Rencana Nich

2101 Kata
“Ingat, jaga rumah baik-baik. Jangan melakukan hal yang aneh-aneh,” ucap Dalila sembari memotong daging yang sudah ia masak untuk Winter. Dalila yakin, jika nantinya ia memiliki suami, ia tidak akan merasa kikuk lagi. Maksudnya, Dalila tidak akan merasa canggung saat harus menyiapkan makanan untuk suaminya nanti. Karena kini Dalila saja sudah terbiasa untuk memasak untuk Winter. Meskipun Winter adalah seekor anjing, tetapi sikapnya dan selera makannya bahkan lebih baik daripada seorang manusia. Setelah memotong dagingnya, Dalila pun menyajikan makanan itu untuk Winter. Setelah itu, Dalila sendiri hanya meminum jusnya, dan memainkan ponselnya. Karena beberapa bulan lagi sudah musim dingin, Dalila berpikir jika dirinya harus membelikan pakaian anjing yang menggemaskan untuk Winter. Selain ingin mendandani anjingnya itu, Dalila juga perlu memastikan bahwa Winter tidak kedinginan di musim dingin yang memang biasanya sangat ekstrem tersebut. Dalila tidak tahu bagaimana caranya Winter melewati musim dingin sebelumnya. Apalagi dengan kenyataan bahwa Winter tidak memiliki pemilik. Mungkin saja Winter berkeliaran di jalanan, atau mungkin saja ada seseorang yang memberikan perlindungan semasa musim dingin berlangsung. Namun, kali ini berbeda. Tahun ini, Winter sudah berada di bawah perlindungannya. Karena itulah, sudah menjadi kewajiban Dalila untuk memastikan bahwa Winter hidup dengan nyaman. Jika dipikir-pikir, sebulan yang lalu Dalila pasti tidak akan memiliki niatan seperti ini. Memiliki pemikiran jika dirinya merawat anjing pun pasti tidak ada dalam benaknya. Namun, pada dasarnya tidak ada satu pun orang yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Termasuk Dalila, yang ternyata pada akhirnya merawat seekor anjing, padahal sebelumnya jelas-jelas tidak menyukai hewan berbulu seperti ini. “Aku benci musim dingin,” gumam Dalila tanpa sadar sembari melihat beberapa pakaian anjing yang menggemaskan. Khususnya, pakaian yang memang disediakan khusus untuk menghadapi musim dingin yang ekstrem. Lalu, Winter yang sebelumnya tengah menikmati sarapannya pun mengangkat pandangannya dan menatap Dalila. Seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Dalila. Serta ingin Dalila melanjutkan perkataannya tersebut. Dalila yang menyadari hal itu pun berkata, “Ya, aku benci musim dingin. Musim dingin terasa menyiksa bagiku. Aku tidak suka suhu dingin yang menyiksa seperti di musim dingin. Auh, membayangkannya sudah membuatku ngeri.” Setelah mendengar cerita itu, Winter pun melanjutkan sarapannya. Hal itu membuat Dalila yang melihatnya menggeleng. “Kau benar-benar bertingkah seperti memahami apa yang aku katakan,” ucap Dalila sembari mengusap telinga Winter yang bergerak-gerak. Namun, sepertinya sentuhan itu membuat Winter tidak nyaman. Ia pun menjauh begitu saja dan menatap Dalila dengan tatapan jengkel. Winter sepertinya tidak menyukai sentuhan itu, tetapi ekornya terlihat bergoyang-goyang dengan sangat cepat. Menandakan jika dirinya saat ini tengah antusias. Hal itu membuat Dalila mengernyitkan keningnya. “Sebenarnya, kau menyukainya atau tidak?” tanya Dalila sembari menyangga dagunya dan menatap hewan peliharaannya itu. Agak bingung dengan tingkah Winter yang reaksinya terlihat berlawanan. Ia mengegram seakan-akan tidak suka. Namun, ekornya terus bergerak menandakan jika suasana hatinya saat ini tengah begitu baik. Winter tentu saja tidak menjawab pertanyaan tersebut. Ia malah berbaring dengan jarak yang cukup jauh dari Dalila. Seakan-akan ingin menjaga jarak agar tidak ada kejadian seperti tadi. Dalila hampir terkekeh melihat sikap waspada yang ditunjukan oleh Winter tersebut. “Jangan seperti itu. Karena aku akan tertantang untuk membuatmu semakin merasa tidak nyaman,” ucap Dalila bermaksud untuk menggoda Winter. Seolah-olah mengerti, Winter pun meringkuk. Mencoba untuk menyembunyikan wajah dan kedua telinganya. Dalila tentu saja gemas bukan main karena tindakan Winter tersebut. Sayangnya, ia tidak memiliki waktu terlalu banyak untuk bermain dengan Winter. Ia harus segera pergi karena kini sudah waktunya ia berangkat bekerja. Menunda lebih lama keberangkatannya, maka Dalila benar-benar akan terlambat. Dalila harus mengamankan gaji bulan ini. Dalila bangkit dari kursinya dan merapikan sisa makan Winter. Sembari mencuci piring dan merapikan dapur, Dalila pun berkata, “Jaga rumah baik-baik, Winter. Aku harus bekerja untuk membelikan daging kesukaanmu.” Setelah mengatakan hal itu, Dalila pun pergi meninggalkan rumahnya tentunya dengan memastikan jika pintu dan semua jendela sudah terkunci sempurna. Karena berangkat tepat waktu, Dalila tidak ketinggalan bus yang memang selalu ia gunakan untuk mencapai tempat kerjanya. Sayangnya, Dalila merasa tidak senang saat tiba di perusahaannya. Dalila rasanya mendapatkan firasat, jika harinya akan berakhir buruk. Karena awal harinya sudah disambut dengan hal yang terasa menjengkelkan. Apa yang disebut menjengkelkan oleh Dalila tak lain adalah keberadaan Nich yang jelas-jelas tengah menunggu seseorang di ambang pintu masuk gedung perusahaan mereka. Bukannya Dalila merasa terlalu percaya diri, bahwa Nich saat ini tengah menyambutnya. Namun, pada kenyataannya Nich memang menatapnya dan menandakan jika dirinya memang tengah menunggu Dalila. Nich menyambut kedatangannya dengan senyuman lebar dan sebuah cup kopi di tangannya. “Selamat pagi Dalila, ini kopi untukmu,” ucap Nich sembari memberikan kopi yang ia maksud pada Dalila. Jelas, jika Nich memang mempersiapkan kopi tersebut untuk Dalila, bahkan menyisihkan waktunya untuk menyambut kedatangan Dalila itu. Mendengar hal itu, rasanya kepala Dalila dibuat pening seketika. Dengan tingkah Nich ini, entah gosip apa yang akan tersebar mengenai dirinya yang tersebar nantinya. Ingin rasanya Dalila berteriak di hadapan wajah Nich dan memintanya untuk menghentikan apa pun yang tengah ia lakukan ini. Karena Dalila sama sekali tidak tertarik padanya. Pesona Nich tidak mempan untuk Dalila. Lebih dari itu, sikap Nich yang masih saja berusaha untuk mendekatinya membuat Dalila merasa kesal. Dan segera mencoret nama Nich dari kemungkinan menjadi kekasihnya di masa depan. Namun, Dalila masih memiliki kesadaran yang menempel erat pada benaknya. Ia pun pada akhirnya berkata, “Selamat pagi, Tuan Nich. Tapi maaf, saya tidak bisa menerima kopinya. Saya tidak minum kopi.” Dalila memang tidak minum kopi, sebab itu akan membuatnya sulit tidur nanti malam. Hal yang akan membuat Dalila stress, karena jam tidurnya berkurang. Padahal, tidur tepat waktu dan mendapatkan tidur yang nyaman adalah salah satu hal penting yang bisa membuatnya merasa bahagia. Mendapatkan penolakan tersebut, Nich pun tersenyum dan memberikan kopinya pada asisten yang berdiri di belakangnya. Penolakan Dalila tersebut sebenarnya membuat asisten Nich terkejut. Jujur saja, selama dirinya melayani sang tuan sebagai asisten, ia belum pernah melihat Nich ditolak seperti ini. Sebagai pria saja, ia mengakui pesona yang dimiliki oleh Nich. Bahkan ia sudah melihat puluhan wanita yang jatuh akan pesona ini. Namun, Dalila adalah pengecualian. Bukannya terpesona, Dalila malah terlihat tidak nyaman akan usaha Nich untuk mendekatinya. Menurutnya, Dalila agak aneh. Memang benar, Dalila tidak nyaman dengan Nich. Sudah berulang kali dirinya mengatakan hal itu pada Nich. Bahkan, sepertinya semua orang sudah mengetahui fakta tersebut. Dalila pun memutuskan untuk segera undur diri. Karena posisi mereka saat ini, mereka berdiri tepat di hadapan pintu masuk gedung perusahaan. Tentu saja hal itu membuat keduanya kembali menjadi pusat perhatian.  “Bukankah sudah kubilang untuk bersikap santai saja? Tidak perlu merasa tidak nyaman padaku,” ucap Nich. Hal itu membuat Dalila susah payah menarik sebuah senyuman canggung. Bagaimana mungkin dirinya merasa nyaman di sekitar Nich, jika pria itu jelas-jelas membuat tingkah yang membuatnya merasa tidak nyaman. Dalila pun berkata, “Saya rasa, saya tidak bisa melakukannya. Bagaimana pun, Anda adalah atasan saya. Bagaimana mungkin saya bersikap santai. Rasanya ini adalah sikap yang memang pantas saya lakukan sebagai seorang bawahan.” Jika Dalila berada di posisi Nich, ia tidak akan lagi berusaha untuk mendekati orang yang ia sukai. Rasanya, Dalila sudah memberikan penolakan yang tegas. Penolakan seperti ini biasanya selalu berhasil pada para pria yang memang berusaha untuk mendekati bahkan menjalin hubungan dengannya. Para pria yang sudah mendapatkan penolakan seperti ini, secara alami akan berhenti dan tidak akan berusaha lagi. Sayangnya, saat ini penolakan yang diberikan oleh Dalila sama sekali tidak mempan bagi Nich. Pria itu terlalu bebal, untuk mengerti jika semua tindakan yang Dalila lakukan, adalah hal yang ia lakukan demi membuat Nich berhenti untuk mendekatinya. Dalila benar-benar tidak habis pikir. Sekarang, ia harus melakukan apa lagi agar Nich berhenti. Lebih jauh dari ini, Dalila yakin jika dirinya benar-benar muak dengan tingkah Nich. Nich pun mengangguk, lalu tiba-tiba bertanya, “Ngomong-ngomong, apa kau memelihara seekpr serigala?” Mendengar hal itu Dalila pun mengernyitkan keningnya. Bahkan, saat ini Dalila melemparkan pandangan, seakan-akan Nich adalah orang yang sangat aneh. Rasanya, bukan hanya Dalila yang akan merasa jika Nich adalah orang aneh. Siapa pun yang mendengar pertanyaannya, pasti akan merasakan hal yang sama. Ayolah, mana mungkin Dalila memelihara seekor serigala? “Bagaimana mungkin saya memelihara hewan buas seperti serigala, Tuan? Sepertinya tidak ada pembicaraan penting lagi, sekarang saya undur diri,” ucap Dalila sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Nich untuk melanjutkan pembicaraan tersebut. Gadis cantik itu segera menunduk memberi hormat, sebelum melangkah pergi begitu saja. Tanpa menoleh sedikit pun untuk melihat ekspresi wajah sang bos besar yang terus saja mengganggu harinya. Pada akhirnya, Nich membiarkan Dalila pergi begitu saja. Namun, saat Dalila melewatinya, Nich melihat tanda keemasan yang berpendar pada leher gadis itu. Hal tersebut membuat Dalila menyerai. Lalu tak lama, Nich pun melangkah menuju ruangannya yang berada di lantai teratas gedung perusahaan tersebut. Tentu saja, ruangan tersebut dibuat dengan dekorasi dan barang-barang mewah. Sesampainya di sana, Nich langsung duduk di kursi kebesarannya. “Apa ini yang aku minta?” tanya Nich pada asistennya yang berada di seberang meja. Ia menunjuk pada sebuah berkas yang berada di dalam sebuah amplop cokelat berukuran besar. “Benar, Tuan. Itu adalah hal yang sebelumnya Tuan minta,” ucap sang asisten. Itu memang hal yang sebelumnya diminta oleh Nich. Untungnya, meskipun Nich meminta hal tersebut dengan mendadak, tetapi itu adalah hal yang tidak terlalu sulit untuk ia temukan. Dalam waktu singkat, ia sudah bisa menyiapkan apa yang diminta oleh tuannya tersebut. “Kerja bagus. Sekarang pergilah, aku ingin membacanya sendiri,” ucap Nich sembari melambaikan tangannya mengusir sang asisten. Tentu saja sang asisten segera undur diri dengan sikap hormatnya. Begitu ditinggal sendiri, Nich pun membuka berkas yang tak lain adalah data-data mengenai Dalila. Hal itu berupa resume hingga data mengenai keluarganya. Menurut Nich, tidak banyak hal yang menarik mengenai Dalila. Selain fakta bahwa dirinya adalah putri dari seorang Fion Luz, Dalila juga adalah seorang pengawal yang memiliki prestasi yang baik. Benar, sebelumnya, Nich memang meminta data mengenai Dalila kepada asistennya. Sebenarnya pada awalnya Nich tidak terlalu tertarik pada Dalila. Ia hanya sekadar tertarik dengan penilaian klien terhadap Dalila. Klien-klien yang berasal dari kalangan nyonya dan nona dari kelas sosial atas, biasanya meminta untuk Dalila sebagai pengawal pribadi mereka. Di kalangan para wanita kelas atas, rasanya Dalila yang paling terkenal sebagai seorang pengawal wanita. Jika melihat dari resume dan data-data yang ia baca ini, haya itulah yang Nich ketahui. Namun, Nich yang berhadapan dengan Dalila berulang kali, selalu menemukan hal-hal baru mengenai gadis itu. Ada hal yang lebih menarik darinya. Sebelumnya, Nich sudah dikejutkan dengan Dalila yang sama sekali tidak terpengaruh dengan pesonanya. Apalagi hari ini, jelas-jelas Nich melihat sesuatu yang sudah lama tidak ia lihat. “Aku yakin, jika dirinya memiliki hubungan dengan seekor pengerat,” ucap Nich sembari menatap foto Dalila yang terlihat begitu cantik dalam setelan formalnya. Nich mengingat pendar cahaya emas pada leher Dalila, yang Nich yakini adalah hal yang sudah lama tidak ia lihat. “Kau jelas-jelas lebih menarik daripada yang kubayangkan,” ucap Nich lagi. Pria itu terlihat tersenyum. Membuat pesonanya semakin terlihat. Sosoknya semakin memesona, dan yakinlah akan banyak wanita yang rela naik ke atas ranjangnya dengan melihat penampilannya saat ini. Karena Dalila sudah menarik perhatiannya hingga seperti ini, tentu saja Nich tidak akan membiarkan Dalila pergi begitu saja. Nich mulai berpikir, bagaimana caranya untuk menjerat Dalila dan menjadikan gadis itu sebagai miliknya. Sudah lama rasanya Nich tidak merasakan sensasi menyenangkan seperti ini. Rasanya, hidup Nich yang terasa sangat membosankan, kini mendapatkan sebuah hiburan. “Ya, aku mulai merasa terhibur. Karena itulah, aku tidak akan membiarkan sumber hiburanku berakhir begitu saja. Dia harus menjadi miliku. Tentu saja dengan cara apa pun,” ucap Nich sembari menyeringai penuh misteri. Seringai itu memang membuat wajahnya menjadi semakin tampan. Sayangnya, ada sesuatu yang entah mengapa membuat Nich terlihat agak menyeramkan. Tak lama, Nich pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Aku akan mengirimkan identitas seseorang padamu. Aku ingin, kau mengikutinya, dan mendapatkan informasi apa pun yang tidak bisa ditemukan oleh orang biasa mengenainya. Tentu saja, pastikan jika ia tidak menyadari keberadaanmu. Dia orang yang cukup menarik dan kompeten, jadi berhati-hatilah,” ucap Nich lalu memutuskan sambungan telepon dan mengirim data mengenai Dalila pada orang yang sebelumnya berbicara dengannya di telepon. Dengan ini, maka rencana Nich dimulai. Ia akan benar-benar serius untuk mendekati Dalila. Nich lebih dari yakin, jika bawahannya akan menjalankan tugas yang ia berikan dengan memuaskan. Pasti ada hal yang didapatkan oleh bawahannya ini, dan membuat jalan Nich untuk mendapatkan Dalila menjadi semakin lancar. “Sekarang, aku tinggal menunggu hasil dari usahaku ini.” Nich memejamkan matanya, dan bersiul. Membayangkan bahwa nantinya Dalila jatuh ke dalam genggaman tangannya, membuat suasana hati Nich membaik seketika. Nich akan memastikan, jika Dalila memang akan menjadi miliknya. Ya, itu pasti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN