat lancar. Dalila memilih untuk fokus dengan pekerjaannya. Jika pun sebenarnya Jack memiliki masalah padanya, rasanya Jack pasti akan mengatakannya. Bila tidak mengatakan apa pun, berarti Jack memang tidak memiliki masalah apa pun dengan Dalila. Tingkah Jack saat ini mungkin terjadi karena alasan lain yang tidak berkaitan dengannya. Setidaknya, hal itu tidak membuat Dalila merasa tidak nyaman. Itu masalah yang bisa segera diselesaikan jika dirinya berhadapan dengan Jack secara langsung. Saat ini, ada hal yang lebih tidak nyaman bagi Dalila. Hal itu tak lain adalah sikap Nich, sang bos besar yang secara terang-terangan menunjukan perhatian untuk Dalila. Tentu saja perhatian yang diberikan oleh Nich itu membuat semua perhatian tertuju pada Dalila. Apalagi saat ini Nich menyapa Dalila tepat di depan pintu  utama gedung perusahaan. “Kau akan bertugas? Semoga harimu berjalan dengan lancar,” ucap Nich. Sementara Dalila melirik rekan-rekannya yang diam-diam beranjak pergi, tetapi juga memperhatikan dari jauh. Sungguh, perhatian ini membuat Dalila merasa sangat tidak nyaman. Dalila bukan tipe orang yang membenci perhatian, ia tidak benci menjadi pusat perhatian orang-orang. Namun, Dalila keberatan jika dirinya menjadi pusat perhatian karena apa yang dilakukan oleh bos besarnya ini. Dalila jauh lebih senang saat dirinya menjadi pusat perhatian karena prestasi yang sudah ia dapatkan. “Ya, saya akan pergi bertugas. Terima kasih atas dukungan Tuan. Semoga, hari Tuan juga berjalan dengan lancar,” ucap Dalila berniat untuk undur diri. Namun, Nich menghalangi jalan Dalila. Membuat Dalila merasa begitu jengkel. Jika saja Nich bukanlah seorang bos, rasanya Dalila sudah membuatnya mengalami patah tulang hidung. Dia benar-benar menyebalkan. “Jika ada hal yang membuatmu kesulitan, jangan ragu untuk mengatakannya padaku,” ucap Nich lagi sembari menyunggingkan senyuman manis yang memukau. Senyuman yang mungkin berdampak sangat besar bagi para wanita, tetapi tidak pernah berdampak bagi Dalila. Penilaian Dalila pada pria itu sama sekali tidak berubah. Dalila akui Nich memang tampan, tetapi baginya Nich tidak memesona. Ia hanya sebatas tampan. Itu saja. Dan Dalila sama sekali tidak tertarik padanya. Dalila yang merasa jika mungkin dirinya harus jujur, dan akan membuat Nich mengerti. Memutuskan untuk berkata jujur saja pada Nich. “Tuan, bagaimana jika saya merasa tidak nyaman?” tanya Dalila membuat Nich tersenyum lebar. Seakan-akan Nich merasa senang bahwa Dalila memberikan respons yang ia inginkan. “Jika ada yang membuatmu tidak merasa nyaman, tidak perlu sungkan untuk mengatakannya padaku,” ucap Nich membuat orang-orang yang mendengarnya semakin yakin, jika Nich memang memiliki perasaan terhadap Dalila. Sebenarnya, tidak ada seorang pun yang merasa iri, atau merasa jika Nich melakukan hal yang aneh. Karena pada dasarnya, Dalila memang wanita yang cantik dan memesona. Dengan rambut kecokelatan dan netra berwarna biru jernih, sosoknya memang memiliki pesona yang sulit untuk ditolak. Banyak rekan kerja Dalila yang juga jatuh hati padanya. Sayangnya, Dalila yang terkesan tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan siapa pun, membuat siapa pun yang tadinya berusaha untuk mendekatinya, pada akhirnya memilih untuk mundur. Dalila menatap Nich tanpa segan sedikit pun sebelum menjawab, “Kalau begitu, bisakan Tuan tidak melakukan hal semacam ini lagi? Karena saya benar-benar merasa tidak nyaman atas perlakuan Tuan ini.” Tentu saja jawaban Dalila tersebut sangat jelas. Ia dengan tegas menolak Nich yang bahkan baru saja memulai usahanya untuk mendekati Dalila. Hal tersebut membuat orang-orang terkejut. Selain dikenal dengan pesonanya, Dalila juga terkenal dengan sifat tegasnya. Namun, semua orang tidak mengira jika Dalila bisa setegas ini, apalagi pada Nich, pimpinan baru mereka. Nich sendiri terlihat terkejut dengan penolakan yang dilakukan oleh Dalila. Namun, tak lama Nich berhasil mengendalikan ekspresi wajahnya dan berkata, “Kau tidak perlu merasa tidak nyaman padaku. Aku harap, perhatian dan perlakuanku tidak membuatmu merasa tidak nyaman.” Dalila merasakan pelipisnya berkedut hebat. Sungguh, Nich adalah tipe orang yang sangat tidak disukai olehnya. Selain tidak peka, Nich juga keras kepala. Ia hanya mau memaksakan keinginannya, tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Karena merasa percuma berkata dengan Nich, pada akhirnya Dalila pun berkata, “Saya permisi.” Setelah mengatakan hal itu, Dalila sama sekali tidak membuang waktu untuk beranjak pergi. Dalila bahkan tidak menunggu jawaban yang diberikan oleh Nich. Jelas itu adalah sikap yang tidak sopan. Namun, Nich sama sekali tidak merasa tersinggung. Pria menawan itu melambaikan tangannya pada Dalila dan berkata, “Semoga harimu berjalan dengan lancar, Dalila!”         ***         Dalila berulang kali menghela napas lelah. Ia menatap pemandangan malam kota yang ia tinggali dengan pandangan bosan. Hari ini rasanya benar-benar melelahkan bagi Dalila. Tingkah Nich membuat hari Dalila menjadi sangat buruk. Selain menarik perhatian yang tidak perlu, Dalila juga dibuat lelah karena mendapatkan berbagai pertanyaan dari rekan-rekannya mengenai hubungannya dengan Nich. Semua orang tampaknya salah paham dengan perhatian yang diberikan oleh Nich padanya. Itu tentu saja terasa sangat menjengkelkan bagi Dalila. Karena Dalila tidak menyukai alasan dirinya menjadi pusat perhatian. Semua orang menaruh perhatian dan ketertarikan pada Dalila, sebab ingin mengetahui hubungannya dengan Nich. Rasanya, semua orang lupa dengan prestasi Dalila, yang dikesampingkan karena kabar hubungannya dengan Nich. Padahal, Dalila sudah jelas-jelas tidak memiliki hubungan apa pun dengan Nich, bahkan mengatakan di hadapan semua orang bahwa ia tidak merasa nyaman atas perhatian Nich padanya. Tak lama, bus yang ditumpangi oleh Dalila tiba di halte yang ia tuju. Dalila turun dan segera melangkah menuju rumahnya. Untungnya, Dalila memiliki Winter yang selalu menunggu kepulangannya dan menyambutnya dengan hangat di depan pintunya. Setidaknya, Winter akan membuat suasana hati Dalila membaik dengan tingkah manisnya. Hingga saat ini, Dalila masih saja menggerutu, mencela sikap Nich yang benar-benar menyebalkan menurut dirinya. Begitu Dalila tiba di depan rumahnya, Dalila membuka pintunya. Seperti dugaannya, Winter sudah menunggu kepulangannya dengan duduk di hadapan pintu rumah. Dalila mengulum senyum, tetapi sayangnya begitu Dalila ingin memeluk hewan peliharaannya itu sudah menghindar. Winter bahkan menggeram kesal pada Dalila. Hal tersebut baru pertama kali dilakukan oleh Winter padanya. Tentu saja hal itu membuat Dalila merasa bingung. “Kau kenapa?” tanya Dalila berusaha untuk meraih Winter untuk mendekat padanya. Sayangnya, Winter kembali menghindar. Winter semakin menggeram kesal, karena Dalila yang masih memaksa untuk mendekat. Dalila mengernyitkan keningnya dan mengendusi tubuhnya. “Apa mungkin aku bau?” tanya Dalila berpikir kemungkinan bahwa Winter terlalu sensitif pada bau badannya. Dalila memang banyak berkeringat karena tugasnya hari ini. Namun, Dalila tidak merasa jika tubuhnya berubah terlalu bau. Keringatnya yang sudah mengering bahkan tidak meninggalkan bau yang terlalu berbekas. Dalila pun menatap Winter dengan kesal. “Kenapa kau bertingkah seperti ini?” tanya Dalila lagi. Jelas tidak mendapatkan jawaban apa pun, selain geraman kesal dari Winter. Pada akhirnya, Dalila pun memilih untuk bangkit dari posisinya. “Kau benar-benar aneh,” ucap Dalila sembari meletakkan tasnya di atas meja. Tanpa malu-malu, Dalila pun memilih untuk melepaskan pakaiannya di hadapan Winter yang saat ini duduk di sudut ruangan. Biasanya, Winter selalu mendekat dan bertingkah manis di sekitar Dalila. Namun, kali ini berbeda. Winter sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Ia hanya mengamati gerak-gerik sang majikannya yang tengah bersiap untuk mandi. Dalila yang menyadari hal itu hanya menggeleng dan memutuskan untuk segera membersihkan diri. Sebenarnya, Dalila masih merasa bingung. Mengapa Winter bersikap seperti itu. Padahal, sebelumnya Winter sama sekali tidak pernah bertingkah seperti itu. Winter selalu bersikap cerdas, pengertian, dan manis. Hal yang membuat Dalila nyaman untuk merawat Winter sebagai hewan peliharaannya. Tidak membutuhkan waktu lama, Dalila sudah ke luar dari kamar mandi dengan tubuh segar. Bahkan, rambutnya saja masih meneteskan air karena Dalila memang memutuskan untuk keramas. Rambut kecokelatannya terasa cukup lengket karena tugasnya tadi terlalu keras, hingga dirinya berkeringat cukup banyak. Hal yang mengejutkan adalah, Winter yang sebelumnya tidak mau didekati oleh Dalila, kini mendekati Dalila dengan sendirinya. Melihat tingkah Winter tersebut, Dalila pun mengernyitkan keningnya. “Kenapa? Apa lagi sekarang?” tanya Dalila. Namun, ternyata Winter yang sebelumnya hanya menggeram, kini malah bertingkah sangat manis terhadap Dalila. Rasanya, Dalila jengkel karena seperti dipermainkan oleh hewan peliharaannya sendiri. Ia melotot garang pada Winter. Hanya saja, kemarahan Dalila luluh begitu saja. “Awas saja kau bertingkah seperti tadi. Aku akan membuangmu kembali ke jalanan,” ancam Dalila sembari melangkah menuju dapur. Dalila pun dengan terampil mulai memasak untuk Winter. Seperti biasanya, Winter hanya menyantap daging yang dibumbui dan dimasak hingga matang sempurna. Kebetulan, Dalila sendiri belum makan malam. Jadi, ia memasak hidangan lengkap untuknya, dan memastikan jika kebutuhan nutrisi hariannya terpenuhi. Ia tidak boleh sampai lemas atau bahkan sakit ketika bekerja. Karena hal  itu bisa membuatnya mendapatkan teguran, dan berakhir dengan pemotongan gaji. Sebagai pecinta uang, tentu saja itu adalah hal yang mengerikan bagi Dalila. “Winter, ayo makan,” ucap Dalila memanggil Winter untuk makan. Seperti biasanya, keduanya makan bersama. Kini, Dalila merasa jika dirinya memiliki anggota keluarga baru. Karena Winter, makan malam tidak terasa membosankan lagi. Dalila bisa mengunyah dan menelan makanannya dengan mudah. Walaupun sebenarnya Winter sendiri hanya seekor anjing yang kebetulan memiliki selera seperti manusia. Ia bahkan bukan teman bicara bagi Dalila. Namun setidaknya Winter adalah pendengar yang baik bagi Dalila. Kali itu, makan malam berjalan dengan singkat. Baik Dalila maupun Winter tidak membuang waktu untuk menghabiskan makanan mereka. Mereka makan dengan cepat dan lahap. Ketika sudah memastikan bahwa Winter menyelesaikan acara makannya, Dalila pun merapikan peralatan makan mereka. Dengan lincah dan tidak terlihat lelah sedikit pun, Dalila membersihkan semua peralatan dapur yang telah ia gunakan. Dalila tidak akan beranjak tidur, sebelum semuanya bersih seperti semula. Setelah itu, barulah Dalila beranjak masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh Winter. Anjing peliharaannya itu, juga memiliki sebuah bantalan empuk dan selimut di sudut kamar Dalila. Itu adalah tempat tidur khusus bagi Winter. Sebelumnya, Witer tidur di ruang tamu. Namun, setiap Dalila terbangun, Winter selalu berada di dekat kaki ranjangnya. Karena itulah, Dalila sadar jika sebenarnya Winter ingin tidur di dalam kamar. Jadi, Dalila pun mempersiapkan tempat itu untuk Winter. “Selamat malam Winter. Semoga mimpi indah,” gumam Dalila setelah mendapatkan posisi paling nyaman di atas ranjangnya. Dalila pun mulai memejamkan mata, dan terlelap dengan begitu mudanya. Semenjak Winter tinggal bersamanya, Dalila sadar jika dirinya memiliki kualitas tidur yang lebih baik. Ia bahkan selalu mendapatkan mimpi indah. Hal itu membuat Dalila bangun dengan perasaan segar dan suasana hati yang baik tiap harinya. Saat ini pun, Dalila sudah benar-benar lelap dalam tidurnya. Tidak ada siapa pun yang bisa membangunkan gadis itu, hingga pagi menjelang. Ketika Dalila sudah berada dalam kondisi seperti itu, maka Winter selalu akan berubah menjadi seorang pria dewasa yang memiliki pesona yang luar biasanya. Pesonanya bahkan lebih hebat daripada pesona yang dimiliki oleh Nich, bos besar Dalila. Pria pemilik rambut hitam itu pun duduk di tepi ranjang dan mengusap pipi Dalila. Ia berkata, “Aku tidak suka jika kau pulang dengan bau mayat hidup yang menempel padamu, Dalila. Karena itulah, aku perlu memberikan sesuatu untukmu.” Pria itu terlihat benar-benar tidak menyukai hal yang ia bicarakan, hingga keningnya mengernyit dalam. Ekspresi yang jelas menunjukan rasa tidak senangnya. Tak lama, pria menawan itu menunduk dan mendium leher Dalila dengan lembut. Hanya sekilas, kecupan pria itu meninggalkan jejak sama berwarna keemasan. Jejak yang menghilang seketika, saat pria itu berbisik, “Ini lebih dari cukup untuk membuat si mayat hidup menjauh darimu.”   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN